Selasa, 12 April 2011

Kesepian itu indah

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 9:00 PM 0 komentar
Pernah ngerasa sendiri?
Kalau ada kata diatas kata kesepian mungkin kata itu yang akan kupakai untuk menggambarkan suasana hatiku saat ini. Memang banyak orang disekitarku, mengelilingiku dan tanpa kusadari memberi warna dalam kehidupanku.

Namun, jauh di dalam lubuk hati yang paling dalam aku merasakan kesepian yang oranglain tidak mengetahuinya.

Kesepian bagiku seperti koin yang memiliki 2 sisi. Kadang di butuhkan kadang pula ingin di enyahkan.
Namun bagiku kesepian itu indah, mampu menciptakan sebuah sisi lain dari seorang anak manusia.
Sebuah sisi yang bisa dilihat hanya saat kesepian itu datang


Bagi yang merasa kesepian ditulis dengan penuh rasa ketidakpastian

Senin, 11 April 2011

Tak tau makna = Buta

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 8:43 PM 0 komentar
Menciptakan sebuah rasa tanpa tau maknanya sama saja melihat dalam ruangan tanpa lampu. Gelap. Tak tau harus kemana. Bukan keinginanku untuk besar dari keluarga broken home, semua orang mencibir, menjauhi dan memusuhi seakan perceraian adalah sebuah aib.

Mereka tak sesungguhnya mengerti apa itu arti perpisahan atau perceraian dan yang mereka mengerti hanyalah ketidakmampuan keduanya untuk menjalani kehidupan. Untuk apa mereka menikah kalau harus berakhir dengan perceraian, bukaknkah pernikahan itu di tuntut untuk saling bersama hingga Tuhan yang memisahkan mereka?!

Perceraian 5 tahun itu membuatku tak mudah untuk memercayai orang-orang yang dekat denganku. Sejak kecilpun aku tak mempunyai teman, tak ada yang mau berteman tepatnya. Entah apa yang salah dengan diriku. Aku tumbuh dengan berbagai hinaan dan cacian orang-orang, membuatku selalu sinis kepada oranglain.

Saat di jalan atau dimanapun aku berada dan ada oranglain melihatku dengan tatapan aneh, aku selalu menatap balik dengan tatapan "apa! Ada yang salah sama gue?!". Sejak 5 tahun yang lalu aku memilih tinggal sendiri di sebuah kost-kostan dekat kampus.
Sebenarnya aku punya kakak. Laki-laki. Tampan dan cerdas. Namun perceraian 5 tahun lalu membuatnya jelek dan bodoh dari hari ke hari.

Ia pergi. Selamanya. Meninggalkan tangis dan luka semakin dalam untukku. 5 tahun yang merubah segalanya. Tawa menjadi duka dan semakin perih rasanya.

2 tahun lalu, ayah menikah lagi dengan seorang perempuan muda beranak 1, memiliki kesenangan sendiri diatas duka anaknya. Baru setahun umur mereka, ayah terkena stroke dan melumpuhkan hampir semua anggota tubuhnya.
Istri baru yang masih muda itu tak sanggu mengurusi ayah, sebulan kemudian mereka bercerai. Aku yang akhirnya mengurusi semua kebutuhan ayah selama ia sakit. Ibu membantu? Tidak, ia malah sibuk mengurusi pernikahannya dengan seorang pengusaha sukses dari Medan.

Akan ada bahagia lagi diatas penderitaan yang panjang ini. Saat pernikahan mereka aku sengaja tidak datang. Untuk apa? Memperlakukan diri sendiri? Sudah cukup bagiku mendengar cacian banyak orang.
Ibu habis-habisan memakiku karena ketidakhadiranku, baginya tidak sopan. Aku menjawab pertanyaannya dengan enteng "untuk apa? Bersenang-senang diatas penderitaan ayah?"

Wajahnya berubah makin garang, tangannya siap menamparku. Wajahku yang masih tegak menatapnya dan seakan menantangnya membuat nyalinya surut untuk menamparku, dengan kesal dia beranjak pergi meninggalkan rumah ayah.

4 bulan berlalu, ayah tak sanggup lagi menahan deritanya. Ia pergi. Menyusul mas Ari yang telah tinggal di surga. Kembali. Luka itu tergores panjang di hati ini.
Ibu masih bahagia dengan pernikahannya, bahkan yang aku dengar dia telah hamil padahal yang aku tau umur ibu bukan umur yang bagus lagi untuk hamil. Aku akhirnya kembali ke kost-kostan kecilku dan kembali memulai kesendirian.

Dari awal aku sudah bilang, menciptakan sebuah perasaan tanpa tau maknanya sama saja buta. Dan itu yang kini terjadi dengan ibuku, suami barunya ternyata memiliki istri dan ibuku habis di teror oleh perempuan gila itu. Akhirnya mereka bercerai dan sang mantan suami meninggalkan ibu dengan perut bunctitnya yang semakin hari semakin besar, tanpa uang tanpa makanan.

Akhirnya aku yang mengurus ibu, mengantarnya kontrol dan membelikan makanan-makanan yang diinginkan si bayi. Dokter sebenarnya sudah bilang kalau ibu tidak bisa melahirkan lagi, kalaupun ia resikonya kecil. Namun ibu bersikeras, ia ingin melahirkan anaknya yang notabane adalah adik tiriku.
Persalinan berjalan, aku menunggu diluar dengan gusar, mondar-mandir sepanjang koridor sambil meremas-remas tanganku sendiri.

Dokter keluar ruang persalinan namun aku tak mendengar sedikitpun suara tangisan bayi dari dalam sana. Aku memperhatikan wajahnya, ada kemuraman disana dan tanpa ia bilanngpun aku sudah tau jawabannya.
Kemudian aku masuk kesana, kulihat ibuku dan anaknya yang tertidur tenang. Abadi.

***

Selesai pemakaman ibu, aku kembali ke kost-kostanku yang kecil dan sederhana, mengemasi pakaianku. Aku akan pergi, kota ini terlalu banyak kenangan buruk tentang keluargaku.
Kota lain mungkin akan menjadi kota terbaik nantinya untukku. Namun aku tak yakin aku mampu mempercayai oranglain setelah kematian orang-orang disekitarku.


Kisah fiksi dengan beberapa kisah nyata di dalamnya.

Selasa, 12 April 2011

Kesepian itu indah

Karya : Altha Swita Abrianto di 9:00 PM 0 komentar
Pernah ngerasa sendiri?
Kalau ada kata diatas kata kesepian mungkin kata itu yang akan kupakai untuk menggambarkan suasana hatiku saat ini. Memang banyak orang disekitarku, mengelilingiku dan tanpa kusadari memberi warna dalam kehidupanku.

Namun, jauh di dalam lubuk hati yang paling dalam aku merasakan kesepian yang oranglain tidak mengetahuinya.

Kesepian bagiku seperti koin yang memiliki 2 sisi. Kadang di butuhkan kadang pula ingin di enyahkan.
Namun bagiku kesepian itu indah, mampu menciptakan sebuah sisi lain dari seorang anak manusia.
Sebuah sisi yang bisa dilihat hanya saat kesepian itu datang


Bagi yang merasa kesepian ditulis dengan penuh rasa ketidakpastian

Senin, 11 April 2011

Tak tau makna = Buta

Karya : Altha Swita Abrianto di 8:43 PM 0 komentar
Menciptakan sebuah rasa tanpa tau maknanya sama saja melihat dalam ruangan tanpa lampu. Gelap. Tak tau harus kemana. Bukan keinginanku untuk besar dari keluarga broken home, semua orang mencibir, menjauhi dan memusuhi seakan perceraian adalah sebuah aib.

Mereka tak sesungguhnya mengerti apa itu arti perpisahan atau perceraian dan yang mereka mengerti hanyalah ketidakmampuan keduanya untuk menjalani kehidupan. Untuk apa mereka menikah kalau harus berakhir dengan perceraian, bukaknkah pernikahan itu di tuntut untuk saling bersama hingga Tuhan yang memisahkan mereka?!

Perceraian 5 tahun itu membuatku tak mudah untuk memercayai orang-orang yang dekat denganku. Sejak kecilpun aku tak mempunyai teman, tak ada yang mau berteman tepatnya. Entah apa yang salah dengan diriku. Aku tumbuh dengan berbagai hinaan dan cacian orang-orang, membuatku selalu sinis kepada oranglain.

Saat di jalan atau dimanapun aku berada dan ada oranglain melihatku dengan tatapan aneh, aku selalu menatap balik dengan tatapan "apa! Ada yang salah sama gue?!". Sejak 5 tahun yang lalu aku memilih tinggal sendiri di sebuah kost-kostan dekat kampus.
Sebenarnya aku punya kakak. Laki-laki. Tampan dan cerdas. Namun perceraian 5 tahun lalu membuatnya jelek dan bodoh dari hari ke hari.

Ia pergi. Selamanya. Meninggalkan tangis dan luka semakin dalam untukku. 5 tahun yang merubah segalanya. Tawa menjadi duka dan semakin perih rasanya.

2 tahun lalu, ayah menikah lagi dengan seorang perempuan muda beranak 1, memiliki kesenangan sendiri diatas duka anaknya. Baru setahun umur mereka, ayah terkena stroke dan melumpuhkan hampir semua anggota tubuhnya.
Istri baru yang masih muda itu tak sanggu mengurusi ayah, sebulan kemudian mereka bercerai. Aku yang akhirnya mengurusi semua kebutuhan ayah selama ia sakit. Ibu membantu? Tidak, ia malah sibuk mengurusi pernikahannya dengan seorang pengusaha sukses dari Medan.

Akan ada bahagia lagi diatas penderitaan yang panjang ini. Saat pernikahan mereka aku sengaja tidak datang. Untuk apa? Memperlakukan diri sendiri? Sudah cukup bagiku mendengar cacian banyak orang.
Ibu habis-habisan memakiku karena ketidakhadiranku, baginya tidak sopan. Aku menjawab pertanyaannya dengan enteng "untuk apa? Bersenang-senang diatas penderitaan ayah?"

Wajahnya berubah makin garang, tangannya siap menamparku. Wajahku yang masih tegak menatapnya dan seakan menantangnya membuat nyalinya surut untuk menamparku, dengan kesal dia beranjak pergi meninggalkan rumah ayah.

4 bulan berlalu, ayah tak sanggup lagi menahan deritanya. Ia pergi. Menyusul mas Ari yang telah tinggal di surga. Kembali. Luka itu tergores panjang di hati ini.
Ibu masih bahagia dengan pernikahannya, bahkan yang aku dengar dia telah hamil padahal yang aku tau umur ibu bukan umur yang bagus lagi untuk hamil. Aku akhirnya kembali ke kost-kostan kecilku dan kembali memulai kesendirian.

Dari awal aku sudah bilang, menciptakan sebuah perasaan tanpa tau maknanya sama saja buta. Dan itu yang kini terjadi dengan ibuku, suami barunya ternyata memiliki istri dan ibuku habis di teror oleh perempuan gila itu. Akhirnya mereka bercerai dan sang mantan suami meninggalkan ibu dengan perut bunctitnya yang semakin hari semakin besar, tanpa uang tanpa makanan.

Akhirnya aku yang mengurus ibu, mengantarnya kontrol dan membelikan makanan-makanan yang diinginkan si bayi. Dokter sebenarnya sudah bilang kalau ibu tidak bisa melahirkan lagi, kalaupun ia resikonya kecil. Namun ibu bersikeras, ia ingin melahirkan anaknya yang notabane adalah adik tiriku.
Persalinan berjalan, aku menunggu diluar dengan gusar, mondar-mandir sepanjang koridor sambil meremas-remas tanganku sendiri.

Dokter keluar ruang persalinan namun aku tak mendengar sedikitpun suara tangisan bayi dari dalam sana. Aku memperhatikan wajahnya, ada kemuraman disana dan tanpa ia bilanngpun aku sudah tau jawabannya.
Kemudian aku masuk kesana, kulihat ibuku dan anaknya yang tertidur tenang. Abadi.

***

Selesai pemakaman ibu, aku kembali ke kost-kostanku yang kecil dan sederhana, mengemasi pakaianku. Aku akan pergi, kota ini terlalu banyak kenangan buruk tentang keluargaku.
Kota lain mungkin akan menjadi kota terbaik nantinya untukku. Namun aku tak yakin aku mampu mempercayai oranglain setelah kematian orang-orang disekitarku.


Kisah fiksi dengan beberapa kisah nyata di dalamnya.
Copy Paste hukumannya di penjara 5 tahun lho :). Diberdayakan oleh Blogger.
 

A L T R I S E S I L V E R Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting