Jumat, 06 April 2012

Triangle Love (Part 1)

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 10:20 PM


“Jadi kau benar-benar akan tinggal di Gunung Bukhan?” tanya Zhoumi disela kegiatannya membantu Taerin mengemasi barang-barang gadis itu yang bersikukuh untuk tetap tinggal di Gunung Bukhan seminggu setelah kelulusan mereka.


“Lalu menurutmu untuk apa aku memintamu untuk membantuku?” tanya Taerin sedikit ketus, ia sebal ditanyai pertanyaan yang sama oleh pria tinggi disampingnya ini. “Aku tinggal bersamamu ya?” Zhoumi mencetuskan permintaan yang aneh membuat Taerin menghentikan aktifitasnya lalu memandang Zhoumi.

“Kau hanya bertugas mengantarku kesana, tidak untuk tinggal bersamaku,” ucap Taerin mantap kemudian mengemasi barang-barangnya lagi. Zhoumi menghempaskan nafasnya, ia tidak kehabisan akal untuk mencegah Taerin untuk tinggal disana.

“Untuk apa sih kau kesana? Kau tidak ingin bekerja? Kalau nanti disana ada binatang buas yang mengganggumu bagai—“

“Zhoumi-ya!” bentak Taerin membuat Zhoumi menghentikan pertanyaan anehnya. “Gunung Bukhan dan Seoul itu dekat, kau tidak perlu takut,” lanjut Taerin kesal. Keduanya masih saling berpandangan kemudian Zhoumi berdehem dan meninggalkan Taerin sendirian.

Pikirannya kacau, begitu juga dengan Taerin. Masing-masing mempunyai alasan yang kuat untuk mempertahankan prinsipnya.

Selama beberapa bulan terakhir Taerin lebih sering mendengar namanya dipanggil seseorang dari arah Gunung Bukhan dan dengan kelulusannya ia ingin segera pergi kesana untuk memastikan siapa yang memanggilnya.

Sedangkan Zhoumi, hatinya berkecamuk tak menentu. Ia beralasan mengkhawatirkan kondisi gadis itu saat di Gunung Bukhan padahal ia tahu, seseorang tengah memanggil Taerin dan mencoba menguapkan masalalunya.

-ooOOoo­-

Suara kicauan burung menyambut Taerin dan Zhoumi yang baru saja menginjakkan kaki mereka di kaki Gunung Bukhan. “Setelah ini kita berjalan kaki?” tanya Zhoumi saat menurunkan koper Taerin dari bagasi mobilnya. Gadis itu hanya mengangguk sambil mengedarkan pandangannya di sekelilingnya.

“Tempat ini indah ‘kan?” tanya Taerin yang mulai berjalan menyusul langkah Zhoumi didepannya sambil menyeret kopernya. “Selain indah tempat ini juga tenang,” lanjut Taerin membuat Zhoumi meliriknya sekilas. Pikirannya masih tidak merelakan Taerin datang ke tempat ini.

“Masih jauhkah?” tanya Zhoumi ditengah perjalanan, ia sudah merasa sedikit kelelahan. Taerin menghela nafas dan mengambil tempat di samping Zhoumi sambil menyerahkan botol minuman yang ia bawa kepada Zhoumi.

“Sebentar lagi, setelah melewati pohon besar itu kita akan tiba di hanokku,” jawab Taerin sambil menunjuk sebuah pohon besar diujung jalan, pria itu mengikuti arah yang ditunjuk Taerin lalu terhentak di tempatnya.

“Hanokmu jauh dari pohon itu?” tanya Zhoumi berusaha menenangkan perasaannya. Ia sangat berharap Taerin mengangguk menjawab pertanyaannya itu namun tebakannya salah, Taerin menggeleng dan berkata kalau jarak hanok dengan pohon itu sekitar 200 meter.

Kajja, aku ingin cepat sampai,” ucap Taerin kemudian beranjak dari duduknya dan menarik kopernya. Zhoumi mengikuti Taerin dengan lemas, perebutan ribuan tahun lalu sepertinya akan dimulai lagi.

-ooOOoo-

Sebuah senyuman tersungging diwajahnya saat memandangi gadis yang dinantinya ribuan tahun masuk kedalam hanok di depannya. Namun senyum itu menghilang saat ia melihat pria disamping gadis itu yang sangat ia kenal.

“Zhoumi-a! Bantu aku!” bentak gadis itu setelah setengah jam mereka masuk kedalam hanok yang besar itu. Lagi-lagi ia tersenyum. Wajahnya, suaranya, bentuk tubuhnya, masih sama seperti dulu. Oh, Zeus kenapa kau menciptakannya sama persis?

Gadis itu keluar dari hanok dan mengambil beberapa barangnya yang tertinggal diluar, tanpa sengaja matanya memandangi pohon besar di depan hanoknya dan merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari sana. Namun suara Zhoumi membuatnya melupakan perasaan itu sebelum memasuki hanoknya lagi.

“Bantu aku! Jangan tidur saja,” bentak Taerin saat ia melihat Zhoumi masih tidur-tiduran di sofa sambil memainkan ponselnya. “Kau hanya memintaku untuk mengantarmu kesini jadi tugasku sudah selesai,” elak Zhoumi beralasan agar tidak membantu Taerin.

Gadis itu mendelik sengit, ia menyesal meminta bantuan Zhoumi kalau begini akhirnya. “Kalau begitu pulang saja,” pekiknya sambil berlalu dan membuka kopernya. Ia melihat semua pakaian yang ia bawa lalu menelan ludahnya, ia harus membereskan semuanya sendirian. Garis bawah, sendirian!

Zhoumi tidak menjawab, dia juga tidak bergeming. Sebuah aura yang dikenalnya perlahan mendekat. “Aku pulang,” ucap Zhoumi kemudian, tanpa mendengar runtukkan Taerin, ia beranjak lalu berjalan keluar hanok.
Zhoumi menutup pintu hanok dengan cepat, saat membalikkan tubuhnya sesosok pria sudah berada dibelakangnya membuatnya terkejut. Tatapannya masih sama seperti dulu. Aura itu juga semakin kuat dirasakan Zhoumi saat ini.

“Dia ada didalam, aku pergi,” ucap Zhoumi kemudian berlalu menjauhi dua objek dibelakangnya.

-ooOOoo-

Taerin mendengar ketukan pintu hanoknya namun ia masih menghiraukannya, ia yakin kalau Zhoumi kembali dan ingin meminta maaf. Tapi, setelah beberapa kali ketukan akhirnya Taerin membukakan pintu karena tiba-tiba saja keyakinannya berubah.

Keyakinan keduanya benar, ternyata bukan Zhoumi yang mengetuk pintu melainkan seorang namja tampan yang tersenyum manis padanya.

Nuguya?” tanya Taerin ramah.

Pria dihadapannya tersenyum. “Kim Kibum imnidi,” ucap Kibum sambil membungkukkan tubuhnya dihadapan Taerin.

“Han Taerin imnida,” ucap Taerin yang juga memperkenalkan dirinya kepada Kibum. Keduanya lalu tersenyum, Taerin merasa tidak asing dengan pria dihadapannya ini. Mereka kemudian memasuki hanok yang sedikit berantakkan.

“Sedang berkemas?” tanya Kibum saat melihat kondisi hanok yang berantakkan, Taerin mengangguk malu karena menerima tamu setampan Kibum saat hanoknya seperti ini. “Boleh aku membantumu?” tanya Kibum meminta izin.

Taerin terhentak, pria yang baru beberapa menit dikenalnya ingin membantunya sedangkan Zhoumi yang sudah lama dikenalnya malah tidak mau membantunya sama sekali. Ia memandang Kibum tidak yakin.

“Te-Tentu saja,” jawab Taerin masih sedikit ragu namun keraguannya itu hilang saat Kibum benar-benar membantunya dan membuatnya tenggelam dalam candaan.

-ooOOoo-

“Jadi kau sudah lama ya tinggal disini?” tanya Taerin saat mereka sedang duduk bersantai setelah membersihkan hanok seharian. Matahari perlahan tenggelam di ufuk timur dan menyajikan warna langit yang kejinggaan.

“Aku lahir dan besar di lingkungan ini,” jawab Kibum sebelum menyeruput teh hangat yang disajikan oleh Taerin. “Benarkah? Kalau begitu besok kau harus menemaniku berjalan-jalan disini,” pinta Taerin bersemangat membuat senyum Kibum melebar.

“Baiklah, besok pagi aku akan datang menjemputmu,” jawab Kibum menyetujui usul Taerin. Gadis itu berteriak senang lalu memeluk Kibum tiba-tiba.

Dari kejauhan, sosok tinggi Zhoumi memperhatikan keduanya yang sekarang sedang tersipu malu karena pelukan tadi. Tangannya terkepal di samping badannya, amarah dan kecemburuan menyeruak masuk kedalam hatinya dan siap menjebolkan pertahanannya.

Masih dipandanginya kedua objek itu dari kejauhan dengan tatapan tajam. Ia tidak suka tawa Taerin saat bersama Kibum, rahangnya mengeras. Berbagai pertanyaan negatife menghantuinya selama ribuan tahun. Ia ingin sekali menghampiri Taerin saat ini dan mengatakan kalau gadis itu adalah miliknya namun ia menahan sekeras mungkin keinginannya itu. Setidaknya sampai besok pagi.

-ooOOoo-

Hawa pagi hari mengiringi langkah Zhoumi menuju hanok Taerin, ia merapatkan mantelnya dan berjalan lebih cepat lagi. “Taerin-ya annyeong,” sapanya saat sampai didepan hanok Taerin. Tidak butuh waktu yang lama sampai gadis itu membuka pintu.

“Untuk apa datang kemari?” tanya Taerin ketus saat mendapati Zhoumi tengah memandangnya dengan senyum tak berdosa, ia masih kesal pada pria itu karena tidak membantunya membersihkan Hanok.
Zhoumi tersenyum lebar namun surut lagi ketika melihat Kibum berjalan dibelakang Taerin. “Kalian ingin pergi?” tanya Zhoumi tanpa menghiraukan amarah Taerin tadi.

“Iya, kau mau ikut?” tanya Taerin yang sepertinya juga melupakan amarahnya. Zhoumi menatap keduanya ragu. “Bolehkah?”

Taerin menoleh kebelakang lalu bertanya pada Kibum. “Tentu saja,” jawab Kibum sambil tetap tersenyum. “Baiklah aku akan mengambil bekal yang sudah kusiapkan untuk kita dulu,” ucap Taerin sebelum masuk kembali kedalam hanoknya.

“Jangan berusaha merebutnya lagi,” ucap Kibum setelah sosok Taerin menghilang di balik pintu. Zhoumi yang sedang menunduk mengangkat kepalanya dan menatap sengit saingan dihadapannya. “Aku tidak akan merebutnya karena dia memang untukku,” timpal Zhoumi percaya diri.

“Dia bukan barang yang pantas untuk diperebutkan,” Kibum sedikit mengeraskan suaranya, ia sedikit kesal dengan tingkah Zhoumi yang tidak bisa mengalah seperti ini.

“Siapa yang kalian perebutkan?” suara Taerin terdengar dari belakang Kibum, ia sempat mendengar percakapan Kibum dan Zhoumi yang terdengar sangat akrab bagi orang yang baru berkenalan.
Kibum memandang Taerin yang berjalan menghampiri mereka berdua. “Tidak ada apa-apa, Taerin-ya,” ucap Zhoumi mengelak.

Taerin tidak menyerah sampai situ, ia menatap Kibum meminta jawaban namun ia mendapatkan reaksi yang sama. “Tidak ada apa-apa, kajja kita pergi,” ucap Kibum berjalan mendahului Zhoumi dan Taerin.

-ooOOoo-

Kibum berjalan jauh didepan Taerin dan Zhoumi, ia sengaja meninggalkan keduanya agar ia bisa mengatur porsi komunikasinya dengan Zhoumi. “Kibum-a! Pelankan langkahmu sedikit!” teriak Zhoumi mengingatkan Kibum karena Taerin sudah mulai kelelahan mengikuti langkah pria itu.

“Aku lelah,” gumam Taerin pada Zhoumi kemudian duduk sebuah batu besar karena kakinya sedang kesakitan dan ia merasa tidak mampu lagi berjalan. “Kakimu kenapa?” tanya Kibum yang entah sejak kapan sudah berjongkok sambil memegang pergelangan kaki Taerin.

“Aku hanya kelelahan,” jawab Taerin yang terkejut melihat Kibum di hadapannya.

“Kau tidak bisa menjaganya ya?” tanya Kibum sekarang kepada Zhoumi sambil memelototi pria tinggi itu. Zhoumi memandang Kibum sebal, “Jelas-jelas kau yang daritadi jalannya sangat cepat,” elaknya sambil menghindari tatapan Kibum.

Kibum mengalihkan pandangannya, ditatapnya wajah Taerin yang mulai berkeringat. “Naik ke punggungku,” ucap Kibum sambil berbalik memunggungi Taerin. Gadis itu hanya termenung memandang punggung besar dihadapannya. “Tapi—“

“Naiklah, kakimu sedang sakit dan aku tidak mau kau semakin kesakitan,” kata Zhoumi yang terdengar seperti perintah bagi Taerin. Tanpa diperintah dua kali Taerin memeluk punggung Kibum erat. “Memangnya tidak apa-apa seperti ini?” tanya Taerin merasa tidak enak saat Kibum mulai bangkit dan berjalan.

Kibum menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak, kita juga sudah biasa melakukan ini kan?” jawab Kibum membuat Taerin tersentak kecil di tempatnya. Ia tidak mengerti dengan ucapan ‘terbiasa’ yang diutarakan Kibum barusan walau lubuk hatinya yang terdalam ia merasa memang sudah sering melakukan hal ini dengan Kibum.

Taerin menghela nafasnya perlahan lalu diliriknya Zhoumi yang berjalan beriringan dengan Kibum saat ini. Ia merasa dejavu dengan keadaan ini. Ia benar-benar ingat kalau ia pernah ada disuasana ini namun ia tidak bisa mengingat kapan tepatnya ia melakukan hal ini.

Lagi-lagi gadis itu menghela nafasnya, percuma ia memaksa untuk mengingat namun nyatanya hanya baying-bayang saja yang tercipta.

Ditepisnya rasa penasaran dihatinya lalu dibenamkannya wajahnya dileher Kibum. Ia selalu merasa nyaman di punggung pria ini
To Be Continued

0 komentar on "Triangle Love (Part 1)"

Posting Komentar

Jumat, 06 April 2012

Triangle Love (Part 1)

Karya : Altha Swita Abrianto di 10:20 PM


“Jadi kau benar-benar akan tinggal di Gunung Bukhan?” tanya Zhoumi disela kegiatannya membantu Taerin mengemasi barang-barang gadis itu yang bersikukuh untuk tetap tinggal di Gunung Bukhan seminggu setelah kelulusan mereka.


“Lalu menurutmu untuk apa aku memintamu untuk membantuku?” tanya Taerin sedikit ketus, ia sebal ditanyai pertanyaan yang sama oleh pria tinggi disampingnya ini. “Aku tinggal bersamamu ya?” Zhoumi mencetuskan permintaan yang aneh membuat Taerin menghentikan aktifitasnya lalu memandang Zhoumi.

“Kau hanya bertugas mengantarku kesana, tidak untuk tinggal bersamaku,” ucap Taerin mantap kemudian mengemasi barang-barangnya lagi. Zhoumi menghempaskan nafasnya, ia tidak kehabisan akal untuk mencegah Taerin untuk tinggal disana.

“Untuk apa sih kau kesana? Kau tidak ingin bekerja? Kalau nanti disana ada binatang buas yang mengganggumu bagai—“

“Zhoumi-ya!” bentak Taerin membuat Zhoumi menghentikan pertanyaan anehnya. “Gunung Bukhan dan Seoul itu dekat, kau tidak perlu takut,” lanjut Taerin kesal. Keduanya masih saling berpandangan kemudian Zhoumi berdehem dan meninggalkan Taerin sendirian.

Pikirannya kacau, begitu juga dengan Taerin. Masing-masing mempunyai alasan yang kuat untuk mempertahankan prinsipnya.

Selama beberapa bulan terakhir Taerin lebih sering mendengar namanya dipanggil seseorang dari arah Gunung Bukhan dan dengan kelulusannya ia ingin segera pergi kesana untuk memastikan siapa yang memanggilnya.

Sedangkan Zhoumi, hatinya berkecamuk tak menentu. Ia beralasan mengkhawatirkan kondisi gadis itu saat di Gunung Bukhan padahal ia tahu, seseorang tengah memanggil Taerin dan mencoba menguapkan masalalunya.

-ooOOoo­-

Suara kicauan burung menyambut Taerin dan Zhoumi yang baru saja menginjakkan kaki mereka di kaki Gunung Bukhan. “Setelah ini kita berjalan kaki?” tanya Zhoumi saat menurunkan koper Taerin dari bagasi mobilnya. Gadis itu hanya mengangguk sambil mengedarkan pandangannya di sekelilingnya.

“Tempat ini indah ‘kan?” tanya Taerin yang mulai berjalan menyusul langkah Zhoumi didepannya sambil menyeret kopernya. “Selain indah tempat ini juga tenang,” lanjut Taerin membuat Zhoumi meliriknya sekilas. Pikirannya masih tidak merelakan Taerin datang ke tempat ini.

“Masih jauhkah?” tanya Zhoumi ditengah perjalanan, ia sudah merasa sedikit kelelahan. Taerin menghela nafas dan mengambil tempat di samping Zhoumi sambil menyerahkan botol minuman yang ia bawa kepada Zhoumi.

“Sebentar lagi, setelah melewati pohon besar itu kita akan tiba di hanokku,” jawab Taerin sambil menunjuk sebuah pohon besar diujung jalan, pria itu mengikuti arah yang ditunjuk Taerin lalu terhentak di tempatnya.

“Hanokmu jauh dari pohon itu?” tanya Zhoumi berusaha menenangkan perasaannya. Ia sangat berharap Taerin mengangguk menjawab pertanyaannya itu namun tebakannya salah, Taerin menggeleng dan berkata kalau jarak hanok dengan pohon itu sekitar 200 meter.

Kajja, aku ingin cepat sampai,” ucap Taerin kemudian beranjak dari duduknya dan menarik kopernya. Zhoumi mengikuti Taerin dengan lemas, perebutan ribuan tahun lalu sepertinya akan dimulai lagi.

-ooOOoo-

Sebuah senyuman tersungging diwajahnya saat memandangi gadis yang dinantinya ribuan tahun masuk kedalam hanok di depannya. Namun senyum itu menghilang saat ia melihat pria disamping gadis itu yang sangat ia kenal.

“Zhoumi-a! Bantu aku!” bentak gadis itu setelah setengah jam mereka masuk kedalam hanok yang besar itu. Lagi-lagi ia tersenyum. Wajahnya, suaranya, bentuk tubuhnya, masih sama seperti dulu. Oh, Zeus kenapa kau menciptakannya sama persis?

Gadis itu keluar dari hanok dan mengambil beberapa barangnya yang tertinggal diluar, tanpa sengaja matanya memandangi pohon besar di depan hanoknya dan merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari sana. Namun suara Zhoumi membuatnya melupakan perasaan itu sebelum memasuki hanoknya lagi.

“Bantu aku! Jangan tidur saja,” bentak Taerin saat ia melihat Zhoumi masih tidur-tiduran di sofa sambil memainkan ponselnya. “Kau hanya memintaku untuk mengantarmu kesini jadi tugasku sudah selesai,” elak Zhoumi beralasan agar tidak membantu Taerin.

Gadis itu mendelik sengit, ia menyesal meminta bantuan Zhoumi kalau begini akhirnya. “Kalau begitu pulang saja,” pekiknya sambil berlalu dan membuka kopernya. Ia melihat semua pakaian yang ia bawa lalu menelan ludahnya, ia harus membereskan semuanya sendirian. Garis bawah, sendirian!

Zhoumi tidak menjawab, dia juga tidak bergeming. Sebuah aura yang dikenalnya perlahan mendekat. “Aku pulang,” ucap Zhoumi kemudian, tanpa mendengar runtukkan Taerin, ia beranjak lalu berjalan keluar hanok.
Zhoumi menutup pintu hanok dengan cepat, saat membalikkan tubuhnya sesosok pria sudah berada dibelakangnya membuatnya terkejut. Tatapannya masih sama seperti dulu. Aura itu juga semakin kuat dirasakan Zhoumi saat ini.

“Dia ada didalam, aku pergi,” ucap Zhoumi kemudian berlalu menjauhi dua objek dibelakangnya.

-ooOOoo-

Taerin mendengar ketukan pintu hanoknya namun ia masih menghiraukannya, ia yakin kalau Zhoumi kembali dan ingin meminta maaf. Tapi, setelah beberapa kali ketukan akhirnya Taerin membukakan pintu karena tiba-tiba saja keyakinannya berubah.

Keyakinan keduanya benar, ternyata bukan Zhoumi yang mengetuk pintu melainkan seorang namja tampan yang tersenyum manis padanya.

Nuguya?” tanya Taerin ramah.

Pria dihadapannya tersenyum. “Kim Kibum imnidi,” ucap Kibum sambil membungkukkan tubuhnya dihadapan Taerin.

“Han Taerin imnida,” ucap Taerin yang juga memperkenalkan dirinya kepada Kibum. Keduanya lalu tersenyum, Taerin merasa tidak asing dengan pria dihadapannya ini. Mereka kemudian memasuki hanok yang sedikit berantakkan.

“Sedang berkemas?” tanya Kibum saat melihat kondisi hanok yang berantakkan, Taerin mengangguk malu karena menerima tamu setampan Kibum saat hanoknya seperti ini. “Boleh aku membantumu?” tanya Kibum meminta izin.

Taerin terhentak, pria yang baru beberapa menit dikenalnya ingin membantunya sedangkan Zhoumi yang sudah lama dikenalnya malah tidak mau membantunya sama sekali. Ia memandang Kibum tidak yakin.

“Te-Tentu saja,” jawab Taerin masih sedikit ragu namun keraguannya itu hilang saat Kibum benar-benar membantunya dan membuatnya tenggelam dalam candaan.

-ooOOoo-

“Jadi kau sudah lama ya tinggal disini?” tanya Taerin saat mereka sedang duduk bersantai setelah membersihkan hanok seharian. Matahari perlahan tenggelam di ufuk timur dan menyajikan warna langit yang kejinggaan.

“Aku lahir dan besar di lingkungan ini,” jawab Kibum sebelum menyeruput teh hangat yang disajikan oleh Taerin. “Benarkah? Kalau begitu besok kau harus menemaniku berjalan-jalan disini,” pinta Taerin bersemangat membuat senyum Kibum melebar.

“Baiklah, besok pagi aku akan datang menjemputmu,” jawab Kibum menyetujui usul Taerin. Gadis itu berteriak senang lalu memeluk Kibum tiba-tiba.

Dari kejauhan, sosok tinggi Zhoumi memperhatikan keduanya yang sekarang sedang tersipu malu karena pelukan tadi. Tangannya terkepal di samping badannya, amarah dan kecemburuan menyeruak masuk kedalam hatinya dan siap menjebolkan pertahanannya.

Masih dipandanginya kedua objek itu dari kejauhan dengan tatapan tajam. Ia tidak suka tawa Taerin saat bersama Kibum, rahangnya mengeras. Berbagai pertanyaan negatife menghantuinya selama ribuan tahun. Ia ingin sekali menghampiri Taerin saat ini dan mengatakan kalau gadis itu adalah miliknya namun ia menahan sekeras mungkin keinginannya itu. Setidaknya sampai besok pagi.

-ooOOoo-

Hawa pagi hari mengiringi langkah Zhoumi menuju hanok Taerin, ia merapatkan mantelnya dan berjalan lebih cepat lagi. “Taerin-ya annyeong,” sapanya saat sampai didepan hanok Taerin. Tidak butuh waktu yang lama sampai gadis itu membuka pintu.

“Untuk apa datang kemari?” tanya Taerin ketus saat mendapati Zhoumi tengah memandangnya dengan senyum tak berdosa, ia masih kesal pada pria itu karena tidak membantunya membersihkan Hanok.
Zhoumi tersenyum lebar namun surut lagi ketika melihat Kibum berjalan dibelakang Taerin. “Kalian ingin pergi?” tanya Zhoumi tanpa menghiraukan amarah Taerin tadi.

“Iya, kau mau ikut?” tanya Taerin yang sepertinya juga melupakan amarahnya. Zhoumi menatap keduanya ragu. “Bolehkah?”

Taerin menoleh kebelakang lalu bertanya pada Kibum. “Tentu saja,” jawab Kibum sambil tetap tersenyum. “Baiklah aku akan mengambil bekal yang sudah kusiapkan untuk kita dulu,” ucap Taerin sebelum masuk kembali kedalam hanoknya.

“Jangan berusaha merebutnya lagi,” ucap Kibum setelah sosok Taerin menghilang di balik pintu. Zhoumi yang sedang menunduk mengangkat kepalanya dan menatap sengit saingan dihadapannya. “Aku tidak akan merebutnya karena dia memang untukku,” timpal Zhoumi percaya diri.

“Dia bukan barang yang pantas untuk diperebutkan,” Kibum sedikit mengeraskan suaranya, ia sedikit kesal dengan tingkah Zhoumi yang tidak bisa mengalah seperti ini.

“Siapa yang kalian perebutkan?” suara Taerin terdengar dari belakang Kibum, ia sempat mendengar percakapan Kibum dan Zhoumi yang terdengar sangat akrab bagi orang yang baru berkenalan.
Kibum memandang Taerin yang berjalan menghampiri mereka berdua. “Tidak ada apa-apa, Taerin-ya,” ucap Zhoumi mengelak.

Taerin tidak menyerah sampai situ, ia menatap Kibum meminta jawaban namun ia mendapatkan reaksi yang sama. “Tidak ada apa-apa, kajja kita pergi,” ucap Kibum berjalan mendahului Zhoumi dan Taerin.

-ooOOoo-

Kibum berjalan jauh didepan Taerin dan Zhoumi, ia sengaja meninggalkan keduanya agar ia bisa mengatur porsi komunikasinya dengan Zhoumi. “Kibum-a! Pelankan langkahmu sedikit!” teriak Zhoumi mengingatkan Kibum karena Taerin sudah mulai kelelahan mengikuti langkah pria itu.

“Aku lelah,” gumam Taerin pada Zhoumi kemudian duduk sebuah batu besar karena kakinya sedang kesakitan dan ia merasa tidak mampu lagi berjalan. “Kakimu kenapa?” tanya Kibum yang entah sejak kapan sudah berjongkok sambil memegang pergelangan kaki Taerin.

“Aku hanya kelelahan,” jawab Taerin yang terkejut melihat Kibum di hadapannya.

“Kau tidak bisa menjaganya ya?” tanya Kibum sekarang kepada Zhoumi sambil memelototi pria tinggi itu. Zhoumi memandang Kibum sebal, “Jelas-jelas kau yang daritadi jalannya sangat cepat,” elaknya sambil menghindari tatapan Kibum.

Kibum mengalihkan pandangannya, ditatapnya wajah Taerin yang mulai berkeringat. “Naik ke punggungku,” ucap Kibum sambil berbalik memunggungi Taerin. Gadis itu hanya termenung memandang punggung besar dihadapannya. “Tapi—“

“Naiklah, kakimu sedang sakit dan aku tidak mau kau semakin kesakitan,” kata Zhoumi yang terdengar seperti perintah bagi Taerin. Tanpa diperintah dua kali Taerin memeluk punggung Kibum erat. “Memangnya tidak apa-apa seperti ini?” tanya Taerin merasa tidak enak saat Kibum mulai bangkit dan berjalan.

Kibum menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak, kita juga sudah biasa melakukan ini kan?” jawab Kibum membuat Taerin tersentak kecil di tempatnya. Ia tidak mengerti dengan ucapan ‘terbiasa’ yang diutarakan Kibum barusan walau lubuk hatinya yang terdalam ia merasa memang sudah sering melakukan hal ini dengan Kibum.

Taerin menghela nafasnya perlahan lalu diliriknya Zhoumi yang berjalan beriringan dengan Kibum saat ini. Ia merasa dejavu dengan keadaan ini. Ia benar-benar ingat kalau ia pernah ada disuasana ini namun ia tidak bisa mengingat kapan tepatnya ia melakukan hal ini.

Lagi-lagi gadis itu menghela nafasnya, percuma ia memaksa untuk mengingat namun nyatanya hanya baying-bayang saja yang tercipta.

Ditepisnya rasa penasaran dihatinya lalu dibenamkannya wajahnya dileher Kibum. Ia selalu merasa nyaman di punggung pria ini
To Be Continued

0 komentar:

Posting Komentar

Copy Paste hukumannya di penjara 5 tahun lho :). Diberdayakan oleh Blogger.
 

A L T R I S E S I L V E R Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting