Selasa, 08 Mei 2012

Please, Comeback to Me Girl

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 12:02 PM 1 komentar

Jungsoo mengedarkan pandangannya kearah jalanan yang tampak penuh namun pikirannya melayang pada satu nama yang selama 4 tahun ini selalu melekat dalam benaknya. Shin Min Young. Gadis itu mampu memporak-porandakan seluruh perasaannya saat ini.

Ia pergi disaat dirinya mengalami koma setelah kecelakaan yang dialaminya dengan gadis itu. Ibunya sendiri yang mengatakan kalau gadis pujaannya itu menikah dengan pria lain bernama Choi Siwon saat ia baru saja bangun dari komanya. Jungsoo tak bisa berbuat banyak saat itu karena kondisi badannya yang tidak memungkinkan.

Sebuah cappuccino hangat tersaji didepannya membuyarkan lamunannya. Jungsoo menyeruput minumannya sebelum memalingkan wajahnya lagi keluar jendela café. Diingatannya masih jelas terbayang wajah manis gadis yang sudah menemaninya selama setahun itu.

Tak ada kekecewaan dalam hatinya saat mengetahui gadisnya dinikahi pria lain. Ia bahkan menyesali dirinya karena ketidakmampuannya menjaga gadis itu. Ditatapnya seorang wanita sambil menggandeng tangan seorang anak perempuan yang berumur sekitar 4 tahun berjalan ditengah keramaian.

Entah kenapa wajah wanita itu mengingatkan Jungsoo lagi pada sosok Min Young. Senyumnya, parasnya dan caranya tertawa benar-benar mirip mantan kekasihnya itu. Ada ketukan hati Jungsoo yang menyuruhnya untuk mengikuti wanita itu dan anaknya.

Jungsoo mengeluarkan dompetnya dan menaruh beberapa lembar uang won diatas meja dan meninggalkan segelas cappuccino hangat yang masih tersisa separuh hanya untuk bergegas mengikuti wanita tadi.
Ia merasa seperti ada magnet ditubuh wanita itu hingga ia mampu menarik Jungsoo. Sama seperti pesona Min Young yang menarik Jungsoo kala itu.

Jungsoo mempercepat langkahnya setelah merasa tertinggal jauh dari wanita itu lalu ia memperlambat langkahnya saat merasa jaraknya terlalu dekat. Rambut panjang wanita itu sangat mirip dengan rambut yang dimiliki Min Young. Ia akui semua wanita bisa saja memiliki rambut sepanjang itu namun ia yakin sekali wanita ini mirip sekali dengan mantan kekasihnya itu.

Eomma, aku mau pelmen,” ucap anak kecil yang digandeng wanita tadi setelah melihat sebuah stan permen lollipop dipinggir jalan. Wanita tadi hanya tersenyum lalu menepi ke stan permen tersebut. “Jangan makan banyak-banyak ya, gigimu bisa rusak.”

DEG

Jantung Jungsoo berdetak kencang saat mendengar suaranya. Itu suara Min Young. Ia yakin itu suara Min Young!

Kedua perempuan itu melanjutkan kembali langkah mereka. Jungsoo masih setia mengikuti mereka. Diperhatikannya lagi lekuk tubuh wanita tadi agar ia tidak salah mengenali. “Min Young,” panggilnya lirih saat mereka memasuki sebuah gang sepi.

Langkah wanita tadi perlahan berhenti seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Ia menoleh kebelakang dan mendapatkan sosok Jungsoo –Pria yang dirindukannya selama 4 tahun ini berada di hadapannya dan memandangnya dengan pancaran kerinduan.

Jungsoo melangkah mendekati wanita tadi. “Kau benar-benar Min Young?” tanyanya lirih sambil mencoba menyentuh wajah Min Young.

Eomma,” suara gadis kecil tadi seakan mencegah Jungsoo menyentuh wajah Min Young. Ia memandang Min Young dan Jungsoo tak mengerti. “Ini anakmu?” tanya Jungsoo.

Min Young takut-takut menganggukkan kepalanya. Jungsoo menurunkan pandangannya memandang jalanan aspal yang hitam pekat. Matanya panas menahan airmata. “Anakmu dengan Siwon?” tanya Jungsoo lagi dengan nada bergetar.

Min Young membelalakkan matanya tak percaya. “Siwon? Maksudmu Choi Siwon?” Min Young mencoba mengira-ngira maksud pertanyaan Jungsoo barusan.

Pria itu mengangguk perlahan. Airmatanya sudah jatuh membasahi pipinya. “Aku tidak pernah menikah dengan siapapun, Jungsoo.”
-ooOOoo-
Flasback

Min Youn terisak dikamarnya. Kecelakaan yang baru saja menimpa dirinya dan kekasihnya mengakibatkan hal yang fatal. Jungsoo koma karena benturan yang sangat kuat yang dialaminya tadi. Mereka hendak pergi berlibur menikmati musim panas disudut kota Incheon namun sayangnya mereka harus merasakan kerasnya dihantam truk besar

Tak lama terdengar suara ketukan pintu di kamarnya. Min Young menghapus airmatanya. “Masuklah,” ujarnya dengan suara parau. Pintu mulai terbuka dan menunjukkan sosok wanita paruh baya yang dikenalnya. Wajahnya menunjukkan kekecewaan sekaligus kesedihan yang mendalam

Min Young bisa mengerti bagaimana perasaan ibu Jungsoo saat ini. Ia juga merasakan hal yang sama saat ini. “Omonim,” panggil Min Young pelan saat langkah ibu Jungsoo semakin mendekat keranjangnya. Ia menghela nafasnya seakan ia susah untuk menghembuskan nafasnya dikamar Min Young.

Ditatapnya nanar wajah gadis yang menyebabkan semuanya terjadi. Sejak awal dia memang tidak menyukai hubungan anaknya dengan gadis yang dianggapnya pembawa sial itu. “Kau menyelakai putraku,” ujarnya sengit membuat Min Young mengatup mulutnya.
“Jangan pernah temui ia lagi. Jangan pernah muncul didalam keluarga kami lagi!” suaranya kian meninggi membuat gadis yang ditatapnya bahkan tak mampu bergerak sedikitpun. “Ta-Tapi aku mencintainya,” isakan tangis mulai terdengar disela kalimatnya.

Ibu Jungsoo membuang pandangannya menatap lampu yang berada diatas meja kecil disamping tempat tidur Min Young.

“Berhenti mencintainya. Jungsoo tak butuh cinta dari wanita sepertimu!” suara wanita paruh baya itu penuh kebencian kepada Min Young membuat gadis itu menangis semakin tersedu diatas ranjangnya.

Langkah wanita tua tadi perlahan menghilang dari pendengarannya menyisakan tangis yang kian dalam untuk keputusannya.

-oo-

Min Young membereskan pakaiannya sebelum pergi dari rumah sakit. Keadaan Jungsoo masih sama seperti kemarin-kemarin, seakan tak ada harapan baginya untuk bisa membuka mata. Min Young menghela nafasnya sambil menutup resleting tasnya. Ia kemudian melangkah meninggalkan kamarnya menuju kamar Jungsoo.

Ia ingin melihat Jungsoo sebelum ia benar-benar pergi dari kehidupan pria itu seperti permintaan ibunya. Min Young berjalan menunduk saat semakin dekat dengan kamar kekasihnya itu. Ia takut kedatangannya ditolak oleh ibu Jungsoo.
Kaki gadis itu berhenti tepat didepan pintu kamar Jungsoo. Tidak ada siapa-siapa disana, ia rasa keluarga Jungsoo sedang berada diluar. Min Young memegang pedal pintu namun ia kembali menurunkannya.

“Maafkan aku Jungsoo-ya, aku mencintaimu namun sepertinya cintaku padamu adalah salah. Aku harap kau bisa menemukan wanita selain aku. Sebenarnya ada satu hal bahagia yang ingin kusampaikan saat kau sadar nanti namun sepertinya aku harus memendamnya sendiri saja. Saranghae Jungsoo. Sampai bertemu lagi suatu saat nanti.”

Min Young menghentikan pembicaraannya dengan pintu putih dihadapannya dan berharap Jungsoo mendengar semua perkataannya barusan. Ia kemudian menghela nafasnya dan menganggap dirinya sendiri adalah orang bodoh.

Min Young memegang perutnya sekilas kemudian berjalan meninggalkan kamar itu sebelum ibu Jungsoo datang dan mengusirnya.

Langkah Min Young semakin menjauh dari tempat Jungsoo. Sementara didalam kamarnya Jungsoo mulai menunjukkan sedikit pergerakan di tangannya. Matanya perlahan terbuka dan menatap langit-langit kamar rumah sakit. Kepalanya masih berputar menimbulkan kebingungan didirinya.
Dicarinya sebuah alat pemanggil suster lalu ditekannya berulang kali. Tak lama seorang dokter dan beberapa suster masuk kekamarnya lalu mengecek kondisi badannya.

Yang ada dipikiran Jungsoo saat ini adalah kekasihnya. Shin Min Young yang suaranya baru saja terdengar dan berjanji akan mengatakan sesuatu yang bahagia. Jungsoo menggumamkan sesuatu yang bahkan tak bisa terdengar jelas. Tiba-tiba sebulir airmata mengalir dari matanya untuk alasan yang tidak ia ketahui.

-oo-

Jungsoo meringkuk di pojok kamarnya yang sekarang berantakkan karena ulahnya sendiri. Ibunya baru saja menyerahkan sebuah undangan pernikahan kepadanya. Mungkin jika sahabat atau temannya yang menikah ia akan ikut bahagia namun pada kenyataannya ia melihat nama kekasihnya sendiri di undangan tersebut.

“Kenapa Min Young? Apa salahku!” sungutnya penuh kemirisan dan isakan tangisnya. Wajahnya mulai memerah karena terlalu lama menangis. Ditelungkupkannya kepalanya diatas kasurnya tanpa menghentikan tangisnya. Namun sedetik kemudian ia menyimpulkan sendiri alasan mengapa Min Young memilih pria bernama Choi Siwon itu.

Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju jendela kamarnya. Matanya yang bengkak menerawang ingatannya kembali dan menyesali apa yang telah terjadi. “Andai aku tidak mengajakmu pergi saat itu dan andai kita tidak mengalami kecelakaan itu. Mungkin kau sekarang masih berada disisiku Min Young,” gumam Jungsoo pada semilir angin yang menerpanya.

Sebuah ketukan pintu mengejutkan pria itu. “Masuklah,” perintahnya. Terdengar suara pintu terbuka dan tapakan kaki mendekatinya. “Kamarmu berantakkan sekali Jungsoo-ya,” suara ibunya sedikit tercekat saat melihat mata Jungsoo yang membengkak. “Biarkan saja,” jawab Jungsoo begitu ketus membuat ibunya berdecak.

Hanya karena ditinggal wanita tak tahu diri itu sikap anaknya kini berubah drastis kepadanya. “Kau tidak perlu sedih. Ibu punya pengganti Min Young untukmu,” ujar ibunya penuh dengan kesombongan. Jungsoo masih menatapnya dengan wajah datar.

Dengan lembut ibu Jungsoo membelai lembut kepala anaknya. “Gadis ini bahkan lebih cantik 
 dibanding gadismu dulu Jungsoo. Kau pasti akan menyukainya.”

Jungsoo menepis pelan tangan ibunya yang masih membelai kepalanya. Ada perasaan ingin menolak didalam hatinya namun ia tidak mempunyai alasan jelas untuk melakukan hal itu. “Siapa namanya?” tanya Jungsoo membuat mata ibunya terbelalak bahagia karena bujukkannya berhasil.

“Namanya Han Min Yeul. Dia gadis keturunan China, keluarganya sangat terpandang di China. Dia bahkan sedang melanjutkan studinya di Amerika,” jawab ibunya penuh dengan semangat namun tatapan Jungsoo tetap sama. Kosong.

“Kalau dia sedang studi lalu bagaimana aku bisa bertemu dengannya?” tanya Jungsoo lagi berharap pertanyaannya kali ini bisa membuat ibunya menyudahi cerita panjangnya namun ternyata dugaan pria itu salah. Ibunya justru menjawab semakin lebar, “Kau tenang saja. Keluarganya sengaja membawanya pulang dulu untuk bertemu denganmu. Setelah kalian bertemu dan merasa cocok, dia bisa pulang ke Amerika dan setelah studinya selesai kami akan mempersiapkan pesta pernikahan kalian.”

“Bagaimana kalau kami tidak merasa cocok?” tanya Jungsoo langsung membuat ibunya terkejut. Namun raut tadi berubah lagi menjadi senyum licik yang amat dikenal Jungsoo. “Kau pasti akan menyukainya, percayalah.”

-oo-

“Lalu kau menikah?” Min Young memotong cerita Jungsoo. Pria itu menggeleng, “Dengarkan ceritaku dulu sampai selesai,” pintanya.

Min Young mengangguk sambil mengusap kepala gadis kecil yang kini tidur dipangkuannya. Jungsoo menatap gadis kecil itu lembut. “Jadi ini anakku?” tanya Jungsoo memecahkan kesunyian diantara mereka.

Min Young mengangguk. “Siapa namanya?” tanya Jungsoo lagi sambil tersenyum.

“Park Hye Jung,” jawab Min Young. Jungsoo mengalihkan pandangannya menatap Min Young. “Kau memberikan nama yang indah untuknya.”

Wajah Min Young memerah mendengar pujian Jungsoo. Sudah hampir 4 tahun tak bertemu detak jantungnya berdetak lebih cepat masih seperti dulu. “Tunggu. Bagaimana bisa dia lahir setelah kecelakaan yang menimpa kita?”

Min Young menghela nafasnya. Ia yakin Jungsoo akan menanyakan hal ini. “Kau ingat saat truk akan menghantam mobil kita, kau tiba-tiba melepas seatbelt lalu memelukku dengan cepat? Aku rasa hal itu yang menyelamatkan Hye Jung. Dokter dirumah sakit juga bilang kalau iya tidak menyangka kalau kandunganku selamat,” cerita Min Youn panjang lebar.

Jungsoo membulatkan bola matanya. Ia tak percaya apa yang dilakukannya untuk melindungi Min Young ternyata juga melindungi anaknya. Jungsoo menipiskan jaraknya dengan wajah anaknya lalu mengecup lembut kening Hye Jung membuat gadis kecil itu menggerakkan sedikit badannya.

“Matanya mirip denganmu,” puji Jungsoo.

“Tapi senyumnya lebih mirip denganmu,” lanjut Min Young membuat Jungsoo terkekeh pelan. Keduanya kini saling diam saat Jungsoo menghentikan tawanya. Mereka saling memandang. “Kau mau menikah denganku?” tanya Jungsoo tiba-tiba.

Min Young terkejut mendengar pertanyaan Jungsoo, ingin sekali ia mengangguk menyetujuinya namun ia kembali dengan larangan ibu Jungsoo.

“Tapi ibumu?”

Jungsoo menghela nafasnya berat lalu menatap Min Young. “Ada satu hal yang membuatnya menyesal telah menolak kehadiranmu dulu, Min Young-a.”

-ooOOoo-

Jungsoo sedang mengetik laporan pekerjaannya dilaptopnya saat ibunya masuk kedalam rumah dan secara tiba-tiba membanting tubuhnya diatas sofa empuk diruang tengah. Jungsoo menoleh sekilas lalu meneruskan kembali pekerjaannya.

Ia yakin ibunya sedang kalah dengan wanita paruh baya lain yang mendapatkan kalung berlian limited edition dan bukan barang baru lagi kalau sekarang ibunya kesal seperti ini. Jungsoo memilih bungkam daripada harus bertanya dan mendapat semburan keras yang mengoyakkan telinganya.

“Jungsoo, ibu rasa kau seharusnya membatalkan pernikahanmu,” suara ibunya dikeheningan diantara mereka terdengar membuat Jungsoo menghentikan kegiatannya. Hatinya bersorak riang namun ia tidak mau menunjukkannya.

Waeyo?” tanya Jungsoo.

Terdengar suara desahan berat ibunya sebelum berbicara, “Min Yeul dihamili mantan kekasihnya. Kedua orangtuanya berusaha menyembunyikan ini makanya mereka memaksa ibu menikahkan kalian secepat mungkin,” jelas ibu Jungsoo dengan perasaan sedih.

“Ibu tak sengaja mendengar pembicaraan ibu Min Yeul yang sedang menelpon anaknya dan membicarakan kandungan anaknya itu,” lanjut wanita paruh baya itu lagi. Kali ini giliran Jungsoo yang menghela nafasnya. “Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyanya kemudian.

“Kau tidak perlu melakukan apapun, biar ibu yang membicarakan semuanya. Biar bagaimanapun ini semua salahku,” ujarnya masih dengan nada yang sama. “Min Young ternyata masih lebih baik untukmu.”

Jungsoo mengerutkan keningnya. Ia yakin ibunya baru saja mengatakan sesuatu tentang Min Young. Dilihatnya wanita paruh baya itu yang mulai beranjak dan masuk kedalam kamarnya lalu tersenyum. “Kau memang salah menilai Min Young, ibu.”

-oo-

“Min Young-a hari semakin gelap, aku lebih baik mengantar kalian pulang,” ujar Jungsoo saat mengakhiri ceritanya. Min Young menatap langit dan membenarkan perkataan pria itu. Dipalingkan tatapannya lagi ke Hye Jung yang masih tertidur pulas dipangkuannya.

“Kau tidak perlu mengantar kami Jungsoo-ya,” Min Young menggendong Hye Jung lalu bangkit dari duduknya diikuti oleh Jungsoo. “Wae? Aku tidak ingin kalian kenapa-kenapa dijalan,” sanggahnya mencoba membujuk Min Young lagi.

“Rumahku terlalu kecil. Aku takut kau tidak menyukainya,” ucap Min Young sambil tersenyum namun Jungsoo tetap ngotot untuk mengantar mereka pulang dan pada akhirnya wanita itu memang tidak bisa menolak permintaan Jungsoo.

Suasana hening menjadi atmosfer utama sepanjang perjalanan mereka menuju rumah Min Young. Bahkan keduanya masih mengatup bibir mereka ketika Jungsoo meletakkan Hye Jung di kasur kecilnya.

“Sudah berapa lama kau tinggal disini?” tanya Jungsoo sambil melihat sekeliling rumah Min Young yang kecil, hanya ada satu kamar didalam rumah itupun tidak cukup untuk ditiduri Min Young dan Hye Jung yang mulai tumbuh besar.

“hampir 4 tahun sejak aku memutuskan untuk meninggalkanmu,” jawab Min Young dengan nada sedih. Jungsoo menatap wanita dihadapannya dengan tatapan sedih, ia malu pada Min Young yang membesarkan anaknya seorang diri sedangkan dia hidup enak-enakkan tanpa memikirkan apa yang dimakan mereka sehari-hari.

Jungsoo meraih tangan Min Young dan menggenggamnya erat. “Maafkan aku Min Young-a, maafkan aku yang tidak pernah mencarimu. Maafkan aku yang tidak pernah tahu kenyataan yang terjadi. Maafkan aku sudah menelantarkanmu dan Hye Jung,” ucapnya memelas membuat airmata Min Young menetes.

“Kau tidak perlu meminta maaf Jungsoo-ya. Aku mengerti kondisimu saat itu,” Min Young memberanikan dirinya mengusap lembut wajah Jungsoo yang menunduk dan perlahan terisak.

“Kumohon, kembalilah padaku Min Young. Kembalilah dan menikahlah denganku, kau tidak perlu tinggal ditempat kecil seperti ini lagi. Aku berjanji, aku berjanji akan membahagiakanmu,” Jungsoo terisak membuat 

Min Young semakin deras mengeluarkan airmatanya. Ia tak tahu harus menjawab apa.

Jungsoo menatap Min Young dan menghapus airmata di pipi wanita itu. “Aku takut Jungsoo. Aku takut keluargamu menolakku lagi,” Min Young meragukan keyakinan yang diberikan oleh Jungsoo.

“Aku tidak akan membiarkan mereka mengusirmu lagi dari hidupku. Aku tak akan hanya duduk dan berdiam diri melihatmu menderita seorang diri membesarkan Hye Jung. Kalaupun mereka menolakmu lagi aku akan tetap bersamamu, bagaimanapun keadaannya aku akan tetap bersamamu dan Hye Jung sampai kapanpun.”

Airmata Min Young semakin tumpah tak terkendali mendengar semua ucapan Jungsoo. Keraguan yang tadi sempat merasuk ke dalam hatinya kini menguap menyisakan keyakinan yang begitu pasti.

Isakan tangisnya perlahan mereda dan sebuah sunggingan senyum terbingkai indah di wajah manisnya. “Aku mau menikah denganmu.”

-ooOOoo-

Suara iringan pernikahan mengaung diseluruh gereja tempat dimana Min Young berjalan diiringi tebaran bunga yang dilempari gadis kecil kesayangannya menuju altar tempat kekasih yang akan menjadi suami seumur hidupnya menunggu dengan senyuman yang selalu memabukkan baginya.

Perlahan Jungsoo mengulurkan tangannya kehadapan wanita itu saat gadis kesayangan mereka menepi didekat neneknya yang tengah tersenyum haru. Diraih dan digenggamnya erat tangan Jungsoo yang mulai berkeringat karena grogi.

Keduanya menghembuskan nafas bersamaan saat akan memulai mengucapkan janji abadi mereka. “Mulai sekarang kalian adalah pasangan suami-isteri yang sah,” ucapan pendeta yang diikuti suara tepuk tangan riuh tamu undangan melegakan kedua pasangan diatas altar itu.

Keduanya kembali berhadapan dan menyematkan cincin di jari manis masing-masing menandakan berakhirnya masa lalu juga penantian mereka dan mengawali kehidupan baru penuh kebahagiaan.

Suara tepuk tangan kembali bergemuruh saat keduanya melepas ciuman hangat mereka. “Aku tak akan membiarkanmu pergi lagi. Aku berjanji,” ucap Jungsoo sebelum ia kembali melumat bibir Min Young.

THE END.

Jumat, 06 April 2012

Triangle Love (Part 1)

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 10:20 PM 0 komentar


“Jadi kau benar-benar akan tinggal di Gunung Bukhan?” tanya Zhoumi disela kegiatannya membantu Taerin mengemasi barang-barang gadis itu yang bersikukuh untuk tetap tinggal di Gunung Bukhan seminggu setelah kelulusan mereka.

A Day (SongFict)

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 10:14 PM 0 komentar


You always ask, how much I love you
Sometimes, you get worried about the far ahead future

Don't worry, don't torture yourself
You are my perfect love

“Kau mencintaiku Cho Kyuhyun-a?” tanya Soo Ki saat aku menggenggam tangannya. Aku memandangi matanya yang selalu teduh dengan cinta yang ia berikan untukku. “Kenapa kau selalu bertanya seperti itu?” tanyaku sambil terus menatap matanya yang indah. Kulihat kepala Soo Ki menggeleng, menunjukkan bahwa ia benar-benar tidak tahu mengapa bibirnya selalu menanyakan pertanyaan yang sama.

Jumat, 16 Maret 2012

My Wedding without you

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 9:28 PM 0 komentar

Aku mengendarai mobilku menuju rumah kekasihku, kekasih yang selama 3 tahun selalu menemaniku dan selalu mendukungku. Bagiku dia kekasih yang sejati, kekasih yang tak akan mampu aku temui lagi di sudut benua manapun.
Dia yang mampu mengubahku dari sosok yang tak berarti dimasa lalu menjadi seorang yang berhasil sekarang ini. Namanya Hyerin, Shin Hyerin. Gadis cantik serupa dengan bidadari ini membuatku sadar bahwa dunia ini indah dan sangat sia-sia bagiku untuk merusaknya.
Senyumnya yang manis yang membuatku kadang tak bisa tidur hanya karena membayangkannya.

Jumat, 02 Maret 2012

First Love [Donghae Version] - SongFict

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 8:32 PM 0 komentar

Title : First Love. Donghae Version (SongFict)
Author : AltRiseSilver
Cast : Lee Donghae, You
Genre : Romance
Rating : General


I'm your only oppa
You're my only girl
I will always be by your side

I'm your only oppa
Our love is so sweet
Oppa will only love you

“Donghae-ya,” panggil seseorang dari arah belakangku, aku menoleh. Seorang gadis yang mencuri hatiku sejak 6 tahun yang lalu berlari mengejar langkahku. “Panggil aku Oppa!” bentakku pelan saat ia berada disampingku, nafasnya terengah-engah. Aku sangat tahu kalau ia sangat benci berlari dan kakinya yang kecil itulah yang membuat larinya pendek-pendek.

“Aku tidak mau!” sergahnya masih tetap terengah-engah mengatur nafas. Aku merangkul pundaknya dan menuntunnya duduk di sebuah bangku yang tersedia di taman kampus. “Tunggu disini, aku segera kembali,” kataku padanya. Dia menatapku dan memanggilku namun aku tetap berjalan menuju kantin dan membelikan sebotol air mineral untuknya.

“Ini,” kataku sambil menyerahkan botol itu. Dia menatapku lalu meraih botol itu dan meminumnya hingga setengah. “Kau haus atau kelelahan?” tanyaku.

Dia hanya tersenyum lebar, memperlihatkan rentetan giginya yang putih dan rapi. Aku tersenyum lalu mengacak-acak rambutnya gemas. “Ya! Aku kan sudah merapikan rambutku, jangan hancurkan dandanku,” katanya dengan nada sebal sambil merapikan rambutnya.

Aku tertawa renyah. “Kau berdandan untukku?” tanyaku.

Dia melirikku lalu menjitak kepalaku pelan. “Percaya diri sekali kau ini, aku berdandan hanya untuk Mr. Kim” jawabnya sambil mengeluarkan seulas senyuman yang membuatku tak pernah bisa berhenti menghapusnya dari otakku.

Aku menatapnya kesal, aku tahu ia tidak bersungguh-sungguh berdandan untuk seorang dosen menyebalkan bernama Kim Heechul itu namun tetap saja bagiku itu bukan candaan yang bagus, dia gagal membuatku tertawa. Aku mendesah pelan.

“Aku ini Oppa-mu kan? Harusnya kau berdandan untukku bukan untuknya,” kataku dengan nada kecewa.

Dia menatapku sambil tetap tersenyum, sepertinya ia senang telah mengerjaiku. “Aku tidak suka senyummu itu,” kataku. Aku mengalihkan pandanganku darinya dan menatap pepohonan ditaman ini, dia sukses membuatku cemburu dan aku tidak ingin ia mengetahuinya.

Aku tidak tahu apa yang dilakukannya sekarang, aku tidak mau menatapnya. Perlahan aku merasakan bahu sebelah kananku sedikit berat dan leherku tergelitik oleh rambut. Aku menoleh perlahan. Dia sedang menidurkan kepalanya di bahuku. “Saranghaeyo,” ucapnya perlahan namun dapat terdengar jelas di telingaku.
Aku tersenyum sekilas lalu melihat sebuah cincin yang dijadikannya liontin dikalungnya. Cincin saat pertama kali aku memintanya untuk menjadi kekasihku, cincin dengan ukiran namaku dan nama dirinya disana.

On February 2, 2006, you came to me like white snow
I remember you - even the slightest tremble
To you who leaned against me and fell fast asleep,
On your lips, I planted a sweet kiss

Aku menggenggam lembut tangannya. Hangat dan akan selalu hangat. Pikiranku tiba-tiba melayang pada sebuah memori kecil 6 tahun lalu. Memori saat ia masuk ke dalam kehidupanku dan membuat hidupku jauh lebih indah dari sebelumnya.

Flashback

“Permisi, aku dari Kimchi Restaurant mengantarkan makanan,” sapa seseorang dari balik pintu apartementku. Aku beranjak dari tempatku dan segera berlari menuju pintu, perutku sangat lapar dan membutuhkan asupan secepatnya.

“Selamat malam tuan,” sapa seorang gadis dengan sebuah bungkusan ditangannya saat aku membuka pintu apartementku.

Tak ada sapaan balasan yang keluar dari mulutku, aku terlalu fokus menatap mata bulat indah milik gadis itu. “Tuan?”

Sebuah tangan bergoyang didepanku dan membuatku kembali ke alam sadarku. Aku tersenyum padanya yang sudah terlebih dahulu tersenyum padaku. “Ini,” kataku sambil menyerahkan beberapa lembar uang kepadanya.

Dia sendiri menyerahkan bungkusan yang dipegangnya kepadaku.

“Terimakasih atas pesanannya,” katanya begitu ramah sambil membungkuk. Aku hanya tersenyum memandang wajahnya yang begitu hangat.

Saat dia berbalik dan meninggalkan tempatku, aku memanggilnya. “Ada apa tuan?” tanyanya sambil berjalan kembali ketempatnya. Aku terdiam, aku sendiri bingung kenapa aku memanggilnya, aku hanya ingin memandanginya lebih lama.

“Siapa namamu?” tanyaku.

Dia terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku namun senyumnya kembali mengembang diwajahnya yang manis.

“Aku diperingatkan oleh orangtuaku untuk tidak memberitahu namaku pada orang asing, maaf,” jawabnya sambil membungkuk kemudian pergi meninggalkanku. Benar-benar menghilang dari balik lift.
Aku tertawa kecil. “Apa katanya? Orang asing? Lihat saja, aku tidak akan menjadi orang asing baginya,” kataku percaya diri sambil menutup pintu dan mulai mengeluarkan makanan pesananku.

-          3 bulan setelahnya –

“Please be mine,” kataku sambil mengulurkan tanganku yang menggenggam sebuah kotak berisi sebuah cincin dengan ukiran namaku dan namanya disana. Dia tersenyum, seolah menganggap apa yang aku katakana tadi hanya sebuah lelucon.

“Jangan bercanda Donghae-sshi,” katanya menggunakan panggilan formal. Aku menghela nafasku. “Kalau kau menerimaku, ambil cincin ini lalu kaitkan di jemari tengahmu. Kalau kau menolakku, ambil cincin ini lalu buanglah ke danau itu,” kataku lagi sambil menunjuk dengan dagu sebuah danau besar dihadapan kami.

Dia terperanjat, benar-benar tak menyangka aku akan mengatakan hal yang seserius itu. 3 bulan aku mengenalnya, mencoba mendekatinya, mengenalnya lebih jauh dan dalam kurun waktu singkat aku berani mengambil keputusan untuk menjadikannya milikku.

Dia menatap benda berkilauan ditanganku kemudian meraihnya perlahan. Aku memasukkan tanganku kedalam saku celana, siap menerima apa yang akan dijadikan keputusannya.
Berulang kali ia memandangku dan cincin itu secara bergantian, keraguan terlihat jelas dari pancaran matanya.

Aku menundukkan kepalaku seperti seorang pengecut. Aku benar-benar tidak berani menatap apa yang akan dilakukannya. Hingga beberapa menit tak ada yang dilakukannya, aku tak mendengar suara gemericik air namun aku juga tidak mendengar dia mengatakan sesuatu.

Aku mendongakkan kepalaku, menatap wajahnya yang kini terhias dengan sebuah senyuman yang selalu mampu membuatku gila. Kulihat kedua tangannya disembunyikan dibalik punggungnya. Aku tersenyum tipis.

“Kemana cincinku?” tanyaku dengan wajah yang dibuat keheranan. “Sudah kubuang,” jawabnya dengan nada sendu.

Aku meminimaliskan jarak kami. “Aku tidak mendengar suara gemericik air,” kataku sambil membelai wajahnya yang mulus dan putih. Kulihat ia seperti sedang menahan senyumannya teruari diwajahnya itu.

“Boleh kulihat kedua tanganmu?” tanyaku dengan senyum jahil. Berhasil, ia sekarang tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Kenapa? Apa ada yang kau sembunyikan?” tanyaku lagi padanya seraya mencoba melihat apa yang disembunyikannya. Dia melangkah mundur, mencoba menjauh dariku agar aku tidak bisa melihat. Aku tersenyum riang lalu melangkah mendekatinya. Semakin aku mencoba mendekat semakin berusaha dia menjauh dariku namun langkahnya yang kecil tentu tidak sebanding dengan langkah kakiku. Aku menangkapnya lebih tepatnya merengkuh pundaknya mendekat kepadaku.

Bisa kurasakan degup jantungnya sedang beradu kecepatan dengan jantungku. Aku menatap matanya yang juga sedang memandangku. “Donghae-sshi,” panggilnya.

Aku hanya tersenyum. “Panggil aku Oppa mulai sekarang,” kataku sambil menjauhkan jarak kami. Dia menggeleng kuat, tangannya masih tetap bersembunyi dibalik punggungnya. Aku meraih tangannya dan menatap cincin indah di jari manisnya.

“Panggil aku Oppa mulai sekarang,” ulangku lagi. Dia masih menggeleng.

“Panggil aku Oppa atau kau akan,”

“Akan apa?” timpalnya memotong pembicaraanku.

“Kau akan menerima akibatnya,” jawabku dengan senyuman jahil. Dia menatapku penuh kecurigaan kemudian berlari meninggalkanku. “Kya! Donghae-sshi mulai menggila!” teriaknya.

Aku menatapnya heran, apa katanya? Aku gila? Dan kenapa dia masih memanggilku Donghae-sshi? Err dasar yeoja keras kepala. “Ya! Panggil aku Oppa!!” bentakku kemudian berlari mengejarnya yang terus menjauh dariku.

Flashback end

“Donghae-ya,” panggil seseorang disampingku. Gadis ini, rupanya dia tertidur. “Panggil aku Oppa,” kataku mengulang permintaanku selama bertahun-tahun.

Ara ara.. Oppa, aku lapar,” katanya seraya menegakkan badannya.

Aku bangkit dari dudukku lalu mengulurkan tangan. “Kajja.”

“Kemana?” tanyanya, aku rasa dia belum sepenuhnya masuk kedalam dunia sadar. “Tentu saja pulang kerumah, kau lapar kan?”” kataku. “Tapi aku masih ada kelas,” jawabnya.

“Mata kuliah siapa?” tanyaku penasaran.

“Mr. Kim,” jawabnya malas. Aku tersenyum. “Kajja, kita pulang saja, aku tahu kau tidak pernah semangat dengan mata kuliahnya,” kataku sambil mengulurkan tanganku lagi padanya. Dia tersenyum kemudian meraih uluran tanganku lalu kami bergandengan menuju rumah kami.
Ya, rumah kami. Masih teringat bagaimana pertama kali saat kami menghuni rumah sederhana itu.

Flashback

“TADA!”

Aku membuka tanganku yang menutupi matanya. “Apa ini rumah kita?” tanyanya untuk pertama kali saat melihat sebuah rumah sederhana dihadapannya. Aku mengangguk. “Ayo masuk,” ajakku.

Aku menggandeng tangannya dan melenggang masuk kedalam rumah kami. Didalamnya sudah penuh dengan perabotan yang rapi berada ditempatnya, sebulan sebelumnya aku telah merapikan rumah ini dan menjadikannya kejutan dihari ulangtahun gadisku yang tengah menikmati pemandangan matanya.

“Kau suka?” tanyaku.

Dia mengangguk sambil tetap memandang semua perabotan. “Aku ingin melihat dapurnya,” katanya sambil berlalu. Aku membiarkannya masuk kedalam bagian rumah yang lain.

“Kya! Oppa aku menyukainya!” teriaknya dari dalam satu bagian rumah kami. Aku menghampirinya, dia sekarang berada didalam kamar kami. Ada sebuah kasur besar disana, namun bukan itu yang membuatnya terkejut tapi jendela besar yang menghadap ke sebuah taman yang aku buat untuknya.

“Aku akan kebelakang dulu,” katanya bersemangat sesaat setelah aku memasuki kamar. Ia keluar kamar dan tak lama aku menemukan dirinya tengah memandangi semua bunga yang kutanam untuknya di taman itu.

“Ya! Donghae-ya, kemari,” katanya sambil mengibaskan tangan padaku. Aku melakukan permintaannya. “Panggil aku Oppa,” kataku saat berada disampingnya. “Arassoe.. Kau lihat bunga ini? Aish kenapa begitu indah,” katanya sambil mengambil sebuah pot bunga dan menunjukkannya padaku, dia benar-benar tidak mempedulikan perkataanku tadi.

“Kau suka?” tanyaku.

Dia menoleh kearahku dan mengangguk. “Gomawo,” ujarnya kemudian dia memelukku.

Aku membalas pelukannya sambil sesekali mengelus rambutnya. “Ini sangat indah,” katanya disela pelukan kami.

Aku merengangkan pelukan kami dan memandangnya. “Menurutmu ini indah?” tanyaku, dia mengangguk. “Menurutku tidak, karena masih ada hal yang lebih indah daripada ini semua,” kataku.

“Apa itu?” tanyanya penasaran.

“Dirimu,” kataku. Berbarengan dengan jawabanku, aku mendekatkan wajahku padanya, menatap lekat matanya dan merasakan nafasnya menerpa wajahku. Aku tak melihat lagi ekspresi wajah gadisku ini saat bibir kami saling bertautan mesra.

Flashback end

I can only tell you that I love you
I can only tell you that I love you
This is all I can give to you

Eomma pulang,” sapanya saat kami memasuki rumah. Aku mengerutkan kening, tak ada sapaan balik untuknya. “Kau mengucapkan salam pada siapa?” tanyaku.

Dia menatapku sambil menunjukkan seringai senyumnya. “Calon anak-anak kita,” jawabnya polos. Aku menghampirinya dan memegang perutnya, “Kau hamil?” tanyaku dengan segala perasaan yang campur aduk.

Dia menggeleng. “Kita kan sudah berkomitmen tidak akan mempunyai anak sebelum kuliah kita selesai,” katanya. Aku menunduk lemas, kuakui kata-katanya benar, aku sendiri bahkan yang membuat kesepakatan itu. Walau sudah menjadi seorang komposer dan pencipta lagu aku masih takut untuk mempunyai anak disaat kami masih kuliah seperti ini.

“Hey, kenapa termenung?” tanyanya. Tangannya mengangkat wajahku.

“Tiba-tiba aku ingin membatalkan komitmen itu,” ujarku membuatnya tersentak ditempatnya.

“Aku tidak mau, kau laki-laki ‘kan? Seharusnya kau tidak mengingkari janjimu sendiri, aku tidak mau kau menjadi laki-laki seperti itu,” jawabnya dengan nada tegas. Aku memandanginya. Merengkuh pundaknya lalu memeluknya erat. “Aku mencintaimu,” ujarku. Didalam pelukanku, aku bisa merasakan kepalanya mengangguk.

Snow is falling outside the window
Underneath the streetlight
You and I are there

I'm your only oppa
You're my only girl
Oppa only wants to love you

Oppa, kemarilah,” panggil gadisku yang sedang terduduk didepan jendela. “Ada apa?” tanyaku tanpa melepas pandanganku dari komputer yang membuatku sibuk. “Cepat, kemarilah,” panggilnya lagi.

Aku mendongakkan kepalaku dan melihatnya masih sibuk memandang kearah luar. Aku menghampirinya. “Ada apa sayang?” tanyaku.

“Lihat, salju mulai turun,” ujarnya senang. Aku menatap keluar, benar apa yang dikatakannya, salju putih itu perlahan turun dan menabrakkan dirinya ke tanah. “Aku selalu suka musim dingin,” katanya lagi. Aku mengecup puncak kepalanya.

“Aku tahu,” ujarku.

“Sayang, lihat aku,” kataku dengan nada serius. Dia menoleh dan menatapku dengan tatapan bingung. “Wae?” tanyanya bingung. Aku memandanginya, menyentuh pipinya dan mengelusnya. “Panggil aku Oppa setelah kita punya anak, jangan ajarkan hal yang buruk pada anak kita nanti,” ujarku.

Dia tertawa kecil.

Ara ara, aku akan menurutinya Oppa,” jawabnya. Aku mencubit pipinya gemas. “Dasar gadis badung,” kataku. Dia masih tertawa kali ini lebih besar.

“Tapi berjanjilah padaku satu hal,” pintanya. Aku mengerutkan kening. Selama 6 tahun kami bersama baru kali ini ia memintaku untuk berjanji. Aku mengangguk. “Cintamu harus terus bertambah saat aku memanggil Oppa,” katanya.

Aku tersenyum memamerkan gigiku. “Tidak perlu kau pinta cintaku ini akan terus untukmu, apa yang ada dihatiku ini adalah milikmu, semua tentangmu sudah terekam manis dalam otakku dan hatiku jadi kau tidak perlu takut aku melupakanmu atau meninggalkanmu, aku hanya mencintaimu,” jawabku panjang lebar.

Dia tersenyum lalu menghamburkan tubuhnya ke pelukanku. “Hanya kau yang membuatku buta seperti ini sayang,” bisikku ditelinganya. Ia tersipu. “Dan hanya kau yang membuatku tidak mampu melepasmu, Oppa.”

The End.

Kamis, 01 Maret 2012

Triangle Love [Prolog]

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 7:15 PM 0 komentar
 Mataku berkunang-kunang..
Layar putih yang mengelilingiku berubah menjadi layar hitam..

 Aku tercekat..
Mataku menerawang.. Mencari siapapun yang aku kenal

Kosong.
Ruangan hitam ini kosong!

Aku ingin berteriak, namun suaraku tertahan ditenggorokkan.
Aku mulai memejamkan mataku..
 Berharap saat membukanya aku akan menemukan titik cahaya yang membantu..

Ku buka perlahan..
Kilatan cahaya terpantul di retina mataku..
"Ah." Akhirnya suaraku keluar juga.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, menyesuaikan dengan cahaya yang terang itu.
"A-Aku dimana?" tanyaku pada langit-langit kosong.
Tak ada yang menjawab.

Aku terduduk. Melihat sekelilingku,
Namun aku tidak tahu dimana keberadaanku.

Aku menyentuh punggungku. Aku merasakan ada yang hilang.
"Apa? Aku kehilangan apa?" tanyaku pada ruangan itu.

Aku mulai beranjak. Berjalan menuju cermin di dinding sebelah sana.
"Apa itu aku?" tanyaku saat pantulan cermin menunjukkan sosok seorang gadis disana.

Aku menyentuh wajahku, memandang tak percaya kearah sana.
"Ini bukan aku, ini bukan diriku."

Selasa, 28 Februari 2012

My love stay with you [Part 2-End]

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 10:06 PM 0 komentar
Poster By : Shim Soomi @ http://fanfictionloverz.wordpress.com/

 
Sudah hampir 3 bulan Kangin tidak menemui Hanna, bukannya tidak ingin namun ia merasa takut untuk bertemu dengan gadis manis tersebut. Kangin mendekap wajahnya dibantalnya yang empuk, Kyuhyun si raja iseng menggoyangkan badannya. “Hyung, sedang apa kau?” tanya Kyuhyun tanpa memperdulikan mood Kangin.

            “Jangan ganggu aku anak nakal,” jawab Kangin.

            Memang dasarnya Kyuhyun sedang jahil ia mengguncangkan kembali tubuh Kangin. “Hyung, temani aku bermain game,” bujuknya tak mau tahu. Kangin mendongakkan wajahnya kesal dan menatap Kyuhyun yang menatapnya dengan wajah aegyo-nya. “Aku tidak mau,” Kangin membenamkan wajahnya lagi.

Selasa, 08 Mei 2012

Please, Comeback to Me Girl

Karya : Altha Swita Abrianto di 12:02 PM 1 komentar

Jungsoo mengedarkan pandangannya kearah jalanan yang tampak penuh namun pikirannya melayang pada satu nama yang selama 4 tahun ini selalu melekat dalam benaknya. Shin Min Young. Gadis itu mampu memporak-porandakan seluruh perasaannya saat ini.

Ia pergi disaat dirinya mengalami koma setelah kecelakaan yang dialaminya dengan gadis itu. Ibunya sendiri yang mengatakan kalau gadis pujaannya itu menikah dengan pria lain bernama Choi Siwon saat ia baru saja bangun dari komanya. Jungsoo tak bisa berbuat banyak saat itu karena kondisi badannya yang tidak memungkinkan.

Sebuah cappuccino hangat tersaji didepannya membuyarkan lamunannya. Jungsoo menyeruput minumannya sebelum memalingkan wajahnya lagi keluar jendela café. Diingatannya masih jelas terbayang wajah manis gadis yang sudah menemaninya selama setahun itu.

Tak ada kekecewaan dalam hatinya saat mengetahui gadisnya dinikahi pria lain. Ia bahkan menyesali dirinya karena ketidakmampuannya menjaga gadis itu. Ditatapnya seorang wanita sambil menggandeng tangan seorang anak perempuan yang berumur sekitar 4 tahun berjalan ditengah keramaian.

Entah kenapa wajah wanita itu mengingatkan Jungsoo lagi pada sosok Min Young. Senyumnya, parasnya dan caranya tertawa benar-benar mirip mantan kekasihnya itu. Ada ketukan hati Jungsoo yang menyuruhnya untuk mengikuti wanita itu dan anaknya.

Jungsoo mengeluarkan dompetnya dan menaruh beberapa lembar uang won diatas meja dan meninggalkan segelas cappuccino hangat yang masih tersisa separuh hanya untuk bergegas mengikuti wanita tadi.
Ia merasa seperti ada magnet ditubuh wanita itu hingga ia mampu menarik Jungsoo. Sama seperti pesona Min Young yang menarik Jungsoo kala itu.

Jungsoo mempercepat langkahnya setelah merasa tertinggal jauh dari wanita itu lalu ia memperlambat langkahnya saat merasa jaraknya terlalu dekat. Rambut panjang wanita itu sangat mirip dengan rambut yang dimiliki Min Young. Ia akui semua wanita bisa saja memiliki rambut sepanjang itu namun ia yakin sekali wanita ini mirip sekali dengan mantan kekasihnya itu.

Eomma, aku mau pelmen,” ucap anak kecil yang digandeng wanita tadi setelah melihat sebuah stan permen lollipop dipinggir jalan. Wanita tadi hanya tersenyum lalu menepi ke stan permen tersebut. “Jangan makan banyak-banyak ya, gigimu bisa rusak.”

DEG

Jantung Jungsoo berdetak kencang saat mendengar suaranya. Itu suara Min Young. Ia yakin itu suara Min Young!

Kedua perempuan itu melanjutkan kembali langkah mereka. Jungsoo masih setia mengikuti mereka. Diperhatikannya lagi lekuk tubuh wanita tadi agar ia tidak salah mengenali. “Min Young,” panggilnya lirih saat mereka memasuki sebuah gang sepi.

Langkah wanita tadi perlahan berhenti seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Ia menoleh kebelakang dan mendapatkan sosok Jungsoo –Pria yang dirindukannya selama 4 tahun ini berada di hadapannya dan memandangnya dengan pancaran kerinduan.

Jungsoo melangkah mendekati wanita tadi. “Kau benar-benar Min Young?” tanyanya lirih sambil mencoba menyentuh wajah Min Young.

Eomma,” suara gadis kecil tadi seakan mencegah Jungsoo menyentuh wajah Min Young. Ia memandang Min Young dan Jungsoo tak mengerti. “Ini anakmu?” tanya Jungsoo.

Min Young takut-takut menganggukkan kepalanya. Jungsoo menurunkan pandangannya memandang jalanan aspal yang hitam pekat. Matanya panas menahan airmata. “Anakmu dengan Siwon?” tanya Jungsoo lagi dengan nada bergetar.

Min Young membelalakkan matanya tak percaya. “Siwon? Maksudmu Choi Siwon?” Min Young mencoba mengira-ngira maksud pertanyaan Jungsoo barusan.

Pria itu mengangguk perlahan. Airmatanya sudah jatuh membasahi pipinya. “Aku tidak pernah menikah dengan siapapun, Jungsoo.”
-ooOOoo-
Flasback

Min Youn terisak dikamarnya. Kecelakaan yang baru saja menimpa dirinya dan kekasihnya mengakibatkan hal yang fatal. Jungsoo koma karena benturan yang sangat kuat yang dialaminya tadi. Mereka hendak pergi berlibur menikmati musim panas disudut kota Incheon namun sayangnya mereka harus merasakan kerasnya dihantam truk besar

Tak lama terdengar suara ketukan pintu di kamarnya. Min Young menghapus airmatanya. “Masuklah,” ujarnya dengan suara parau. Pintu mulai terbuka dan menunjukkan sosok wanita paruh baya yang dikenalnya. Wajahnya menunjukkan kekecewaan sekaligus kesedihan yang mendalam

Min Young bisa mengerti bagaimana perasaan ibu Jungsoo saat ini. Ia juga merasakan hal yang sama saat ini. “Omonim,” panggil Min Young pelan saat langkah ibu Jungsoo semakin mendekat keranjangnya. Ia menghela nafasnya seakan ia susah untuk menghembuskan nafasnya dikamar Min Young.

Ditatapnya nanar wajah gadis yang menyebabkan semuanya terjadi. Sejak awal dia memang tidak menyukai hubungan anaknya dengan gadis yang dianggapnya pembawa sial itu. “Kau menyelakai putraku,” ujarnya sengit membuat Min Young mengatup mulutnya.
“Jangan pernah temui ia lagi. Jangan pernah muncul didalam keluarga kami lagi!” suaranya kian meninggi membuat gadis yang ditatapnya bahkan tak mampu bergerak sedikitpun. “Ta-Tapi aku mencintainya,” isakan tangis mulai terdengar disela kalimatnya.

Ibu Jungsoo membuang pandangannya menatap lampu yang berada diatas meja kecil disamping tempat tidur Min Young.

“Berhenti mencintainya. Jungsoo tak butuh cinta dari wanita sepertimu!” suara wanita paruh baya itu penuh kebencian kepada Min Young membuat gadis itu menangis semakin tersedu diatas ranjangnya.

Langkah wanita tua tadi perlahan menghilang dari pendengarannya menyisakan tangis yang kian dalam untuk keputusannya.

-oo-

Min Young membereskan pakaiannya sebelum pergi dari rumah sakit. Keadaan Jungsoo masih sama seperti kemarin-kemarin, seakan tak ada harapan baginya untuk bisa membuka mata. Min Young menghela nafasnya sambil menutup resleting tasnya. Ia kemudian melangkah meninggalkan kamarnya menuju kamar Jungsoo.

Ia ingin melihat Jungsoo sebelum ia benar-benar pergi dari kehidupan pria itu seperti permintaan ibunya. Min Young berjalan menunduk saat semakin dekat dengan kamar kekasihnya itu. Ia takut kedatangannya ditolak oleh ibu Jungsoo.
Kaki gadis itu berhenti tepat didepan pintu kamar Jungsoo. Tidak ada siapa-siapa disana, ia rasa keluarga Jungsoo sedang berada diluar. Min Young memegang pedal pintu namun ia kembali menurunkannya.

“Maafkan aku Jungsoo-ya, aku mencintaimu namun sepertinya cintaku padamu adalah salah. Aku harap kau bisa menemukan wanita selain aku. Sebenarnya ada satu hal bahagia yang ingin kusampaikan saat kau sadar nanti namun sepertinya aku harus memendamnya sendiri saja. Saranghae Jungsoo. Sampai bertemu lagi suatu saat nanti.”

Min Young menghentikan pembicaraannya dengan pintu putih dihadapannya dan berharap Jungsoo mendengar semua perkataannya barusan. Ia kemudian menghela nafasnya dan menganggap dirinya sendiri adalah orang bodoh.

Min Young memegang perutnya sekilas kemudian berjalan meninggalkan kamar itu sebelum ibu Jungsoo datang dan mengusirnya.

Langkah Min Young semakin menjauh dari tempat Jungsoo. Sementara didalam kamarnya Jungsoo mulai menunjukkan sedikit pergerakan di tangannya. Matanya perlahan terbuka dan menatap langit-langit kamar rumah sakit. Kepalanya masih berputar menimbulkan kebingungan didirinya.
Dicarinya sebuah alat pemanggil suster lalu ditekannya berulang kali. Tak lama seorang dokter dan beberapa suster masuk kekamarnya lalu mengecek kondisi badannya.

Yang ada dipikiran Jungsoo saat ini adalah kekasihnya. Shin Min Young yang suaranya baru saja terdengar dan berjanji akan mengatakan sesuatu yang bahagia. Jungsoo menggumamkan sesuatu yang bahkan tak bisa terdengar jelas. Tiba-tiba sebulir airmata mengalir dari matanya untuk alasan yang tidak ia ketahui.

-oo-

Jungsoo meringkuk di pojok kamarnya yang sekarang berantakkan karena ulahnya sendiri. Ibunya baru saja menyerahkan sebuah undangan pernikahan kepadanya. Mungkin jika sahabat atau temannya yang menikah ia akan ikut bahagia namun pada kenyataannya ia melihat nama kekasihnya sendiri di undangan tersebut.

“Kenapa Min Young? Apa salahku!” sungutnya penuh kemirisan dan isakan tangisnya. Wajahnya mulai memerah karena terlalu lama menangis. Ditelungkupkannya kepalanya diatas kasurnya tanpa menghentikan tangisnya. Namun sedetik kemudian ia menyimpulkan sendiri alasan mengapa Min Young memilih pria bernama Choi Siwon itu.

Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju jendela kamarnya. Matanya yang bengkak menerawang ingatannya kembali dan menyesali apa yang telah terjadi. “Andai aku tidak mengajakmu pergi saat itu dan andai kita tidak mengalami kecelakaan itu. Mungkin kau sekarang masih berada disisiku Min Young,” gumam Jungsoo pada semilir angin yang menerpanya.

Sebuah ketukan pintu mengejutkan pria itu. “Masuklah,” perintahnya. Terdengar suara pintu terbuka dan tapakan kaki mendekatinya. “Kamarmu berantakkan sekali Jungsoo-ya,” suara ibunya sedikit tercekat saat melihat mata Jungsoo yang membengkak. “Biarkan saja,” jawab Jungsoo begitu ketus membuat ibunya berdecak.

Hanya karena ditinggal wanita tak tahu diri itu sikap anaknya kini berubah drastis kepadanya. “Kau tidak perlu sedih. Ibu punya pengganti Min Young untukmu,” ujar ibunya penuh dengan kesombongan. Jungsoo masih menatapnya dengan wajah datar.

Dengan lembut ibu Jungsoo membelai lembut kepala anaknya. “Gadis ini bahkan lebih cantik 
 dibanding gadismu dulu Jungsoo. Kau pasti akan menyukainya.”

Jungsoo menepis pelan tangan ibunya yang masih membelai kepalanya. Ada perasaan ingin menolak didalam hatinya namun ia tidak mempunyai alasan jelas untuk melakukan hal itu. “Siapa namanya?” tanya Jungsoo membuat mata ibunya terbelalak bahagia karena bujukkannya berhasil.

“Namanya Han Min Yeul. Dia gadis keturunan China, keluarganya sangat terpandang di China. Dia bahkan sedang melanjutkan studinya di Amerika,” jawab ibunya penuh dengan semangat namun tatapan Jungsoo tetap sama. Kosong.

“Kalau dia sedang studi lalu bagaimana aku bisa bertemu dengannya?” tanya Jungsoo lagi berharap pertanyaannya kali ini bisa membuat ibunya menyudahi cerita panjangnya namun ternyata dugaan pria itu salah. Ibunya justru menjawab semakin lebar, “Kau tenang saja. Keluarganya sengaja membawanya pulang dulu untuk bertemu denganmu. Setelah kalian bertemu dan merasa cocok, dia bisa pulang ke Amerika dan setelah studinya selesai kami akan mempersiapkan pesta pernikahan kalian.”

“Bagaimana kalau kami tidak merasa cocok?” tanya Jungsoo langsung membuat ibunya terkejut. Namun raut tadi berubah lagi menjadi senyum licik yang amat dikenal Jungsoo. “Kau pasti akan menyukainya, percayalah.”

-oo-

“Lalu kau menikah?” Min Young memotong cerita Jungsoo. Pria itu menggeleng, “Dengarkan ceritaku dulu sampai selesai,” pintanya.

Min Young mengangguk sambil mengusap kepala gadis kecil yang kini tidur dipangkuannya. Jungsoo menatap gadis kecil itu lembut. “Jadi ini anakku?” tanya Jungsoo memecahkan kesunyian diantara mereka.

Min Young mengangguk. “Siapa namanya?” tanya Jungsoo lagi sambil tersenyum.

“Park Hye Jung,” jawab Min Young. Jungsoo mengalihkan pandangannya menatap Min Young. “Kau memberikan nama yang indah untuknya.”

Wajah Min Young memerah mendengar pujian Jungsoo. Sudah hampir 4 tahun tak bertemu detak jantungnya berdetak lebih cepat masih seperti dulu. “Tunggu. Bagaimana bisa dia lahir setelah kecelakaan yang menimpa kita?”

Min Young menghela nafasnya. Ia yakin Jungsoo akan menanyakan hal ini. “Kau ingat saat truk akan menghantam mobil kita, kau tiba-tiba melepas seatbelt lalu memelukku dengan cepat? Aku rasa hal itu yang menyelamatkan Hye Jung. Dokter dirumah sakit juga bilang kalau iya tidak menyangka kalau kandunganku selamat,” cerita Min Youn panjang lebar.

Jungsoo membulatkan bola matanya. Ia tak percaya apa yang dilakukannya untuk melindungi Min Young ternyata juga melindungi anaknya. Jungsoo menipiskan jaraknya dengan wajah anaknya lalu mengecup lembut kening Hye Jung membuat gadis kecil itu menggerakkan sedikit badannya.

“Matanya mirip denganmu,” puji Jungsoo.

“Tapi senyumnya lebih mirip denganmu,” lanjut Min Young membuat Jungsoo terkekeh pelan. Keduanya kini saling diam saat Jungsoo menghentikan tawanya. Mereka saling memandang. “Kau mau menikah denganku?” tanya Jungsoo tiba-tiba.

Min Young terkejut mendengar pertanyaan Jungsoo, ingin sekali ia mengangguk menyetujuinya namun ia kembali dengan larangan ibu Jungsoo.

“Tapi ibumu?”

Jungsoo menghela nafasnya berat lalu menatap Min Young. “Ada satu hal yang membuatnya menyesal telah menolak kehadiranmu dulu, Min Young-a.”

-ooOOoo-

Jungsoo sedang mengetik laporan pekerjaannya dilaptopnya saat ibunya masuk kedalam rumah dan secara tiba-tiba membanting tubuhnya diatas sofa empuk diruang tengah. Jungsoo menoleh sekilas lalu meneruskan kembali pekerjaannya.

Ia yakin ibunya sedang kalah dengan wanita paruh baya lain yang mendapatkan kalung berlian limited edition dan bukan barang baru lagi kalau sekarang ibunya kesal seperti ini. Jungsoo memilih bungkam daripada harus bertanya dan mendapat semburan keras yang mengoyakkan telinganya.

“Jungsoo, ibu rasa kau seharusnya membatalkan pernikahanmu,” suara ibunya dikeheningan diantara mereka terdengar membuat Jungsoo menghentikan kegiatannya. Hatinya bersorak riang namun ia tidak mau menunjukkannya.

Waeyo?” tanya Jungsoo.

Terdengar suara desahan berat ibunya sebelum berbicara, “Min Yeul dihamili mantan kekasihnya. Kedua orangtuanya berusaha menyembunyikan ini makanya mereka memaksa ibu menikahkan kalian secepat mungkin,” jelas ibu Jungsoo dengan perasaan sedih.

“Ibu tak sengaja mendengar pembicaraan ibu Min Yeul yang sedang menelpon anaknya dan membicarakan kandungan anaknya itu,” lanjut wanita paruh baya itu lagi. Kali ini giliran Jungsoo yang menghela nafasnya. “Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyanya kemudian.

“Kau tidak perlu melakukan apapun, biar ibu yang membicarakan semuanya. Biar bagaimanapun ini semua salahku,” ujarnya masih dengan nada yang sama. “Min Young ternyata masih lebih baik untukmu.”

Jungsoo mengerutkan keningnya. Ia yakin ibunya baru saja mengatakan sesuatu tentang Min Young. Dilihatnya wanita paruh baya itu yang mulai beranjak dan masuk kedalam kamarnya lalu tersenyum. “Kau memang salah menilai Min Young, ibu.”

-oo-

“Min Young-a hari semakin gelap, aku lebih baik mengantar kalian pulang,” ujar Jungsoo saat mengakhiri ceritanya. Min Young menatap langit dan membenarkan perkataan pria itu. Dipalingkan tatapannya lagi ke Hye Jung yang masih tertidur pulas dipangkuannya.

“Kau tidak perlu mengantar kami Jungsoo-ya,” Min Young menggendong Hye Jung lalu bangkit dari duduknya diikuti oleh Jungsoo. “Wae? Aku tidak ingin kalian kenapa-kenapa dijalan,” sanggahnya mencoba membujuk Min Young lagi.

“Rumahku terlalu kecil. Aku takut kau tidak menyukainya,” ucap Min Young sambil tersenyum namun Jungsoo tetap ngotot untuk mengantar mereka pulang dan pada akhirnya wanita itu memang tidak bisa menolak permintaan Jungsoo.

Suasana hening menjadi atmosfer utama sepanjang perjalanan mereka menuju rumah Min Young. Bahkan keduanya masih mengatup bibir mereka ketika Jungsoo meletakkan Hye Jung di kasur kecilnya.

“Sudah berapa lama kau tinggal disini?” tanya Jungsoo sambil melihat sekeliling rumah Min Young yang kecil, hanya ada satu kamar didalam rumah itupun tidak cukup untuk ditiduri Min Young dan Hye Jung yang mulai tumbuh besar.

“hampir 4 tahun sejak aku memutuskan untuk meninggalkanmu,” jawab Min Young dengan nada sedih. Jungsoo menatap wanita dihadapannya dengan tatapan sedih, ia malu pada Min Young yang membesarkan anaknya seorang diri sedangkan dia hidup enak-enakkan tanpa memikirkan apa yang dimakan mereka sehari-hari.

Jungsoo meraih tangan Min Young dan menggenggamnya erat. “Maafkan aku Min Young-a, maafkan aku yang tidak pernah mencarimu. Maafkan aku yang tidak pernah tahu kenyataan yang terjadi. Maafkan aku sudah menelantarkanmu dan Hye Jung,” ucapnya memelas membuat airmata Min Young menetes.

“Kau tidak perlu meminta maaf Jungsoo-ya. Aku mengerti kondisimu saat itu,” Min Young memberanikan dirinya mengusap lembut wajah Jungsoo yang menunduk dan perlahan terisak.

“Kumohon, kembalilah padaku Min Young. Kembalilah dan menikahlah denganku, kau tidak perlu tinggal ditempat kecil seperti ini lagi. Aku berjanji, aku berjanji akan membahagiakanmu,” Jungsoo terisak membuat 

Min Young semakin deras mengeluarkan airmatanya. Ia tak tahu harus menjawab apa.

Jungsoo menatap Min Young dan menghapus airmata di pipi wanita itu. “Aku takut Jungsoo. Aku takut keluargamu menolakku lagi,” Min Young meragukan keyakinan yang diberikan oleh Jungsoo.

“Aku tidak akan membiarkan mereka mengusirmu lagi dari hidupku. Aku tak akan hanya duduk dan berdiam diri melihatmu menderita seorang diri membesarkan Hye Jung. Kalaupun mereka menolakmu lagi aku akan tetap bersamamu, bagaimanapun keadaannya aku akan tetap bersamamu dan Hye Jung sampai kapanpun.”

Airmata Min Young semakin tumpah tak terkendali mendengar semua ucapan Jungsoo. Keraguan yang tadi sempat merasuk ke dalam hatinya kini menguap menyisakan keyakinan yang begitu pasti.

Isakan tangisnya perlahan mereda dan sebuah sunggingan senyum terbingkai indah di wajah manisnya. “Aku mau menikah denganmu.”

-ooOOoo-

Suara iringan pernikahan mengaung diseluruh gereja tempat dimana Min Young berjalan diiringi tebaran bunga yang dilempari gadis kecil kesayangannya menuju altar tempat kekasih yang akan menjadi suami seumur hidupnya menunggu dengan senyuman yang selalu memabukkan baginya.

Perlahan Jungsoo mengulurkan tangannya kehadapan wanita itu saat gadis kesayangan mereka menepi didekat neneknya yang tengah tersenyum haru. Diraih dan digenggamnya erat tangan Jungsoo yang mulai berkeringat karena grogi.

Keduanya menghembuskan nafas bersamaan saat akan memulai mengucapkan janji abadi mereka. “Mulai sekarang kalian adalah pasangan suami-isteri yang sah,” ucapan pendeta yang diikuti suara tepuk tangan riuh tamu undangan melegakan kedua pasangan diatas altar itu.

Keduanya kembali berhadapan dan menyematkan cincin di jari manis masing-masing menandakan berakhirnya masa lalu juga penantian mereka dan mengawali kehidupan baru penuh kebahagiaan.

Suara tepuk tangan kembali bergemuruh saat keduanya melepas ciuman hangat mereka. “Aku tak akan membiarkanmu pergi lagi. Aku berjanji,” ucap Jungsoo sebelum ia kembali melumat bibir Min Young.

THE END.

Jumat, 06 April 2012

Triangle Love (Part 1)

Karya : Altha Swita Abrianto di 10:20 PM 0 komentar


“Jadi kau benar-benar akan tinggal di Gunung Bukhan?” tanya Zhoumi disela kegiatannya membantu Taerin mengemasi barang-barang gadis itu yang bersikukuh untuk tetap tinggal di Gunung Bukhan seminggu setelah kelulusan mereka.

A Day (SongFict)

Karya : Altha Swita Abrianto di 10:14 PM 0 komentar


You always ask, how much I love you
Sometimes, you get worried about the far ahead future

Don't worry, don't torture yourself
You are my perfect love

“Kau mencintaiku Cho Kyuhyun-a?” tanya Soo Ki saat aku menggenggam tangannya. Aku memandangi matanya yang selalu teduh dengan cinta yang ia berikan untukku. “Kenapa kau selalu bertanya seperti itu?” tanyaku sambil terus menatap matanya yang indah. Kulihat kepala Soo Ki menggeleng, menunjukkan bahwa ia benar-benar tidak tahu mengapa bibirnya selalu menanyakan pertanyaan yang sama.

Jumat, 16 Maret 2012

My Wedding without you

Karya : Altha Swita Abrianto di 9:28 PM 0 komentar

Aku mengendarai mobilku menuju rumah kekasihku, kekasih yang selama 3 tahun selalu menemaniku dan selalu mendukungku. Bagiku dia kekasih yang sejati, kekasih yang tak akan mampu aku temui lagi di sudut benua manapun.
Dia yang mampu mengubahku dari sosok yang tak berarti dimasa lalu menjadi seorang yang berhasil sekarang ini. Namanya Hyerin, Shin Hyerin. Gadis cantik serupa dengan bidadari ini membuatku sadar bahwa dunia ini indah dan sangat sia-sia bagiku untuk merusaknya.
Senyumnya yang manis yang membuatku kadang tak bisa tidur hanya karena membayangkannya.

Jumat, 02 Maret 2012

First Love [Donghae Version] - SongFict

Karya : Altha Swita Abrianto di 8:32 PM 0 komentar

Title : First Love. Donghae Version (SongFict)
Author : AltRiseSilver
Cast : Lee Donghae, You
Genre : Romance
Rating : General


I'm your only oppa
You're my only girl
I will always be by your side

I'm your only oppa
Our love is so sweet
Oppa will only love you

“Donghae-ya,” panggil seseorang dari arah belakangku, aku menoleh. Seorang gadis yang mencuri hatiku sejak 6 tahun yang lalu berlari mengejar langkahku. “Panggil aku Oppa!” bentakku pelan saat ia berada disampingku, nafasnya terengah-engah. Aku sangat tahu kalau ia sangat benci berlari dan kakinya yang kecil itulah yang membuat larinya pendek-pendek.

“Aku tidak mau!” sergahnya masih tetap terengah-engah mengatur nafas. Aku merangkul pundaknya dan menuntunnya duduk di sebuah bangku yang tersedia di taman kampus. “Tunggu disini, aku segera kembali,” kataku padanya. Dia menatapku dan memanggilku namun aku tetap berjalan menuju kantin dan membelikan sebotol air mineral untuknya.

“Ini,” kataku sambil menyerahkan botol itu. Dia menatapku lalu meraih botol itu dan meminumnya hingga setengah. “Kau haus atau kelelahan?” tanyaku.

Dia hanya tersenyum lebar, memperlihatkan rentetan giginya yang putih dan rapi. Aku tersenyum lalu mengacak-acak rambutnya gemas. “Ya! Aku kan sudah merapikan rambutku, jangan hancurkan dandanku,” katanya dengan nada sebal sambil merapikan rambutnya.

Aku tertawa renyah. “Kau berdandan untukku?” tanyaku.

Dia melirikku lalu menjitak kepalaku pelan. “Percaya diri sekali kau ini, aku berdandan hanya untuk Mr. Kim” jawabnya sambil mengeluarkan seulas senyuman yang membuatku tak pernah bisa berhenti menghapusnya dari otakku.

Aku menatapnya kesal, aku tahu ia tidak bersungguh-sungguh berdandan untuk seorang dosen menyebalkan bernama Kim Heechul itu namun tetap saja bagiku itu bukan candaan yang bagus, dia gagal membuatku tertawa. Aku mendesah pelan.

“Aku ini Oppa-mu kan? Harusnya kau berdandan untukku bukan untuknya,” kataku dengan nada kecewa.

Dia menatapku sambil tetap tersenyum, sepertinya ia senang telah mengerjaiku. “Aku tidak suka senyummu itu,” kataku. Aku mengalihkan pandanganku darinya dan menatap pepohonan ditaman ini, dia sukses membuatku cemburu dan aku tidak ingin ia mengetahuinya.

Aku tidak tahu apa yang dilakukannya sekarang, aku tidak mau menatapnya. Perlahan aku merasakan bahu sebelah kananku sedikit berat dan leherku tergelitik oleh rambut. Aku menoleh perlahan. Dia sedang menidurkan kepalanya di bahuku. “Saranghaeyo,” ucapnya perlahan namun dapat terdengar jelas di telingaku.
Aku tersenyum sekilas lalu melihat sebuah cincin yang dijadikannya liontin dikalungnya. Cincin saat pertama kali aku memintanya untuk menjadi kekasihku, cincin dengan ukiran namaku dan nama dirinya disana.

On February 2, 2006, you came to me like white snow
I remember you - even the slightest tremble
To you who leaned against me and fell fast asleep,
On your lips, I planted a sweet kiss

Aku menggenggam lembut tangannya. Hangat dan akan selalu hangat. Pikiranku tiba-tiba melayang pada sebuah memori kecil 6 tahun lalu. Memori saat ia masuk ke dalam kehidupanku dan membuat hidupku jauh lebih indah dari sebelumnya.

Flashback

“Permisi, aku dari Kimchi Restaurant mengantarkan makanan,” sapa seseorang dari balik pintu apartementku. Aku beranjak dari tempatku dan segera berlari menuju pintu, perutku sangat lapar dan membutuhkan asupan secepatnya.

“Selamat malam tuan,” sapa seorang gadis dengan sebuah bungkusan ditangannya saat aku membuka pintu apartementku.

Tak ada sapaan balasan yang keluar dari mulutku, aku terlalu fokus menatap mata bulat indah milik gadis itu. “Tuan?”

Sebuah tangan bergoyang didepanku dan membuatku kembali ke alam sadarku. Aku tersenyum padanya yang sudah terlebih dahulu tersenyum padaku. “Ini,” kataku sambil menyerahkan beberapa lembar uang kepadanya.

Dia sendiri menyerahkan bungkusan yang dipegangnya kepadaku.

“Terimakasih atas pesanannya,” katanya begitu ramah sambil membungkuk. Aku hanya tersenyum memandang wajahnya yang begitu hangat.

Saat dia berbalik dan meninggalkan tempatku, aku memanggilnya. “Ada apa tuan?” tanyanya sambil berjalan kembali ketempatnya. Aku terdiam, aku sendiri bingung kenapa aku memanggilnya, aku hanya ingin memandanginya lebih lama.

“Siapa namamu?” tanyaku.

Dia terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku namun senyumnya kembali mengembang diwajahnya yang manis.

“Aku diperingatkan oleh orangtuaku untuk tidak memberitahu namaku pada orang asing, maaf,” jawabnya sambil membungkuk kemudian pergi meninggalkanku. Benar-benar menghilang dari balik lift.
Aku tertawa kecil. “Apa katanya? Orang asing? Lihat saja, aku tidak akan menjadi orang asing baginya,” kataku percaya diri sambil menutup pintu dan mulai mengeluarkan makanan pesananku.

-          3 bulan setelahnya –

“Please be mine,” kataku sambil mengulurkan tanganku yang menggenggam sebuah kotak berisi sebuah cincin dengan ukiran namaku dan namanya disana. Dia tersenyum, seolah menganggap apa yang aku katakana tadi hanya sebuah lelucon.

“Jangan bercanda Donghae-sshi,” katanya menggunakan panggilan formal. Aku menghela nafasku. “Kalau kau menerimaku, ambil cincin ini lalu kaitkan di jemari tengahmu. Kalau kau menolakku, ambil cincin ini lalu buanglah ke danau itu,” kataku lagi sambil menunjuk dengan dagu sebuah danau besar dihadapan kami.

Dia terperanjat, benar-benar tak menyangka aku akan mengatakan hal yang seserius itu. 3 bulan aku mengenalnya, mencoba mendekatinya, mengenalnya lebih jauh dan dalam kurun waktu singkat aku berani mengambil keputusan untuk menjadikannya milikku.

Dia menatap benda berkilauan ditanganku kemudian meraihnya perlahan. Aku memasukkan tanganku kedalam saku celana, siap menerima apa yang akan dijadikan keputusannya.
Berulang kali ia memandangku dan cincin itu secara bergantian, keraguan terlihat jelas dari pancaran matanya.

Aku menundukkan kepalaku seperti seorang pengecut. Aku benar-benar tidak berani menatap apa yang akan dilakukannya. Hingga beberapa menit tak ada yang dilakukannya, aku tak mendengar suara gemericik air namun aku juga tidak mendengar dia mengatakan sesuatu.

Aku mendongakkan kepalaku, menatap wajahnya yang kini terhias dengan sebuah senyuman yang selalu mampu membuatku gila. Kulihat kedua tangannya disembunyikan dibalik punggungnya. Aku tersenyum tipis.

“Kemana cincinku?” tanyaku dengan wajah yang dibuat keheranan. “Sudah kubuang,” jawabnya dengan nada sendu.

Aku meminimaliskan jarak kami. “Aku tidak mendengar suara gemericik air,” kataku sambil membelai wajahnya yang mulus dan putih. Kulihat ia seperti sedang menahan senyumannya teruari diwajahnya itu.

“Boleh kulihat kedua tanganmu?” tanyaku dengan senyum jahil. Berhasil, ia sekarang tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Kenapa? Apa ada yang kau sembunyikan?” tanyaku lagi padanya seraya mencoba melihat apa yang disembunyikannya. Dia melangkah mundur, mencoba menjauh dariku agar aku tidak bisa melihat. Aku tersenyum riang lalu melangkah mendekatinya. Semakin aku mencoba mendekat semakin berusaha dia menjauh dariku namun langkahnya yang kecil tentu tidak sebanding dengan langkah kakiku. Aku menangkapnya lebih tepatnya merengkuh pundaknya mendekat kepadaku.

Bisa kurasakan degup jantungnya sedang beradu kecepatan dengan jantungku. Aku menatap matanya yang juga sedang memandangku. “Donghae-sshi,” panggilnya.

Aku hanya tersenyum. “Panggil aku Oppa mulai sekarang,” kataku sambil menjauhkan jarak kami. Dia menggeleng kuat, tangannya masih tetap bersembunyi dibalik punggungnya. Aku meraih tangannya dan menatap cincin indah di jari manisnya.

“Panggil aku Oppa mulai sekarang,” ulangku lagi. Dia masih menggeleng.

“Panggil aku Oppa atau kau akan,”

“Akan apa?” timpalnya memotong pembicaraanku.

“Kau akan menerima akibatnya,” jawabku dengan senyuman jahil. Dia menatapku penuh kecurigaan kemudian berlari meninggalkanku. “Kya! Donghae-sshi mulai menggila!” teriaknya.

Aku menatapnya heran, apa katanya? Aku gila? Dan kenapa dia masih memanggilku Donghae-sshi? Err dasar yeoja keras kepala. “Ya! Panggil aku Oppa!!” bentakku kemudian berlari mengejarnya yang terus menjauh dariku.

Flashback end

“Donghae-ya,” panggil seseorang disampingku. Gadis ini, rupanya dia tertidur. “Panggil aku Oppa,” kataku mengulang permintaanku selama bertahun-tahun.

Ara ara.. Oppa, aku lapar,” katanya seraya menegakkan badannya.

Aku bangkit dari dudukku lalu mengulurkan tangan. “Kajja.”

“Kemana?” tanyanya, aku rasa dia belum sepenuhnya masuk kedalam dunia sadar. “Tentu saja pulang kerumah, kau lapar kan?”” kataku. “Tapi aku masih ada kelas,” jawabnya.

“Mata kuliah siapa?” tanyaku penasaran.

“Mr. Kim,” jawabnya malas. Aku tersenyum. “Kajja, kita pulang saja, aku tahu kau tidak pernah semangat dengan mata kuliahnya,” kataku sambil mengulurkan tanganku lagi padanya. Dia tersenyum kemudian meraih uluran tanganku lalu kami bergandengan menuju rumah kami.
Ya, rumah kami. Masih teringat bagaimana pertama kali saat kami menghuni rumah sederhana itu.

Flashback

“TADA!”

Aku membuka tanganku yang menutupi matanya. “Apa ini rumah kita?” tanyanya untuk pertama kali saat melihat sebuah rumah sederhana dihadapannya. Aku mengangguk. “Ayo masuk,” ajakku.

Aku menggandeng tangannya dan melenggang masuk kedalam rumah kami. Didalamnya sudah penuh dengan perabotan yang rapi berada ditempatnya, sebulan sebelumnya aku telah merapikan rumah ini dan menjadikannya kejutan dihari ulangtahun gadisku yang tengah menikmati pemandangan matanya.

“Kau suka?” tanyaku.

Dia mengangguk sambil tetap memandang semua perabotan. “Aku ingin melihat dapurnya,” katanya sambil berlalu. Aku membiarkannya masuk kedalam bagian rumah yang lain.

“Kya! Oppa aku menyukainya!” teriaknya dari dalam satu bagian rumah kami. Aku menghampirinya, dia sekarang berada didalam kamar kami. Ada sebuah kasur besar disana, namun bukan itu yang membuatnya terkejut tapi jendela besar yang menghadap ke sebuah taman yang aku buat untuknya.

“Aku akan kebelakang dulu,” katanya bersemangat sesaat setelah aku memasuki kamar. Ia keluar kamar dan tak lama aku menemukan dirinya tengah memandangi semua bunga yang kutanam untuknya di taman itu.

“Ya! Donghae-ya, kemari,” katanya sambil mengibaskan tangan padaku. Aku melakukan permintaannya. “Panggil aku Oppa,” kataku saat berada disampingnya. “Arassoe.. Kau lihat bunga ini? Aish kenapa begitu indah,” katanya sambil mengambil sebuah pot bunga dan menunjukkannya padaku, dia benar-benar tidak mempedulikan perkataanku tadi.

“Kau suka?” tanyaku.

Dia menoleh kearahku dan mengangguk. “Gomawo,” ujarnya kemudian dia memelukku.

Aku membalas pelukannya sambil sesekali mengelus rambutnya. “Ini sangat indah,” katanya disela pelukan kami.

Aku merengangkan pelukan kami dan memandangnya. “Menurutmu ini indah?” tanyaku, dia mengangguk. “Menurutku tidak, karena masih ada hal yang lebih indah daripada ini semua,” kataku.

“Apa itu?” tanyanya penasaran.

“Dirimu,” kataku. Berbarengan dengan jawabanku, aku mendekatkan wajahku padanya, menatap lekat matanya dan merasakan nafasnya menerpa wajahku. Aku tak melihat lagi ekspresi wajah gadisku ini saat bibir kami saling bertautan mesra.

Flashback end

I can only tell you that I love you
I can only tell you that I love you
This is all I can give to you

Eomma pulang,” sapanya saat kami memasuki rumah. Aku mengerutkan kening, tak ada sapaan balik untuknya. “Kau mengucapkan salam pada siapa?” tanyaku.

Dia menatapku sambil menunjukkan seringai senyumnya. “Calon anak-anak kita,” jawabnya polos. Aku menghampirinya dan memegang perutnya, “Kau hamil?” tanyaku dengan segala perasaan yang campur aduk.

Dia menggeleng. “Kita kan sudah berkomitmen tidak akan mempunyai anak sebelum kuliah kita selesai,” katanya. Aku menunduk lemas, kuakui kata-katanya benar, aku sendiri bahkan yang membuat kesepakatan itu. Walau sudah menjadi seorang komposer dan pencipta lagu aku masih takut untuk mempunyai anak disaat kami masih kuliah seperti ini.

“Hey, kenapa termenung?” tanyanya. Tangannya mengangkat wajahku.

“Tiba-tiba aku ingin membatalkan komitmen itu,” ujarku membuatnya tersentak ditempatnya.

“Aku tidak mau, kau laki-laki ‘kan? Seharusnya kau tidak mengingkari janjimu sendiri, aku tidak mau kau menjadi laki-laki seperti itu,” jawabnya dengan nada tegas. Aku memandanginya. Merengkuh pundaknya lalu memeluknya erat. “Aku mencintaimu,” ujarku. Didalam pelukanku, aku bisa merasakan kepalanya mengangguk.

Snow is falling outside the window
Underneath the streetlight
You and I are there

I'm your only oppa
You're my only girl
Oppa only wants to love you

Oppa, kemarilah,” panggil gadisku yang sedang terduduk didepan jendela. “Ada apa?” tanyaku tanpa melepas pandanganku dari komputer yang membuatku sibuk. “Cepat, kemarilah,” panggilnya lagi.

Aku mendongakkan kepalaku dan melihatnya masih sibuk memandang kearah luar. Aku menghampirinya. “Ada apa sayang?” tanyaku.

“Lihat, salju mulai turun,” ujarnya senang. Aku menatap keluar, benar apa yang dikatakannya, salju putih itu perlahan turun dan menabrakkan dirinya ke tanah. “Aku selalu suka musim dingin,” katanya lagi. Aku mengecup puncak kepalanya.

“Aku tahu,” ujarku.

“Sayang, lihat aku,” kataku dengan nada serius. Dia menoleh dan menatapku dengan tatapan bingung. “Wae?” tanyanya bingung. Aku memandanginya, menyentuh pipinya dan mengelusnya. “Panggil aku Oppa setelah kita punya anak, jangan ajarkan hal yang buruk pada anak kita nanti,” ujarku.

Dia tertawa kecil.

Ara ara, aku akan menurutinya Oppa,” jawabnya. Aku mencubit pipinya gemas. “Dasar gadis badung,” kataku. Dia masih tertawa kali ini lebih besar.

“Tapi berjanjilah padaku satu hal,” pintanya. Aku mengerutkan kening. Selama 6 tahun kami bersama baru kali ini ia memintaku untuk berjanji. Aku mengangguk. “Cintamu harus terus bertambah saat aku memanggil Oppa,” katanya.

Aku tersenyum memamerkan gigiku. “Tidak perlu kau pinta cintaku ini akan terus untukmu, apa yang ada dihatiku ini adalah milikmu, semua tentangmu sudah terekam manis dalam otakku dan hatiku jadi kau tidak perlu takut aku melupakanmu atau meninggalkanmu, aku hanya mencintaimu,” jawabku panjang lebar.

Dia tersenyum lalu menghamburkan tubuhnya ke pelukanku. “Hanya kau yang membuatku buta seperti ini sayang,” bisikku ditelinganya. Ia tersipu. “Dan hanya kau yang membuatku tidak mampu melepasmu, Oppa.”

The End.

Kamis, 01 Maret 2012

Triangle Love [Prolog]

Karya : Altha Swita Abrianto di 7:15 PM 0 komentar
 Mataku berkunang-kunang..
Layar putih yang mengelilingiku berubah menjadi layar hitam..

 Aku tercekat..
Mataku menerawang.. Mencari siapapun yang aku kenal

Kosong.
Ruangan hitam ini kosong!

Aku ingin berteriak, namun suaraku tertahan ditenggorokkan.
Aku mulai memejamkan mataku..
 Berharap saat membukanya aku akan menemukan titik cahaya yang membantu..

Ku buka perlahan..
Kilatan cahaya terpantul di retina mataku..
"Ah." Akhirnya suaraku keluar juga.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, menyesuaikan dengan cahaya yang terang itu.
"A-Aku dimana?" tanyaku pada langit-langit kosong.
Tak ada yang menjawab.

Aku terduduk. Melihat sekelilingku,
Namun aku tidak tahu dimana keberadaanku.

Aku menyentuh punggungku. Aku merasakan ada yang hilang.
"Apa? Aku kehilangan apa?" tanyaku pada ruangan itu.

Aku mulai beranjak. Berjalan menuju cermin di dinding sebelah sana.
"Apa itu aku?" tanyaku saat pantulan cermin menunjukkan sosok seorang gadis disana.

Aku menyentuh wajahku, memandang tak percaya kearah sana.
"Ini bukan aku, ini bukan diriku."

Selasa, 28 Februari 2012

My love stay with you [Part 2-End]

Karya : Altha Swita Abrianto di 10:06 PM 0 komentar
Poster By : Shim Soomi @ http://fanfictionloverz.wordpress.com/

 
Sudah hampir 3 bulan Kangin tidak menemui Hanna, bukannya tidak ingin namun ia merasa takut untuk bertemu dengan gadis manis tersebut. Kangin mendekap wajahnya dibantalnya yang empuk, Kyuhyun si raja iseng menggoyangkan badannya. “Hyung, sedang apa kau?” tanya Kyuhyun tanpa memperdulikan mood Kangin.

            “Jangan ganggu aku anak nakal,” jawab Kangin.

            Memang dasarnya Kyuhyun sedang jahil ia mengguncangkan kembali tubuh Kangin. “Hyung, temani aku bermain game,” bujuknya tak mau tahu. Kangin mendongakkan wajahnya kesal dan menatap Kyuhyun yang menatapnya dengan wajah aegyo-nya. “Aku tidak mau,” Kangin membenamkan wajahnya lagi.

Copy Paste hukumannya di penjara 5 tahun lho :). Diberdayakan oleh Blogger.
 

A L T R I S E S I L V E R Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting