Rabu, 08 Februari 2012

Last Gift (Sequel Lovely Way)

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 7:07 PM
Poster by : Hannie @  http://fanfictionloverz.wordpress.com

Aku menatap ponselku tanpa arti. Berharap sekali ia berbunyi menandakan telepon atau sms masuk namun apa yang kutunggu selama seminggu ini belum membuahkan hasil.

“Hankyung hyung, apa kau baik-baik saja?” tanya Ryeowook yang melintas dihadapanku. Aku memalingkan wajahku dari ponselku dan menatapnya sambil tersenyum. “Aku baik-baik saja Ryeowook-a,” jawabku berbohong. Aku tak ingin semua member mengkhawatirkanku.

“Kau yakin? Tapi wajahmu pucat sekali hyung,” katanya lagi meyakinkan. “Segitu burukkah hingga kau memperhatikanku? Hehe aku tidak apa-apa, sungguh.”

Ryeowook mendekatiku. “Kalau kau ingin dibuatkan sup, panggil saja aku,” katanya tulus. Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Kemudian ia meninggalkanku sendirian lagi, tak lama sosok pria berisik masuk ke dorm dengan membawa berbagai bungkusan dan menaruhnya di meja dapur.

Saat keluar dari dapur dan melihatku, dia langsung saja duduk disampingku.

Gwechana?” tanya.


Ne, aku baik-baik saja,” jawabku sama seperti menjawab pertanyaan Ryeowook tadi. Dia hanya mengangguk, tak ingin meyakinkan lagi. Tiba-tiba dia beranjak masuk kekamarnya kemudian keluar lagi setelah beberapa menit.

“Yang seperti ini kau bilang baik-baik saja?” tanya Heechul seperti memekik ditelingaku sambil menyodorkan kaca di wajahku. Aku sendiri terkejut melihat pantulan wajahku yang pucat seperti mayat.

“Apa itu aku?” tanyaku dengan wajah polos sambil menatapnya.

“Lalu kau pikir siapa?” tanya Heechul kesal. Aku menepis pelan tangannya yang masih memegang kaca dan kembali menatap ponselku.

“Ya! Kerjaanmu setiap hari hanya memandangi ponselmu itu! Kau tahu dia tidak akan berbunyi sendiri walau kau pandangi seperti itu,” umpat Heechul yang gemas dengan tingkahku selama seminggu ini.
Aku hanya bisa diam mendengar kata-katanya. “Kau mungkin bisa membohongi member lain dengan mengatakan kau baik-baik saja tapi kau tidak bisa membohongiku semudah itu Hankyung-a,” katanya.

Aku menoleh kearahnya lalu tersenyum. Setelah melihat responku, ia menghembuskan nafasnya seakan dia tahu apa yang aku pikirkan. “Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk bercerita sekarang,” jawab Heechul sebelum beranjak meninggalkanku sendirian lagi.

Aku memandang punggungnya yang perlahan menghilang di balik dinding kamar kami. Aku senang memilikinya juga para member lain, mereka saling mengerti satu sama lain dan itulah yang memberatkanku untuk mengambil keputusan ini seminggu yang lalu.

Apalagi sekarang aku memiliki Hyesung yang begitu aku cintai. Aku berjalan menuju balkon dorm dan memandangi seluruh bangunan yang terlihat. Tak ada yang menarik dari balkon dorm kami namun aku ingin mencoba melupakan masalahku.

Lama aku terdiam di balkon ini, sampai sebuah PSP yang kukenal muncul tiba-tiba dihadapanku. Aku menoleh, si empunya PSP sudah tersenyum lebar memandangku. “Hyung, aku lihat seminggu terakhir kau sepertinya sedang sedih, aku akan berbaik hati meminjamkan PSP kesayanganku untuk mengembalikan semangatmu,” katanya sambil menyodorkan PSP-nya.

Aku tersenyum lalu menepis tangannya pelan. “Aniyo Kyuhyun-a, aku baik-baik saja,” jawabku masih berbohong. Dia menurunkan tangannya lalu menunjukkan wajah ngambeknya, aku tertawa melihat kelakuannya.

“Kemana semangatmu untuk bermain game, hyung?” tanya Kyuhyun dengan nada kecewa. Aku memandanginya, sedikit merasa bersalah menolak kebaikannya tadi. “Aku tahu kau akan keluar dari management ini beberapa waktu lagi jadi setidaknya luangkanlah waktu untuk bermain denganku,” katanya lagi dengan wajah memelas. Aku semakin merasa bersalah.

“Aku ingin bermain tapi tidak dengan PSP-mu,” jawabku.

Wajahnya berubah ceria saat aku mengatakan aku ingin bermain tadi, “Lalu?”

“Aku ingin bermain starcraft denganmu,” jawabku dengan senyum jahilku.

“Baik, kau yang menantangku ya hyung,” katanya seperti tak ingin disalahkan kalau nanti aku kalah darinya.

Jujur saja, aku tidak pernah bisa menang bermain game dari magnae gila yang satu ini tapi kali ini aku ingin mencoba peruntunganku.

“Tidak mungkin, darimana kau mempunyai keahlian seperti itu hyung?” tanya Kyuhyun tidak percaya kalau aku mengalahkannya, aku tersenyum puas. Hampir seharian ini aku memenaminya bermain dan dia hanya menang 2 kali dariku.

“Sudah kubilang, kemampuan bermainmu itu menurun Kyu,” ejekku puas. Dia memandang komputernya tidak percaya, “Reputasiku hancur.”

Aku tertawa mendengar ocehannya. “Sudahlah Kyu, terima kekalahanmu kali ini,” bujukku sambil tetap tertawa. Dia menggeleng tak percaya. “Aku yakin kau punya jimat hyung,” katanya sambil berjalan mendekatiku dan meraba semua bagian tubuhku, “Ya! Kyuhyun-a apa yang kau lakukan.. Ya! Hentikan!” teriakku saat ia mulai meraba bagian yang lebih intim.

“Tidak ada,” katanya putus asa saat ia tidak mendapatkan benda mencurigakan. “Sebenarnya kau ini hidup dijaman kapan Kyu? Masih saja percaya dengan jimat,” kataku sedikit kesal dengan perlakuannya tadi.

“Bagaimana aku harus percaya kalau orang yang selama ini selalu kalah dariku menjadi lebih unggul dariku,” jawab Kyuhyun kesal. Aku tidak mau menimpali perkataannya, salah-salah bisa diraba lagi badanku olehnya.

Tiba-tiba Sungmin masuk ke kamar, “Oh Hankyung hyung sedang disini, Heechul hyung mencarimu sejak tadi,” kata Sungmin setelah melihat keberadaanku dikamarnya. Aku mengerutkan keningku. “Mencariku?”
Sungmin mengangguk, kemudian perhatiannya beralih ke arah Kyuhyun yang masih mengumpat tidak jelas. “Kau sedang mengumpat atau sedang membaca mantra Kyu?” tanya Sungmin tak mengerti.

Kyuhyun memandang Sungmin sekilas lalu sibuk kembali dengan komputernya. Kemudian ia terdiam sejenak, “Minnie hyung, kau mau membantuku?” tanya Kyuhyun kepada Sungmin dengan memanggil panggilan kesayangan yang ia buat untuk Sungmin. Sungmin menimang sebentar permintaan Kyuhyun.

“Ah kau terlalu lama berpikir, duduk disni.” Kyuhyun menarik tangan Sungmin dibangku tempatku duduk tadi. Kulihat Sungmin masih tak mengerti apa yang diperintahkan Kyuhyun padanya sedangkan Kyuhyun sudah sibuk memainkan permainannya.

Aku hanya tertawa melihat dua dongsaengku ini. “Baiklah, aku harus bertemu Heechul. Sungmin-a berhati-hatilah karena Kyuhyun sedang murka sekarang,” kataku sebelum melangkahkan kaki keluar kamarnya.

“Ya! Aku seperti ini juga karena ulahmu Hankyung!” teriaknya tanpa menggunakan kalimat yang sopan, aku hanya tertawa senang melihatnya ketakutan kehilangan kemampuannya bermain game, sama sekali tidak tersinggung dengan perkataannya tadi.

Sungmin melihatku dan Kyuhyun bergantian lalu menggelengkan kepala, sepertinya dia mulai mengerti arah pembicaraan ini.

Aku menutup pintu kamar Sungmin dan Kyuhyun namun tak lama aku mendengar teriakan Kyuhyun. “Ya! Sungmin, kenapa kau bisa mengalahkanku?!”

Aku mencoba menahan tawaku karena mendengar jeritan frustasinya. “Aku sampai lelah mencarimu, kau seenaknya disini sambil tertawa.” Suara Heechul terdengar dari belakangku, kemudian aku berbalik lalu tersenyum.

“Aku seharian ini menemani dongsaeng evilmu bermain starcraft,” jawabku. Heechul tak merubah raut wajahnya yang terlihat cemas, “Waeyo Heechul-a?” tanyaku yang mulai menyadari kalau ada yang akan Heechul bicarakan serius denganku.

Aku mengikuti Heechul yang berjalan menuju dapur, kulihat tak ada orang disana. “Waeyo?” tanyaku lagi. “Aku sempat bertemu Hyesung saat pulang berbelanja tadi.” Heechul membuka pembicaraan yang membuatku terkejut. “Hyesung?” tanyaku. Ia mengangguk.

“Apa kau menyapanya?” tanyaku lagi. Hyesung-lah yang membuatku galau seminggu ini, pesan dan teleponku tidak digubrisnya sama sekali dan jelas saja mendengar Heechul bertemu dengan Hyesung membuatku senang.

Heechul memandangku. “Dia hanya bilang, dia butuh waktu untuk melepas kepergianmu nanti,” katanya. Badanku lemas. Aku tak mengharapkan kalimat itu keluar dari mulut Heechul, aku ingin Heechul mengatakan kalau Hyesung sangat mencintaiku atau sesuatu yang tidak berhubungan dengan kepergianku nanti.

“Apa kau benar-benar akan pergi meninggalkan kami?” tanya Heechul lirih. Aku menunduk. Tak ada dari kami membuka suara setelah pertanyaan Heechul keluar untuk sekian kali.

Tiba-tiba Heechul memelukku erat. “Aku menyayangimu Hankyung-a.” Suaranya sedikit bergetar, aku tahu dia menahan tangisnya. Ku balas  pelukan Heechul, “Aku juga menyayangimu Heechul-shi­.

**

Aku menatap pintu dorm group Hyesung selama satu jam lebih. Aku ini pria payah, hanya untuk bertemu dengan seorang gadis saja takutnya luar biasa bagaimana kalau aku harus melamarnya nanti.

Akhirnya dengan segala keberanianku, kugerakkan tanganku untuk menekan bel dorm itu namun saat tanganku masih melayang di udara pintunya terbuka. Gadis dibalik pintu itu terkejut saat melihatku berada di depannya.

Oppa?”

Aku menurunkan tanganku dan tersenyum padanya. “Hyesung-a,” sapaku.

“Kenapa kau kemari Oppa?” tanyanya masih dengan ekspresi terkejut melihatku. Apa aku seperti hantu sampai ia harus terkejut begitu melihatku. “Aku hanya ingin mengetahui kabarmu, sudah lebih dari seminggu kau tidak membalas semua telpon dan pesanku,” jawabku.

“Itu…”

“Apa aku tidak dipersilahkan masuk?” tanyaku memotong kata-katanya. Ia tersadar lalu menyilahkanku masuk dan duduk diruang tamunya.

“Kau ingin minum apa Oppa?” tanyanya terdengar basa-basi. “Aku hanya ingin melihatmu.” Kulihat pipinya merona setelah mendengar jawabanku barusan.

Dia duduk dihadapanku sekarang sambil menunduk. “Ada siapa saja di dorm?” tanyaku berbasa-basi, dia mengangkat wajahnya untuk menatapku. “Ah? Hanya ada aku dan Sang Yoo onnie,” jawabnya.

“Begitu ya?”

Dia tidak menjawab. “Bisa kita bicara ditempat lain?” ajakku.

“Tapi aku harus meminta ijin dulu pada Sang Yoo onnie,” katanya. Aku mengangguk, “Lakukanlah, aku akan menunggumu diparkiran.”

Hanya butuh waktu 15 menit dari aku sampai di mobilku untuk menunggu Hyesung selesai dengan urusannya. “Kita akan kemana Oppa?” tanyanya saat aku mulai melajukan kendaraanku. Aku tak menjawabnya, kurasa dia sudah tahu arah tujuanku kalau kami ingin berbicara berdua saja.

Jeongmal mianhe,” kataku sebagai permulaan topik pembicaraan kami saat kami sampai di café favorit kami. Hyesung memandangku tak mengerti, “Jeongmal mianhe,” ulangku. “Aku tak mengerti maksud permintaan maafmu Oppa,” katanya.

Aku memegang tangannya, “Jangan berkata kau tidak mengerti kalau kau menyimpan kesedihanmu itu,” kataku. Ia tidak menimpali lagi, benar-benar gadis pendengar yang baik. “Aku sudah mendengar semua dari Heechul, alasan kenapa kau menghindariku akhir-akhir ini.”

“Aku mohon Hyesung-a, jangan biarkan aku ketakutan sendiri seperti ini,” pintaku lirih. “Harusnya aku yang merasa ketakutan Oppa,” katanya dengan suara bergetar. Kulihat matanya sudah menahan airmata yang siap jatuh membasahi pipinya.

“Hubungan kita baru mulai tapi kau sudah berkata akan meninggalkan Korea,” lanjutnya. Terlihat dia benar-benar menahan airmatanya jatuh dan mengatur nafasnya. “Apa kau benar-benar mencintaiku?”
Pertanyaan bodoh keluar dari mulutku. Kulihat dia membelalakkan matanya, aku tahu pertanyaan terakhir yang keluar begitu penuh keraguan. “Jadi kau anggap apa perasaanku selama ini Oppa?” tanyanya semakin lirih, airmatanya perlahan mengalir. Bukan, bukan itu maksudku. Aku mencoba menjelaskan pada Hyesung namun sepertinya ia tak ingin mendengar.

Ia melepaskan genggaman tanganku lalu beranjak dari duduknya dan keluar dari café. Aku mengejar Hyesung, mencari ke segala arah yang mungkin dilalui Hyesung namun hingga sore aku tak menemukannya. Aku sangat khawatir.

Ponselku berdering. Aku menatap layarnya. Heechul.

Yoeboeseyo,” sapaku terdengar panik. “Hyesung sudah kembali ke dorm Hankyung-a, kau tidak perlu mencarinya lagi.”

Aku terkejut mendengar perkataan Heechul, darimana ia tahu kalau aku sedang mencari Hyesung kesetiap sudut Seoul saat ini. “Hyesung mengirim pesan padaku untuk menyampaikan ini padamu,” katanya seakan tahu pertanyaan dalam otakku.

“Baiklah, Gomawo Heechullie.” Aku menutup sambungan telepon kami lalu kembali ke mobilku dan mengarahkannya ke dorm Super Junior. Kenapa Hyesung tidak memberitahu sendiri keadaannya? Kenapa harus Heechul yang ia beritahu? Apa dia begitu marah padaku?

Semua pertanyaan bodoh dan penuh kecurigaan mampir di otakku seenaknya. Aku menghembuskan nafasku berat. Apa yang akan dilakukan gadis itu saat aku benar-benar meninggalkannya nanti.

**

9 Februari.

Tak ada yang spesial hari ini selain akan ada show nanti sore bersama member lainnya. Walau hari ini ulangtahunku namun aku tak pernah menganggap hari ini sangat istimewa apalagi Hyesung sepertinya oh bukan, dia memang masih marah padaku.

Saengil cukkhaehamnida Hankyung-shi­,” sapa Leeteuk hyung saat aku keluar kamarku pagi ini. Aku tersenyum padanya. “Gomabshimnida,” jawabku. Kemudian kami sibuk dengan urusan kami masing-masing. “Leeteuk hyung, apa kau melihat Heechul? Sejak tadi aku tidak melihatnya,” tanyaku.
Leeteuk hyung menghentikan kegiatannya memotong bawang didapur lalu berbalik, “Aku juga baru menyadari kalau aku tidak melihatnya sejak tadi Hankyung-shi,” jawabnya. Aku membulatkan bibirku dan mengangguk. Aku mengambil ponselku dan mencoba menghubunginya, nada sambung terdengar beberapa kali namun tak lama nada terputus terdengar.

Aku menatap ponselku. “Kenapa dia mematikannya?”

Aku mencoba menghubunginya beberapa kali namun Heechul tetap menolak teleponku. Akhirnya aku menyerah, ku kirimkan pesan untuknya.

From : Hankyung
To : Heechullie
Ya! Kau sedang berada dimana?
Kenapa mematikan teleponku?

Butuh waktu 30 menit untuk mendapatkan jawaban darinya.

From : Heechullie
To : Hankyung
Kkk~ mianhe Hankyung-a.
Pagi-pagi sekali aku mendapatkan sebuah tugas.
Dan aku blm bisa menerima panggilanmu.
Jeongmal mianhe :*

Bulu romaku meremang saat melihat icon yang dibuatnya untukku. Bahkan Hyesung saja tidak pernah mengirimiku icon seperti itu. Tapi tunggu, dia mendapat tugas? Dari siapa? Aku ingin bertanya pada Leeteuk hyung namun aku tahu ia sepertinya tidak tahu apa-apa soal Heechul.

Beberapa member memberikanku ucapan selamat ulangtahun tidak terkecuali Zhoumi dan Henry. Hari semakin siang namun Heechul belum juga kembali dari urusannya, saat aku sedang membantu Ryeowook memasak makan siang. Donghae dan Eunhyuk menghampiri kami.

“Ryeowook-a, aku ingin makan spaghetti hari ini,” pinta Donghae memelas disamping Ryeowook. “Hyung, kau tidak boleh makan makanan seperti itu. Tidak baik untuk kesehatan dan suaramu.” Donghae hanya cemburut permintaannya ditolak oleh dongsaeng kesayangannya. “Wajahmu terlihat jelek seperti itu Hae-ya,” sahut Eunhyuk yang berada disampingku.

Aku hanya tertawa sambil menatap wajah Donghae. “Ya! Hankyung hyung, jangan tertawakanku. Lebih baik kau masakkan makanan yang aku mau,” pintanya padaku. Ryeowook menghentikan aktifitasnya lalu memandang sengit Donghae.

“Sepertinya akan ada yang dimarahi lagi,” kataku saat melihat Ryeowook menatap Donghae seakan ingin memakannya. Entah kenapa sifat Kyuhyun ditirunya persis.

Donghae menatap Ryeowook lalu tersenyum lebar, “Hyukjae, temani aku kabur ya.”
Aku dan Eunhyuk hanya tertawa mendengar nada ketakutan keluar dari mulut Donghae. Setelah Donghae berhasil kabur dari tatapan maut Ryeowook, badan gempal Shindong masuk dan seenaknya saja mengambil daging yang sudah ku iris-iris. Belum sempat aku mencegahnya ia sudah memasukkan kedalam mulutnya.

“Ya! Hyung-a, daging itu masih mentah!” teriak Ryeowook mengagetkan Shindong. Dengan susah payah ia mengeluarkan daging mentah itu keluar dari lambungnya. “Ya! Kenapa kau tidak mencegahku hyung,” omelnya padaku.

“Bagaimana aku mau mencegahmu kalau kau seenaknya saja memasukkan daging itu kedalam perutmu,” kataku membela diri. “Habis bau masakkan kalian tercium sampai kamarku, aku jadi lapar,” katanya.

“Sedikit lagi selesai hyung, bersabarlah,” kata Ryeowook yang masih asik dengan ramuan masakan andalannya. “Baiklah, panggil aku dulu kalau masakkannya sudah jadi, aku tidak mau bersaing dengan monyetnya Donghae,” kata Shindong sambil melirik Eunhyuk yang sedang menonton tv bersama Donghae.

Arrasoe,” jawabku sekenanya.

Hyung, kau tidak makan?” tanya Eunhyuk saat semua orang mulai makan siang namun aku memilih untuk masuk kamar. “Aku tidak lapar, kau makanlah yang banyak,” kataku. Semua member hanya memandangiku tanpa mengeluarkan kalimat apapun.

Sayup-sayup kudengar pembicaraan mereka diluar sana. “Ada apa ya dengan Hankyung-shi?” tanya Yesung sebelum menyuap makanan masuk ke mulutnya. “Mungkin dia sedang sakit,” tebak Kangin sambil mengunyah makanan didalam mulutnya.

“Kunyah dulu makananmu baru bicara,” tegur Leeteuk melihat ketidak sopanan Kangin saat makan, yang ditegur hanya  tersenyum lebar. “Sudah seminggu dia seperti itu hyung, tidak mungkin dia sedang sakit pasti ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.” Kali ini si magnae menyumbang suaranya.

“Memang apa yang dipikirkannya?” tanya Eunhyuk tak mengerti.

Sungmin menjitak kepala Eunhyuk, “Kalau kami tahu tidak mungkin kami kebingungan seperti ini,” katanya. Eunhyuk mengusap-usap kepalanya yang menjadi korban tangan Sungmin.

“Apa dia ada masalah dengan Hyesung-shi­?” tanya Ryeowook.

Semua orang menghentikan kegiatannya dan memandang Ryeowook. “Beberapa kali aku memergokinya memandangi ponselnya, aku pikir dia ada masalah dengan kekasihnya itu,” jelas Ryeowook seperti tahu arti tatapan semua member padanya.

“Sepertinya kita harus menanyai sendiri pada Hankyung,” timpal Leeteuk yang mulai sibuk menyendok daging. “Percuma saja, kemarin aku tak sengaja mendengar pembicaraan Heechul hyung dengan dirinya namun Hankyung hyung tidak menceritakan apa-apa pada Heechul hyung.” Kibum akhirnya ikut berbicara.

“Ngomong-ngomong soal Heechul hyung, dimana dia? Seharian ini aku tidak melihatnya,” kata Siwon. Semua member langsung mengiyakan kata-kata Siwon.

Tiba-tiba aku mendengar ponsel Leeteuk hyung berbunyi. “Ah? Heechul-shi tidak bisa ikut tampil pada show kali ini?” tanya Leeteuk hyung. Aku mempertajamkan pendengaranku. “Ne hyungnim, arassoe,” kata Leeteuk hyung lagi lalu tak kudengar pembicaraan member lain tentangku ataupun Heechul.

**

Hyunng, dimana Heechul?” tanyaku pura-pura tidak tahu kalau Heechul tidak ikut tampil hari ini. Leeteuk hyung menoleh kearahku. “Dia tidak bisa ikut tampil hari ini,” jawabnya singkat.

Waeyo?”

“Aku tidak tahu, manager hyung tidak mengatakan alasannya,” jawab Leeteuk hyung. Aku terdiam, mencoba mencari alasan sendiri kenapa Heechul mendadak tidak ikut penampilan kami kali ini. Aku mengambil ponsel di sakuku dan mengetik sebuah pesan padanya. Aku harap dia membacanya.

“Hankyung-shi, Heechul berulang kali menelpon ke ponselmu,” kata manager hyung saat kami masuk ke backstage setelah tampil. “Mwo? Kau tidak mengangkatnya hyung?” tanyaku.

“Hey! Kau pikir aku tidak punya tatakrama sembarangan mengangkat telepon orang,” jawab manager hyung sambil menyerahkan ponsel yang sempat ku titipkan padanya sebelum tampil tadi.

Aku menerimanya kemudian menelepon Heechul, perasaanku sangat tidak enak.

Yoeboeseyo,” sapanya terdengar sedikit panik.

“Heechul-shi, ada apa?” tanyaku.

“Hyesung-a…”

“Hyesung? Kenapa dengan Hyesung!” tanyaku sedikit meninggikan nada suaraku, semua member termasuk manager hyung menoleh kearahku. “Hyesung-a, dia mengalami kecelakaan Hankyung,” jawab Heechul dengan nada suara yang sama.

“Kecelakaan?!” pekikku. Tak peduli seberapa besar suara yang aku timbulkan dan membuat semua orang kini menatapku yang kupikirkan sekarang adalah keadaan kekasihku itu. “Dia ada di rumah sakit sekarang, kemarilah!”

Aku memutuskan telepon lalu menghampiri manager hyung. “Aku pinjam mobilmu hyung, kumohon,” pintaku padanya. Manager hyung mengeluarkan kunci mobilnya dan menyerahkan kepadaku. Setelah menerimanya aku berlari menuju parkiran dan melarikan mobil ke rumah sakit yang disebutkan Heechul tadi.

“Sudah dibawa pulang Tuan,” kata suster di tempat informasi yang kutanyai tentang keberadaan Hyesung di rumah sakit tersebut. “Sudah pulang? Sudah berapa lama?” tanyaku.

“Sekitar setengah jam yang lalu,” jawab suster itu lagi.

Setelah mengucapkan terimakasih, aku kembali menuju mobilku dan mengendarainya menuju dorm Hyesung.
Aku mengetuk pintu dorm mereka dengan tergesa-gesa, rasa panic menyelimuti sekujur tubuhku. Sang Yoo yang membuka pintu terlihat terkejut melihatku yang sudah berkeringat karena terus berlari. “Sedang apa Oppa disini? Bukankah Hyesung sedang berada di asramamu?” tanyanya sebelum aku menanyakan tentang Hyesung.

Aku yang sedang mengendalikan nafasku yang memburu menatapnya, “di dormku?” tanyaku. Sang Yoo mengangguk. Tanpa menunggu kalimatnya lagi aku segera berlari dan menuju dormku.
Aku masih membungkuk mengatur nafas saat sampai di depan pintu dormku. Berlari menaiki tangga dari lantai 1 hingga lantai 12 membuat nafasku begitu memburu, aku tak mengerti kenapa lift apartement ini bisa rusak mendadak padahal sebelum berangkat masih baik-baik saja.

Setelah nafasku mulai teratur, ku buka pintu dorm. Gelap. Kemana Hyesung dan Heechul? Bukankah mereka seharusnya berada di dorm sekarang.

“Hyesung-a? Heechul-shi?” panggilku ditengah kegelapan ruangan. Aku meraba dinding untuk mencari saklar lampu dorm.

TAK!

SURPRISE!” teriak semua orang saat lampu menyala. Kulihat Hyesung berada ditengah-tengah semua member sambil memegang sebuah kue ulangtahun yang cukup besar. “Hyesung-a,” panggilku tak percaya. Ia hanya tersenyum sambil mengikuti semua member yang bernyanyi lagu ulangtahun untukku.

Kulirik Heechul yang ada disampingnya dan sedang tersenyum puas kearahku. “Hankyung hyung apa kau akan terus berada disana dan tidak menghampiri kami?” tanya Donghae membuatku tersadar dari lamunanku tentang apa yang ku alami hari ini. Ku hampiri Hyesung yang masih tersenyum manis kepadaku.

 “Ucapkan permohonanmu Oppa lalu tiup lilinnya,” kata Hyesung seperti memberiku perintah. Aku masih memandangnya, andai ia tak sedang memegang kue ini rasanya ingin ku peluk ia sampai nafasnya habis karena telah membuatku khawatir hari ini.

“Kau begitu terpesona ya dengan Hyesung sampai menatapnya seperti itu?” tanya Heechul gemas. Aku menoleh kearahnya. “Kau! Lihat saja nanti apa yang akan kau dapatkan setelah ini,” ancamku.

Hyung, cepat tiup lilinnya. Nanti kalau lilinnya habis kuenya tidak akan enak,” timpal Eunhyuk yang dibarengi anggukan Shindong. Kyuhyun yang berdiri dibelakang Eunhyuk seenaknya saja menjitak kepala hyungnya itu. Aku tertawa melihat kelakuan mereka. Sebelum terjadi kericuhan berkepanjangan akhirnya aku memutuskan untuk melaksanakan perintah mereka.

Baru saja aku selesai meniup lilinnya, Eunhyuk dan Shindong sudah mengambil kue itu dari tangan Hyesung. “Ya! Itu kan kue ulangtahunku! Kemarikan Hyuk Jae!” teriakku kesal.
Tak hanya Shindong dan Eunhyuk yang sibuk berebut siapa duluan yang akan memakan kue itu, Kangin, Yesung dan Kyuhyun ikut berebut.

“Ya! Aku kan yang membeli kue ini kenapa kalian yang sibuk!” teriak Heechul yang melihat kekacauan diantara para dongsaengnya. Leeteuk hyung, Kibum, Siwon, Sungmin , Ryeowook dan Donghae jadi ikut berebut dengan yang lainnya. Hyesung tertawa lepas disampingku melihat kelakuan mereka. Aku menggenggam tangannya kemudian dia menoleh kearahku.

“Bisa kita bicara?” tanyaku.

Hyesung mengangguk sambil tetap tersenyum.

Mianhe Oppa, aku membohongimu hari ini,” katanya saat aku menutup pintu kamarku dan Heechul. Aku tak ingin semua member mendengar percakapanku dan kekasihku ini. “Aku mengerti maksudmu tapi kau benar-benar membuat jantungku hampir copot Hyesung-a,” kataku.

Hyesung tertawa kecil mendengarnya. “Mianhe Oppa kekeke,” katanya masih tetap tertawa. Aku memencet hidungnya, “Kau bahagia sekali telah membuatku cemas seperti ini Hyesung.”

“Ah Oppa, lepaskan,” pintanya. Aku menggeleng, “Tidak akan sebelum kau mendapat balasan atas perbuatanmu,” kataku sambil tersenyum jahil. “Ya! Inikan ide Heechul Oppa juga,” katanya masih membela diri. Aku tak mau peduli, kupencet hidungnya lebih kencang lagi.

“Baiklah baiklah Oppa, aku akan melakukan yang kau mau tapi kumohon lepaskan tanganmu dari hidungku,” pintanya lagi tapi kali ini disertai pukulan pada tanganku.

“Kau berani memukulku? Aku semakin tidak mau melepaskannya,” ancamku. Dia kali ini tidak memukulku namun tetap memohon untuk melepaskan hidungnya. Karena tidak tega melihatnya hampir menangis karena kesakitan aku akhirnya melepaskan hidungnya yang sekarang sudah memerah seperti tomat.

“Kau jahat,” katanya sambil mengelus hidungnya.

Aku tertawa. “Salahmu sendiri kenapa memukulku,” kataku tak ingin disalahkan. Dia hanya mencibirku, aku teringat janjinya akan melakukan apapun yang kuminta. Aku memandangnya dalam. “Wae-waeyo Oppa?” tanyanya saat menyadari aku memandanginya begitu dalam. “Aku punya satu permintaan Hyesung-a,” kataku.

Dia menatapku takut. “A-Apa itu?”

Hyesung terlihat gugup saat aku mulai memperkecil jarak kami. Dia menutup matanya saat jarak kami hanya tinggal beberapa senti lagi. Aku tadinya ingin mencium bibirnya namun sepertinya ia tahu maksudku jadi aku putuskan untuk mengecup keningnya saja.

Aku kembali duduk ditempatku dan memandangnya yang sudah membuka matanya, “Kau pikir aku akan mencium bibirmu?” tanyaku. Hyesung menggeleng. “Aku hanya takut kau mencuri ciuman pertamaku.”

“Benarkah? Bagaimana kalau aku benar-benar mencurinya darimu?” tanyaku dengan senyum jahil. Mendengar pertanyaanku ia langsung menutup mulutnya, “Tidak akan kuberikan semudah itu!” kata Hyesung.

“Kalau begitu kenapa kau menutup matamu barusan?” tanyaku masih berusaha membuatnya jujur. “Itu.. Itu karena…”

Pintu kamar terbuka, Leeteuk hyung dan beberapa member mengintip dari belakang punggungnya. “Kalian disini ternyata, kami pikir kalian menghilang seperti hantu. Baiklah Hankyung kami akan pergi sebentar dan meninggalkan kalian berdua. Jaga dorm baik-baik, ingat! Aku tidak mau besok ada berita kalau member Super Junior berbuat macam-macam pada juniornya,” kata Leeteuk hyung yang diikuti anggukan member lainnya.

“Aku tidak seperti itu hyung,” kataku. Leeteuk hyung mengangguk, lalu ia menutup pintu kamar.

“Aku ingin makan kuenya,” kata Hyesung saat mendengar pintu dorm tertutup. Kemudian dia berjalan keluar kamar, aku mengikutinya dari belakang.

Kulihat kue besar yang sekarang berada diatas meja dapur hanya tinggal setengah bagian saja. Mereka benar-benar rakus. “Oppa, kau mau?” tanya Hyesung yang akan memotong bagian lainnya lagi. Aku hanya mengangguk.

Oppa,” panggilnya saat aku mulai memasukkan kue itu ke lambungku. “Ne?” sahutku. Dia kemudian diam dan menunduk memandangi kuenya. Aku mengangkat dagunya, raut wajahnya terlihat sedih. Sama seperti beberapa waktu lalu saat pertengkaran di café itu. “Waeyo?” tanyaku.

Mianhe, jeongmal mianhe,” katanya. Airmatanya mulai turun dan ia mulai terisak. Aku mendekatkan kursiku dengannya, “Untuk apa kau meminta maaf?” tanyaku lembut.

“Untuk pertengkaran waktu itu, aku benar-benar marah padamu saat itu,” jelasnya. Aku menyentuh pipinya dan menghapus airmatanya yang semakin deras membasahi pipinya itu. “Aku yang seharusnya meminta maaf Hyesung-a, aku yang membuatmu marah,” kataku.

Dia menggeleng, “Aku.. aku.” Dia mencoba menjelaskan sesuatu namun isak tangisnya membuatnya tidak bisa berbicara lancar. “Sudahlah Hyesung-a, aku mengerti,” kataku sambil memeluk tubuhnya.
Lama aku memeluknya, isakan tangisnya sudah tidak terdengar lagi. “Sudah lebih baik?” tanyaku saat melepas pelukan kami. Dia mengangguk dan mulai tersenyum.

Oppa. Kapan keputusan sidang akan keluar?” tanyanya saat suasana kelabu mulai reda. Aku berdehem, sebenarnya aku tak ingin membahas masalah ini namun sepertinya Hyesung harus benar-benar tahu.

“Beberapa hari lagi,” jawabku lirih. Hyesung tak menjawabnya lagi. Dia memandangiku dengan senyum manisnya. “Semoga kau bahagia dengan keputusanmu Oppa,” katanya. Aku tersentak, selama seminggu terakhir ia mencoba membujukku untuk menarik keputusanku namun sekarang ia mendoakan kebaikan untuk keputusanku. Menurutku itu aneh, karena yang ku tahu Hyesung itu tipe orang yang susah merubah anggapannya.

“Aku mengerti kenapa kau memilih jalanmu sekarang ini. Aku tahu kesusahanmu menjalani kegiatan yang benar-benar menghabiskan tenagamu, bahkan untuk tidur saja mungkin tidak masuk dalam jadwal kegiatanmu..,”

“..Aku yang terlalu egois memaksamu untuk tetap bertahan dalam kesusahanmu. Aku yang egois menghalangi kebahagiaanmu hanya untuk kebahagiaanku sendiri. Aku sebenarnya tidak pantas untukmu Oppa, aku bukan gadis yang baik,” katanya sambil menangis.

Aku memandanginya. Tak mampu lagi kutahan airmataku yang membendung di pelupuk mataku sejak tadi. “Selama ini aku hanya takut Oppa, aku takut kehilangan orang yang aku cintai. Aku takut kau melupakanku seiring berjalannya waktu, aku takut Oppa,” katanya lagi sambil terisak.

Aku menyentuh wajahnya. “Kau tidak egois Hyesung-a. Kau tidak seperti apa yang kau bicarakan tadi, itu semua salah. Aku tidak pernah merasa dirimu yang egois, selama ini kau yang selalu bersabar menungguku walau aku terlambat beberapa jam, kau juga sangat mengerti kepadatan jadwalku..”

“Ini bukan masalah jadwalmu atau kau telat datang saat kita janjian Oppa, ini tentangku. Ini tentangku yang menghalangi kebahagiaanmu.” Hyesung memotong kalimatku, airmataku semakin tumpah saat Hyesung berbicara sedikit meraung ditengah tangisannya. “Hyesung-a, aku mengerti kenapa kau menghalangi keputusanku. Aku mengerti apa yang ada didalam hatimu karena aku juga merasakan hal yang sama, aku pun takut kehilangan dan dilupakan dirimu namun keputusanku benar-benar tidak bisa ditarik kembali,” kataku.

Hyesung mengangguk “Arassoe Oppa,” katanya. Aku mengusap airmatanya lagi namun dia belum menghentikan tangisannya. “Aku mohon hentikan tangismu Hyesung, aku benar-benar tidak sanggup melihatnya,” pintaku memelas. “Aku tidak berjanji apa aku bisa melupakanmu semudah membalikkan telapak tangan Oppa, tapi aku mohon padamu berjanjilah melupakanku demi kebahagiaanmu.”

Aku memandangnya terkejut. “Apa yang kau katakan Hyesung-a? Kau bilang tadi tidak ingin aku melupakanmu tapi sekarang kau malah memintaku berjanji untuk melupakanmu?” tanyaku tak mengerti. Ia mengangguk, “Lupakan aku saat kau benar-benar dipuncak kebahagiaanmu Oppa. Aku benar-benar tidak ingin merusaknya,” kata Hyesung.

Aku menggeleng, “Kau tidak pernah merusak apapun Hyesung.”

“Berjanjilah Oppa, kumohon,” pintanya. Walau berat untuk kusanggupi, aku mengangguk lemah. Entah apa bisa ku sanggupi permintaan Hyesung itu dengan mudah. Kulihat sebuah senyuman tersungging di wajahnya yang memerah karena tangis.

Gomawo,” katanya.

Aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Menempelkan bibirku dengan bibirnya untuk pertama kali selama kami berpacaran. Dia tidak mencoba menolaknya, tidak juga hanya diam menerima kecupan itu. Dia menyambutnya.

Airmata kami menjadi satu. Kecupan itu berubah menjadi ciuman yang dalam dan penuh kehangatan bagiku. Kami melepaskan ciuman hangat itu, “Dasar pencuri,” kata Hyesung.

Aku tertawa mendengar tuduhannya itu. Kuusap airmatanya dan ia mengusap airmataku. “Aku tidak ingin melihat airmatamu lagi,” kataku. Hyesung mengangguk.

Oppa…”

Hyesung bergelayut manja di lenganku. “Hmm,” sahutku.

Saranghaeyo,” katanya. Aku mengusap kepalanya. “Na Do.”

**

Aku masih memandangi Hyesung sampai panggilan untuk penerbanganku terdengar. Semua member mengantar kepergianku dengan raut wajah sedih.

“Aku tidak suka kau bermuram seperti itu Hyuk Jae,” kataku pada sesaat setelah memeluknya sebagai tanda perpisahan. Ia mengusap airmatanya sendiri. Disampingnya Donghae yang sedang menangis juga senantiasa merangkulnya dan menenangkan Eunhyuk.

Aku menatap Heechul kemudian memeluknya erat. Sahabatku, guru bahasa koreaku dan partner kamarku yang pasti sangat kurindukan nantinya. “Jaga Hyesung untukku Heechul, aku tahu perasaanmu padanya,” bisikku. Heechul hanya mengangguk. “Sering-seringlah mengirimiku email,” katanya. Kini giliranku yang mengangguk.

Aku melepas pelukannya lalu beralih ke Hyesung. Dia masih menangis dan menunduk. Aku memegang dagunya dan mengangkat wajahnya. “Hyesung-a, kau sudah berjanji tidak akan menangis lagi kan?” tanyaku sambil tersenyum dan menyembunyikan perasaanku yang kacau.

Dia hanya mengangguk. Aku mengusap kepalanya kemudian mencium keningnya. “Aku mencintaimu,” kataku.

Mendengar itu tangisannya semakin mengeras, ia memelukku erat seakan tidak ingin melepaskanku. Panggilan untuk penerbanganku sudah terdengar lagi namun Hyesung belum melepaskan pelukannya.

Heechul membantuku untuk menasehati Hyesung. “Hyesung-a.,” bujuk Heechul untuk kesekian kalinya. Hyesung melepaskan pelukannya dan memandangku.

“Tepati janjimu Oppa,” katanya. Aku mengangguk dan mengelus pipinya. Kukecup bibirnya sebentar kemudiian berjalan menjauh dari mereka semua. Aku sempat berbalik, mencoba melihat Hyesung untuk terakhir kalinya. Dia menangis dipelukan Heechul sekarang. Aku tersenyum kemudian melambaikan tangan pada semuanya.

Saranghaeyo..

**

Hyesung POV.

Aku menuliskan kisah terakhirku dengan Hankyung Oppa pada sebuah buku yang akan kusimpan selamanya. Kututup buku itu dan kulihat foto kami sedang yang sedang tertawa disampulnya. Aku tersenyum. Entah apa akan semudah membalikkan telapak tangan saat aku melupakannya. Aku tidak tahu.

Saat ini aku hanya ingin menjalani hariku dan memikirkannya selagi aku mampu. Aku menaruh dan menyimpan buku itu dilaci meja, sama seperti cintaku yang akan aku simpan untuknya. “Hankyung Oppa, saranghaeyo…

END

0 komentar on "Last Gift (Sequel Lovely Way)"

Posting Komentar

Rabu, 08 Februari 2012

Last Gift (Sequel Lovely Way)

Karya : Altha Swita Abrianto di 7:07 PM
Poster by : Hannie @  http://fanfictionloverz.wordpress.com

Aku menatap ponselku tanpa arti. Berharap sekali ia berbunyi menandakan telepon atau sms masuk namun apa yang kutunggu selama seminggu ini belum membuahkan hasil.

“Hankyung hyung, apa kau baik-baik saja?” tanya Ryeowook yang melintas dihadapanku. Aku memalingkan wajahku dari ponselku dan menatapnya sambil tersenyum. “Aku baik-baik saja Ryeowook-a,” jawabku berbohong. Aku tak ingin semua member mengkhawatirkanku.

“Kau yakin? Tapi wajahmu pucat sekali hyung,” katanya lagi meyakinkan. “Segitu burukkah hingga kau memperhatikanku? Hehe aku tidak apa-apa, sungguh.”

Ryeowook mendekatiku. “Kalau kau ingin dibuatkan sup, panggil saja aku,” katanya tulus. Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Kemudian ia meninggalkanku sendirian lagi, tak lama sosok pria berisik masuk ke dorm dengan membawa berbagai bungkusan dan menaruhnya di meja dapur.

Saat keluar dari dapur dan melihatku, dia langsung saja duduk disampingku.

Gwechana?” tanya.


Ne, aku baik-baik saja,” jawabku sama seperti menjawab pertanyaan Ryeowook tadi. Dia hanya mengangguk, tak ingin meyakinkan lagi. Tiba-tiba dia beranjak masuk kekamarnya kemudian keluar lagi setelah beberapa menit.

“Yang seperti ini kau bilang baik-baik saja?” tanya Heechul seperti memekik ditelingaku sambil menyodorkan kaca di wajahku. Aku sendiri terkejut melihat pantulan wajahku yang pucat seperti mayat.

“Apa itu aku?” tanyaku dengan wajah polos sambil menatapnya.

“Lalu kau pikir siapa?” tanya Heechul kesal. Aku menepis pelan tangannya yang masih memegang kaca dan kembali menatap ponselku.

“Ya! Kerjaanmu setiap hari hanya memandangi ponselmu itu! Kau tahu dia tidak akan berbunyi sendiri walau kau pandangi seperti itu,” umpat Heechul yang gemas dengan tingkahku selama seminggu ini.
Aku hanya bisa diam mendengar kata-katanya. “Kau mungkin bisa membohongi member lain dengan mengatakan kau baik-baik saja tapi kau tidak bisa membohongiku semudah itu Hankyung-a,” katanya.

Aku menoleh kearahnya lalu tersenyum. Setelah melihat responku, ia menghembuskan nafasnya seakan dia tahu apa yang aku pikirkan. “Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk bercerita sekarang,” jawab Heechul sebelum beranjak meninggalkanku sendirian lagi.

Aku memandang punggungnya yang perlahan menghilang di balik dinding kamar kami. Aku senang memilikinya juga para member lain, mereka saling mengerti satu sama lain dan itulah yang memberatkanku untuk mengambil keputusan ini seminggu yang lalu.

Apalagi sekarang aku memiliki Hyesung yang begitu aku cintai. Aku berjalan menuju balkon dorm dan memandangi seluruh bangunan yang terlihat. Tak ada yang menarik dari balkon dorm kami namun aku ingin mencoba melupakan masalahku.

Lama aku terdiam di balkon ini, sampai sebuah PSP yang kukenal muncul tiba-tiba dihadapanku. Aku menoleh, si empunya PSP sudah tersenyum lebar memandangku. “Hyung, aku lihat seminggu terakhir kau sepertinya sedang sedih, aku akan berbaik hati meminjamkan PSP kesayanganku untuk mengembalikan semangatmu,” katanya sambil menyodorkan PSP-nya.

Aku tersenyum lalu menepis tangannya pelan. “Aniyo Kyuhyun-a, aku baik-baik saja,” jawabku masih berbohong. Dia menurunkan tangannya lalu menunjukkan wajah ngambeknya, aku tertawa melihat kelakuannya.

“Kemana semangatmu untuk bermain game, hyung?” tanya Kyuhyun dengan nada kecewa. Aku memandanginya, sedikit merasa bersalah menolak kebaikannya tadi. “Aku tahu kau akan keluar dari management ini beberapa waktu lagi jadi setidaknya luangkanlah waktu untuk bermain denganku,” katanya lagi dengan wajah memelas. Aku semakin merasa bersalah.

“Aku ingin bermain tapi tidak dengan PSP-mu,” jawabku.

Wajahnya berubah ceria saat aku mengatakan aku ingin bermain tadi, “Lalu?”

“Aku ingin bermain starcraft denganmu,” jawabku dengan senyum jahilku.

“Baik, kau yang menantangku ya hyung,” katanya seperti tak ingin disalahkan kalau nanti aku kalah darinya.

Jujur saja, aku tidak pernah bisa menang bermain game dari magnae gila yang satu ini tapi kali ini aku ingin mencoba peruntunganku.

“Tidak mungkin, darimana kau mempunyai keahlian seperti itu hyung?” tanya Kyuhyun tidak percaya kalau aku mengalahkannya, aku tersenyum puas. Hampir seharian ini aku memenaminya bermain dan dia hanya menang 2 kali dariku.

“Sudah kubilang, kemampuan bermainmu itu menurun Kyu,” ejekku puas. Dia memandang komputernya tidak percaya, “Reputasiku hancur.”

Aku tertawa mendengar ocehannya. “Sudahlah Kyu, terima kekalahanmu kali ini,” bujukku sambil tetap tertawa. Dia menggeleng tak percaya. “Aku yakin kau punya jimat hyung,” katanya sambil berjalan mendekatiku dan meraba semua bagian tubuhku, “Ya! Kyuhyun-a apa yang kau lakukan.. Ya! Hentikan!” teriakku saat ia mulai meraba bagian yang lebih intim.

“Tidak ada,” katanya putus asa saat ia tidak mendapatkan benda mencurigakan. “Sebenarnya kau ini hidup dijaman kapan Kyu? Masih saja percaya dengan jimat,” kataku sedikit kesal dengan perlakuannya tadi.

“Bagaimana aku harus percaya kalau orang yang selama ini selalu kalah dariku menjadi lebih unggul dariku,” jawab Kyuhyun kesal. Aku tidak mau menimpali perkataannya, salah-salah bisa diraba lagi badanku olehnya.

Tiba-tiba Sungmin masuk ke kamar, “Oh Hankyung hyung sedang disini, Heechul hyung mencarimu sejak tadi,” kata Sungmin setelah melihat keberadaanku dikamarnya. Aku mengerutkan keningku. “Mencariku?”
Sungmin mengangguk, kemudian perhatiannya beralih ke arah Kyuhyun yang masih mengumpat tidak jelas. “Kau sedang mengumpat atau sedang membaca mantra Kyu?” tanya Sungmin tak mengerti.

Kyuhyun memandang Sungmin sekilas lalu sibuk kembali dengan komputernya. Kemudian ia terdiam sejenak, “Minnie hyung, kau mau membantuku?” tanya Kyuhyun kepada Sungmin dengan memanggil panggilan kesayangan yang ia buat untuk Sungmin. Sungmin menimang sebentar permintaan Kyuhyun.

“Ah kau terlalu lama berpikir, duduk disni.” Kyuhyun menarik tangan Sungmin dibangku tempatku duduk tadi. Kulihat Sungmin masih tak mengerti apa yang diperintahkan Kyuhyun padanya sedangkan Kyuhyun sudah sibuk memainkan permainannya.

Aku hanya tertawa melihat dua dongsaengku ini. “Baiklah, aku harus bertemu Heechul. Sungmin-a berhati-hatilah karena Kyuhyun sedang murka sekarang,” kataku sebelum melangkahkan kaki keluar kamarnya.

“Ya! Aku seperti ini juga karena ulahmu Hankyung!” teriaknya tanpa menggunakan kalimat yang sopan, aku hanya tertawa senang melihatnya ketakutan kehilangan kemampuannya bermain game, sama sekali tidak tersinggung dengan perkataannya tadi.

Sungmin melihatku dan Kyuhyun bergantian lalu menggelengkan kepala, sepertinya dia mulai mengerti arah pembicaraan ini.

Aku menutup pintu kamar Sungmin dan Kyuhyun namun tak lama aku mendengar teriakan Kyuhyun. “Ya! Sungmin, kenapa kau bisa mengalahkanku?!”

Aku mencoba menahan tawaku karena mendengar jeritan frustasinya. “Aku sampai lelah mencarimu, kau seenaknya disini sambil tertawa.” Suara Heechul terdengar dari belakangku, kemudian aku berbalik lalu tersenyum.

“Aku seharian ini menemani dongsaeng evilmu bermain starcraft,” jawabku. Heechul tak merubah raut wajahnya yang terlihat cemas, “Waeyo Heechul-a?” tanyaku yang mulai menyadari kalau ada yang akan Heechul bicarakan serius denganku.

Aku mengikuti Heechul yang berjalan menuju dapur, kulihat tak ada orang disana. “Waeyo?” tanyaku lagi. “Aku sempat bertemu Hyesung saat pulang berbelanja tadi.” Heechul membuka pembicaraan yang membuatku terkejut. “Hyesung?” tanyaku. Ia mengangguk.

“Apa kau menyapanya?” tanyaku lagi. Hyesung-lah yang membuatku galau seminggu ini, pesan dan teleponku tidak digubrisnya sama sekali dan jelas saja mendengar Heechul bertemu dengan Hyesung membuatku senang.

Heechul memandangku. “Dia hanya bilang, dia butuh waktu untuk melepas kepergianmu nanti,” katanya. Badanku lemas. Aku tak mengharapkan kalimat itu keluar dari mulut Heechul, aku ingin Heechul mengatakan kalau Hyesung sangat mencintaiku atau sesuatu yang tidak berhubungan dengan kepergianku nanti.

“Apa kau benar-benar akan pergi meninggalkan kami?” tanya Heechul lirih. Aku menunduk. Tak ada dari kami membuka suara setelah pertanyaan Heechul keluar untuk sekian kali.

Tiba-tiba Heechul memelukku erat. “Aku menyayangimu Hankyung-a.” Suaranya sedikit bergetar, aku tahu dia menahan tangisnya. Ku balas  pelukan Heechul, “Aku juga menyayangimu Heechul-shi­.

**

Aku menatap pintu dorm group Hyesung selama satu jam lebih. Aku ini pria payah, hanya untuk bertemu dengan seorang gadis saja takutnya luar biasa bagaimana kalau aku harus melamarnya nanti.

Akhirnya dengan segala keberanianku, kugerakkan tanganku untuk menekan bel dorm itu namun saat tanganku masih melayang di udara pintunya terbuka. Gadis dibalik pintu itu terkejut saat melihatku berada di depannya.

Oppa?”

Aku menurunkan tanganku dan tersenyum padanya. “Hyesung-a,” sapaku.

“Kenapa kau kemari Oppa?” tanyanya masih dengan ekspresi terkejut melihatku. Apa aku seperti hantu sampai ia harus terkejut begitu melihatku. “Aku hanya ingin mengetahui kabarmu, sudah lebih dari seminggu kau tidak membalas semua telpon dan pesanku,” jawabku.

“Itu…”

“Apa aku tidak dipersilahkan masuk?” tanyaku memotong kata-katanya. Ia tersadar lalu menyilahkanku masuk dan duduk diruang tamunya.

“Kau ingin minum apa Oppa?” tanyanya terdengar basa-basi. “Aku hanya ingin melihatmu.” Kulihat pipinya merona setelah mendengar jawabanku barusan.

Dia duduk dihadapanku sekarang sambil menunduk. “Ada siapa saja di dorm?” tanyaku berbasa-basi, dia mengangkat wajahnya untuk menatapku. “Ah? Hanya ada aku dan Sang Yoo onnie,” jawabnya.

“Begitu ya?”

Dia tidak menjawab. “Bisa kita bicara ditempat lain?” ajakku.

“Tapi aku harus meminta ijin dulu pada Sang Yoo onnie,” katanya. Aku mengangguk, “Lakukanlah, aku akan menunggumu diparkiran.”

Hanya butuh waktu 15 menit dari aku sampai di mobilku untuk menunggu Hyesung selesai dengan urusannya. “Kita akan kemana Oppa?” tanyanya saat aku mulai melajukan kendaraanku. Aku tak menjawabnya, kurasa dia sudah tahu arah tujuanku kalau kami ingin berbicara berdua saja.

Jeongmal mianhe,” kataku sebagai permulaan topik pembicaraan kami saat kami sampai di café favorit kami. Hyesung memandangku tak mengerti, “Jeongmal mianhe,” ulangku. “Aku tak mengerti maksud permintaan maafmu Oppa,” katanya.

Aku memegang tangannya, “Jangan berkata kau tidak mengerti kalau kau menyimpan kesedihanmu itu,” kataku. Ia tidak menimpali lagi, benar-benar gadis pendengar yang baik. “Aku sudah mendengar semua dari Heechul, alasan kenapa kau menghindariku akhir-akhir ini.”

“Aku mohon Hyesung-a, jangan biarkan aku ketakutan sendiri seperti ini,” pintaku lirih. “Harusnya aku yang merasa ketakutan Oppa,” katanya dengan suara bergetar. Kulihat matanya sudah menahan airmata yang siap jatuh membasahi pipinya.

“Hubungan kita baru mulai tapi kau sudah berkata akan meninggalkan Korea,” lanjutnya. Terlihat dia benar-benar menahan airmatanya jatuh dan mengatur nafasnya. “Apa kau benar-benar mencintaiku?”
Pertanyaan bodoh keluar dari mulutku. Kulihat dia membelalakkan matanya, aku tahu pertanyaan terakhir yang keluar begitu penuh keraguan. “Jadi kau anggap apa perasaanku selama ini Oppa?” tanyanya semakin lirih, airmatanya perlahan mengalir. Bukan, bukan itu maksudku. Aku mencoba menjelaskan pada Hyesung namun sepertinya ia tak ingin mendengar.

Ia melepaskan genggaman tanganku lalu beranjak dari duduknya dan keluar dari café. Aku mengejar Hyesung, mencari ke segala arah yang mungkin dilalui Hyesung namun hingga sore aku tak menemukannya. Aku sangat khawatir.

Ponselku berdering. Aku menatap layarnya. Heechul.

Yoeboeseyo,” sapaku terdengar panik. “Hyesung sudah kembali ke dorm Hankyung-a, kau tidak perlu mencarinya lagi.”

Aku terkejut mendengar perkataan Heechul, darimana ia tahu kalau aku sedang mencari Hyesung kesetiap sudut Seoul saat ini. “Hyesung mengirim pesan padaku untuk menyampaikan ini padamu,” katanya seakan tahu pertanyaan dalam otakku.

“Baiklah, Gomawo Heechullie.” Aku menutup sambungan telepon kami lalu kembali ke mobilku dan mengarahkannya ke dorm Super Junior. Kenapa Hyesung tidak memberitahu sendiri keadaannya? Kenapa harus Heechul yang ia beritahu? Apa dia begitu marah padaku?

Semua pertanyaan bodoh dan penuh kecurigaan mampir di otakku seenaknya. Aku menghembuskan nafasku berat. Apa yang akan dilakukan gadis itu saat aku benar-benar meninggalkannya nanti.

**

9 Februari.

Tak ada yang spesial hari ini selain akan ada show nanti sore bersama member lainnya. Walau hari ini ulangtahunku namun aku tak pernah menganggap hari ini sangat istimewa apalagi Hyesung sepertinya oh bukan, dia memang masih marah padaku.

Saengil cukkhaehamnida Hankyung-shi­,” sapa Leeteuk hyung saat aku keluar kamarku pagi ini. Aku tersenyum padanya. “Gomabshimnida,” jawabku. Kemudian kami sibuk dengan urusan kami masing-masing. “Leeteuk hyung, apa kau melihat Heechul? Sejak tadi aku tidak melihatnya,” tanyaku.
Leeteuk hyung menghentikan kegiatannya memotong bawang didapur lalu berbalik, “Aku juga baru menyadari kalau aku tidak melihatnya sejak tadi Hankyung-shi,” jawabnya. Aku membulatkan bibirku dan mengangguk. Aku mengambil ponselku dan mencoba menghubunginya, nada sambung terdengar beberapa kali namun tak lama nada terputus terdengar.

Aku menatap ponselku. “Kenapa dia mematikannya?”

Aku mencoba menghubunginya beberapa kali namun Heechul tetap menolak teleponku. Akhirnya aku menyerah, ku kirimkan pesan untuknya.

From : Hankyung
To : Heechullie
Ya! Kau sedang berada dimana?
Kenapa mematikan teleponku?

Butuh waktu 30 menit untuk mendapatkan jawaban darinya.

From : Heechullie
To : Hankyung
Kkk~ mianhe Hankyung-a.
Pagi-pagi sekali aku mendapatkan sebuah tugas.
Dan aku blm bisa menerima panggilanmu.
Jeongmal mianhe :*

Bulu romaku meremang saat melihat icon yang dibuatnya untukku. Bahkan Hyesung saja tidak pernah mengirimiku icon seperti itu. Tapi tunggu, dia mendapat tugas? Dari siapa? Aku ingin bertanya pada Leeteuk hyung namun aku tahu ia sepertinya tidak tahu apa-apa soal Heechul.

Beberapa member memberikanku ucapan selamat ulangtahun tidak terkecuali Zhoumi dan Henry. Hari semakin siang namun Heechul belum juga kembali dari urusannya, saat aku sedang membantu Ryeowook memasak makan siang. Donghae dan Eunhyuk menghampiri kami.

“Ryeowook-a, aku ingin makan spaghetti hari ini,” pinta Donghae memelas disamping Ryeowook. “Hyung, kau tidak boleh makan makanan seperti itu. Tidak baik untuk kesehatan dan suaramu.” Donghae hanya cemburut permintaannya ditolak oleh dongsaeng kesayangannya. “Wajahmu terlihat jelek seperti itu Hae-ya,” sahut Eunhyuk yang berada disampingku.

Aku hanya tertawa sambil menatap wajah Donghae. “Ya! Hankyung hyung, jangan tertawakanku. Lebih baik kau masakkan makanan yang aku mau,” pintanya padaku. Ryeowook menghentikan aktifitasnya lalu memandang sengit Donghae.

“Sepertinya akan ada yang dimarahi lagi,” kataku saat melihat Ryeowook menatap Donghae seakan ingin memakannya. Entah kenapa sifat Kyuhyun ditirunya persis.

Donghae menatap Ryeowook lalu tersenyum lebar, “Hyukjae, temani aku kabur ya.”
Aku dan Eunhyuk hanya tertawa mendengar nada ketakutan keluar dari mulut Donghae. Setelah Donghae berhasil kabur dari tatapan maut Ryeowook, badan gempal Shindong masuk dan seenaknya saja mengambil daging yang sudah ku iris-iris. Belum sempat aku mencegahnya ia sudah memasukkan kedalam mulutnya.

“Ya! Hyung-a, daging itu masih mentah!” teriak Ryeowook mengagetkan Shindong. Dengan susah payah ia mengeluarkan daging mentah itu keluar dari lambungnya. “Ya! Kenapa kau tidak mencegahku hyung,” omelnya padaku.

“Bagaimana aku mau mencegahmu kalau kau seenaknya saja memasukkan daging itu kedalam perutmu,” kataku membela diri. “Habis bau masakkan kalian tercium sampai kamarku, aku jadi lapar,” katanya.

“Sedikit lagi selesai hyung, bersabarlah,” kata Ryeowook yang masih asik dengan ramuan masakan andalannya. “Baiklah, panggil aku dulu kalau masakkannya sudah jadi, aku tidak mau bersaing dengan monyetnya Donghae,” kata Shindong sambil melirik Eunhyuk yang sedang menonton tv bersama Donghae.

Arrasoe,” jawabku sekenanya.

Hyung, kau tidak makan?” tanya Eunhyuk saat semua orang mulai makan siang namun aku memilih untuk masuk kamar. “Aku tidak lapar, kau makanlah yang banyak,” kataku. Semua member hanya memandangiku tanpa mengeluarkan kalimat apapun.

Sayup-sayup kudengar pembicaraan mereka diluar sana. “Ada apa ya dengan Hankyung-shi?” tanya Yesung sebelum menyuap makanan masuk ke mulutnya. “Mungkin dia sedang sakit,” tebak Kangin sambil mengunyah makanan didalam mulutnya.

“Kunyah dulu makananmu baru bicara,” tegur Leeteuk melihat ketidak sopanan Kangin saat makan, yang ditegur hanya  tersenyum lebar. “Sudah seminggu dia seperti itu hyung, tidak mungkin dia sedang sakit pasti ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.” Kali ini si magnae menyumbang suaranya.

“Memang apa yang dipikirkannya?” tanya Eunhyuk tak mengerti.

Sungmin menjitak kepala Eunhyuk, “Kalau kami tahu tidak mungkin kami kebingungan seperti ini,” katanya. Eunhyuk mengusap-usap kepalanya yang menjadi korban tangan Sungmin.

“Apa dia ada masalah dengan Hyesung-shi­?” tanya Ryeowook.

Semua orang menghentikan kegiatannya dan memandang Ryeowook. “Beberapa kali aku memergokinya memandangi ponselnya, aku pikir dia ada masalah dengan kekasihnya itu,” jelas Ryeowook seperti tahu arti tatapan semua member padanya.

“Sepertinya kita harus menanyai sendiri pada Hankyung,” timpal Leeteuk yang mulai sibuk menyendok daging. “Percuma saja, kemarin aku tak sengaja mendengar pembicaraan Heechul hyung dengan dirinya namun Hankyung hyung tidak menceritakan apa-apa pada Heechul hyung.” Kibum akhirnya ikut berbicara.

“Ngomong-ngomong soal Heechul hyung, dimana dia? Seharian ini aku tidak melihatnya,” kata Siwon. Semua member langsung mengiyakan kata-kata Siwon.

Tiba-tiba aku mendengar ponsel Leeteuk hyung berbunyi. “Ah? Heechul-shi tidak bisa ikut tampil pada show kali ini?” tanya Leeteuk hyung. Aku mempertajamkan pendengaranku. “Ne hyungnim, arassoe,” kata Leeteuk hyung lagi lalu tak kudengar pembicaraan member lain tentangku ataupun Heechul.

**

Hyunng, dimana Heechul?” tanyaku pura-pura tidak tahu kalau Heechul tidak ikut tampil hari ini. Leeteuk hyung menoleh kearahku. “Dia tidak bisa ikut tampil hari ini,” jawabnya singkat.

Waeyo?”

“Aku tidak tahu, manager hyung tidak mengatakan alasannya,” jawab Leeteuk hyung. Aku terdiam, mencoba mencari alasan sendiri kenapa Heechul mendadak tidak ikut penampilan kami kali ini. Aku mengambil ponsel di sakuku dan mengetik sebuah pesan padanya. Aku harap dia membacanya.

“Hankyung-shi, Heechul berulang kali menelpon ke ponselmu,” kata manager hyung saat kami masuk ke backstage setelah tampil. “Mwo? Kau tidak mengangkatnya hyung?” tanyaku.

“Hey! Kau pikir aku tidak punya tatakrama sembarangan mengangkat telepon orang,” jawab manager hyung sambil menyerahkan ponsel yang sempat ku titipkan padanya sebelum tampil tadi.

Aku menerimanya kemudian menelepon Heechul, perasaanku sangat tidak enak.

Yoeboeseyo,” sapanya terdengar sedikit panik.

“Heechul-shi, ada apa?” tanyaku.

“Hyesung-a…”

“Hyesung? Kenapa dengan Hyesung!” tanyaku sedikit meninggikan nada suaraku, semua member termasuk manager hyung menoleh kearahku. “Hyesung-a, dia mengalami kecelakaan Hankyung,” jawab Heechul dengan nada suara yang sama.

“Kecelakaan?!” pekikku. Tak peduli seberapa besar suara yang aku timbulkan dan membuat semua orang kini menatapku yang kupikirkan sekarang adalah keadaan kekasihku itu. “Dia ada di rumah sakit sekarang, kemarilah!”

Aku memutuskan telepon lalu menghampiri manager hyung. “Aku pinjam mobilmu hyung, kumohon,” pintaku padanya. Manager hyung mengeluarkan kunci mobilnya dan menyerahkan kepadaku. Setelah menerimanya aku berlari menuju parkiran dan melarikan mobil ke rumah sakit yang disebutkan Heechul tadi.

“Sudah dibawa pulang Tuan,” kata suster di tempat informasi yang kutanyai tentang keberadaan Hyesung di rumah sakit tersebut. “Sudah pulang? Sudah berapa lama?” tanyaku.

“Sekitar setengah jam yang lalu,” jawab suster itu lagi.

Setelah mengucapkan terimakasih, aku kembali menuju mobilku dan mengendarainya menuju dorm Hyesung.
Aku mengetuk pintu dorm mereka dengan tergesa-gesa, rasa panic menyelimuti sekujur tubuhku. Sang Yoo yang membuka pintu terlihat terkejut melihatku yang sudah berkeringat karena terus berlari. “Sedang apa Oppa disini? Bukankah Hyesung sedang berada di asramamu?” tanyanya sebelum aku menanyakan tentang Hyesung.

Aku yang sedang mengendalikan nafasku yang memburu menatapnya, “di dormku?” tanyaku. Sang Yoo mengangguk. Tanpa menunggu kalimatnya lagi aku segera berlari dan menuju dormku.
Aku masih membungkuk mengatur nafas saat sampai di depan pintu dormku. Berlari menaiki tangga dari lantai 1 hingga lantai 12 membuat nafasku begitu memburu, aku tak mengerti kenapa lift apartement ini bisa rusak mendadak padahal sebelum berangkat masih baik-baik saja.

Setelah nafasku mulai teratur, ku buka pintu dorm. Gelap. Kemana Hyesung dan Heechul? Bukankah mereka seharusnya berada di dorm sekarang.

“Hyesung-a? Heechul-shi?” panggilku ditengah kegelapan ruangan. Aku meraba dinding untuk mencari saklar lampu dorm.

TAK!

SURPRISE!” teriak semua orang saat lampu menyala. Kulihat Hyesung berada ditengah-tengah semua member sambil memegang sebuah kue ulangtahun yang cukup besar. “Hyesung-a,” panggilku tak percaya. Ia hanya tersenyum sambil mengikuti semua member yang bernyanyi lagu ulangtahun untukku.

Kulirik Heechul yang ada disampingnya dan sedang tersenyum puas kearahku. “Hankyung hyung apa kau akan terus berada disana dan tidak menghampiri kami?” tanya Donghae membuatku tersadar dari lamunanku tentang apa yang ku alami hari ini. Ku hampiri Hyesung yang masih tersenyum manis kepadaku.

 “Ucapkan permohonanmu Oppa lalu tiup lilinnya,” kata Hyesung seperti memberiku perintah. Aku masih memandangnya, andai ia tak sedang memegang kue ini rasanya ingin ku peluk ia sampai nafasnya habis karena telah membuatku khawatir hari ini.

“Kau begitu terpesona ya dengan Hyesung sampai menatapnya seperti itu?” tanya Heechul gemas. Aku menoleh kearahnya. “Kau! Lihat saja nanti apa yang akan kau dapatkan setelah ini,” ancamku.

Hyung, cepat tiup lilinnya. Nanti kalau lilinnya habis kuenya tidak akan enak,” timpal Eunhyuk yang dibarengi anggukan Shindong. Kyuhyun yang berdiri dibelakang Eunhyuk seenaknya saja menjitak kepala hyungnya itu. Aku tertawa melihat kelakuan mereka. Sebelum terjadi kericuhan berkepanjangan akhirnya aku memutuskan untuk melaksanakan perintah mereka.

Baru saja aku selesai meniup lilinnya, Eunhyuk dan Shindong sudah mengambil kue itu dari tangan Hyesung. “Ya! Itu kan kue ulangtahunku! Kemarikan Hyuk Jae!” teriakku kesal.
Tak hanya Shindong dan Eunhyuk yang sibuk berebut siapa duluan yang akan memakan kue itu, Kangin, Yesung dan Kyuhyun ikut berebut.

“Ya! Aku kan yang membeli kue ini kenapa kalian yang sibuk!” teriak Heechul yang melihat kekacauan diantara para dongsaengnya. Leeteuk hyung, Kibum, Siwon, Sungmin , Ryeowook dan Donghae jadi ikut berebut dengan yang lainnya. Hyesung tertawa lepas disampingku melihat kelakuan mereka. Aku menggenggam tangannya kemudian dia menoleh kearahku.

“Bisa kita bicara?” tanyaku.

Hyesung mengangguk sambil tetap tersenyum.

Mianhe Oppa, aku membohongimu hari ini,” katanya saat aku menutup pintu kamarku dan Heechul. Aku tak ingin semua member mendengar percakapanku dan kekasihku ini. “Aku mengerti maksudmu tapi kau benar-benar membuat jantungku hampir copot Hyesung-a,” kataku.

Hyesung tertawa kecil mendengarnya. “Mianhe Oppa kekeke,” katanya masih tetap tertawa. Aku memencet hidungnya, “Kau bahagia sekali telah membuatku cemas seperti ini Hyesung.”

“Ah Oppa, lepaskan,” pintanya. Aku menggeleng, “Tidak akan sebelum kau mendapat balasan atas perbuatanmu,” kataku sambil tersenyum jahil. “Ya! Inikan ide Heechul Oppa juga,” katanya masih membela diri. Aku tak mau peduli, kupencet hidungnya lebih kencang lagi.

“Baiklah baiklah Oppa, aku akan melakukan yang kau mau tapi kumohon lepaskan tanganmu dari hidungku,” pintanya lagi tapi kali ini disertai pukulan pada tanganku.

“Kau berani memukulku? Aku semakin tidak mau melepaskannya,” ancamku. Dia kali ini tidak memukulku namun tetap memohon untuk melepaskan hidungnya. Karena tidak tega melihatnya hampir menangis karena kesakitan aku akhirnya melepaskan hidungnya yang sekarang sudah memerah seperti tomat.

“Kau jahat,” katanya sambil mengelus hidungnya.

Aku tertawa. “Salahmu sendiri kenapa memukulku,” kataku tak ingin disalahkan. Dia hanya mencibirku, aku teringat janjinya akan melakukan apapun yang kuminta. Aku memandangnya dalam. “Wae-waeyo Oppa?” tanyanya saat menyadari aku memandanginya begitu dalam. “Aku punya satu permintaan Hyesung-a,” kataku.

Dia menatapku takut. “A-Apa itu?”

Hyesung terlihat gugup saat aku mulai memperkecil jarak kami. Dia menutup matanya saat jarak kami hanya tinggal beberapa senti lagi. Aku tadinya ingin mencium bibirnya namun sepertinya ia tahu maksudku jadi aku putuskan untuk mengecup keningnya saja.

Aku kembali duduk ditempatku dan memandangnya yang sudah membuka matanya, “Kau pikir aku akan mencium bibirmu?” tanyaku. Hyesung menggeleng. “Aku hanya takut kau mencuri ciuman pertamaku.”

“Benarkah? Bagaimana kalau aku benar-benar mencurinya darimu?” tanyaku dengan senyum jahil. Mendengar pertanyaanku ia langsung menutup mulutnya, “Tidak akan kuberikan semudah itu!” kata Hyesung.

“Kalau begitu kenapa kau menutup matamu barusan?” tanyaku masih berusaha membuatnya jujur. “Itu.. Itu karena…”

Pintu kamar terbuka, Leeteuk hyung dan beberapa member mengintip dari belakang punggungnya. “Kalian disini ternyata, kami pikir kalian menghilang seperti hantu. Baiklah Hankyung kami akan pergi sebentar dan meninggalkan kalian berdua. Jaga dorm baik-baik, ingat! Aku tidak mau besok ada berita kalau member Super Junior berbuat macam-macam pada juniornya,” kata Leeteuk hyung yang diikuti anggukan member lainnya.

“Aku tidak seperti itu hyung,” kataku. Leeteuk hyung mengangguk, lalu ia menutup pintu kamar.

“Aku ingin makan kuenya,” kata Hyesung saat mendengar pintu dorm tertutup. Kemudian dia berjalan keluar kamar, aku mengikutinya dari belakang.

Kulihat kue besar yang sekarang berada diatas meja dapur hanya tinggal setengah bagian saja. Mereka benar-benar rakus. “Oppa, kau mau?” tanya Hyesung yang akan memotong bagian lainnya lagi. Aku hanya mengangguk.

Oppa,” panggilnya saat aku mulai memasukkan kue itu ke lambungku. “Ne?” sahutku. Dia kemudian diam dan menunduk memandangi kuenya. Aku mengangkat dagunya, raut wajahnya terlihat sedih. Sama seperti beberapa waktu lalu saat pertengkaran di café itu. “Waeyo?” tanyaku.

Mianhe, jeongmal mianhe,” katanya. Airmatanya mulai turun dan ia mulai terisak. Aku mendekatkan kursiku dengannya, “Untuk apa kau meminta maaf?” tanyaku lembut.

“Untuk pertengkaran waktu itu, aku benar-benar marah padamu saat itu,” jelasnya. Aku menyentuh pipinya dan menghapus airmatanya yang semakin deras membasahi pipinya itu. “Aku yang seharusnya meminta maaf Hyesung-a, aku yang membuatmu marah,” kataku.

Dia menggeleng, “Aku.. aku.” Dia mencoba menjelaskan sesuatu namun isak tangisnya membuatnya tidak bisa berbicara lancar. “Sudahlah Hyesung-a, aku mengerti,” kataku sambil memeluk tubuhnya.
Lama aku memeluknya, isakan tangisnya sudah tidak terdengar lagi. “Sudah lebih baik?” tanyaku saat melepas pelukan kami. Dia mengangguk dan mulai tersenyum.

Oppa. Kapan keputusan sidang akan keluar?” tanyanya saat suasana kelabu mulai reda. Aku berdehem, sebenarnya aku tak ingin membahas masalah ini namun sepertinya Hyesung harus benar-benar tahu.

“Beberapa hari lagi,” jawabku lirih. Hyesung tak menjawabnya lagi. Dia memandangiku dengan senyum manisnya. “Semoga kau bahagia dengan keputusanmu Oppa,” katanya. Aku tersentak, selama seminggu terakhir ia mencoba membujukku untuk menarik keputusanku namun sekarang ia mendoakan kebaikan untuk keputusanku. Menurutku itu aneh, karena yang ku tahu Hyesung itu tipe orang yang susah merubah anggapannya.

“Aku mengerti kenapa kau memilih jalanmu sekarang ini. Aku tahu kesusahanmu menjalani kegiatan yang benar-benar menghabiskan tenagamu, bahkan untuk tidur saja mungkin tidak masuk dalam jadwal kegiatanmu..,”

“..Aku yang terlalu egois memaksamu untuk tetap bertahan dalam kesusahanmu. Aku yang egois menghalangi kebahagiaanmu hanya untuk kebahagiaanku sendiri. Aku sebenarnya tidak pantas untukmu Oppa, aku bukan gadis yang baik,” katanya sambil menangis.

Aku memandanginya. Tak mampu lagi kutahan airmataku yang membendung di pelupuk mataku sejak tadi. “Selama ini aku hanya takut Oppa, aku takut kehilangan orang yang aku cintai. Aku takut kau melupakanku seiring berjalannya waktu, aku takut Oppa,” katanya lagi sambil terisak.

Aku menyentuh wajahnya. “Kau tidak egois Hyesung-a. Kau tidak seperti apa yang kau bicarakan tadi, itu semua salah. Aku tidak pernah merasa dirimu yang egois, selama ini kau yang selalu bersabar menungguku walau aku terlambat beberapa jam, kau juga sangat mengerti kepadatan jadwalku..”

“Ini bukan masalah jadwalmu atau kau telat datang saat kita janjian Oppa, ini tentangku. Ini tentangku yang menghalangi kebahagiaanmu.” Hyesung memotong kalimatku, airmataku semakin tumpah saat Hyesung berbicara sedikit meraung ditengah tangisannya. “Hyesung-a, aku mengerti kenapa kau menghalangi keputusanku. Aku mengerti apa yang ada didalam hatimu karena aku juga merasakan hal yang sama, aku pun takut kehilangan dan dilupakan dirimu namun keputusanku benar-benar tidak bisa ditarik kembali,” kataku.

Hyesung mengangguk “Arassoe Oppa,” katanya. Aku mengusap airmatanya lagi namun dia belum menghentikan tangisannya. “Aku mohon hentikan tangismu Hyesung, aku benar-benar tidak sanggup melihatnya,” pintaku memelas. “Aku tidak berjanji apa aku bisa melupakanmu semudah membalikkan telapak tangan Oppa, tapi aku mohon padamu berjanjilah melupakanku demi kebahagiaanmu.”

Aku memandangnya terkejut. “Apa yang kau katakan Hyesung-a? Kau bilang tadi tidak ingin aku melupakanmu tapi sekarang kau malah memintaku berjanji untuk melupakanmu?” tanyaku tak mengerti. Ia mengangguk, “Lupakan aku saat kau benar-benar dipuncak kebahagiaanmu Oppa. Aku benar-benar tidak ingin merusaknya,” kata Hyesung.

Aku menggeleng, “Kau tidak pernah merusak apapun Hyesung.”

“Berjanjilah Oppa, kumohon,” pintanya. Walau berat untuk kusanggupi, aku mengangguk lemah. Entah apa bisa ku sanggupi permintaan Hyesung itu dengan mudah. Kulihat sebuah senyuman tersungging di wajahnya yang memerah karena tangis.

Gomawo,” katanya.

Aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Menempelkan bibirku dengan bibirnya untuk pertama kali selama kami berpacaran. Dia tidak mencoba menolaknya, tidak juga hanya diam menerima kecupan itu. Dia menyambutnya.

Airmata kami menjadi satu. Kecupan itu berubah menjadi ciuman yang dalam dan penuh kehangatan bagiku. Kami melepaskan ciuman hangat itu, “Dasar pencuri,” kata Hyesung.

Aku tertawa mendengar tuduhannya itu. Kuusap airmatanya dan ia mengusap airmataku. “Aku tidak ingin melihat airmatamu lagi,” kataku. Hyesung mengangguk.

Oppa…”

Hyesung bergelayut manja di lenganku. “Hmm,” sahutku.

Saranghaeyo,” katanya. Aku mengusap kepalanya. “Na Do.”

**

Aku masih memandangi Hyesung sampai panggilan untuk penerbanganku terdengar. Semua member mengantar kepergianku dengan raut wajah sedih.

“Aku tidak suka kau bermuram seperti itu Hyuk Jae,” kataku pada sesaat setelah memeluknya sebagai tanda perpisahan. Ia mengusap airmatanya sendiri. Disampingnya Donghae yang sedang menangis juga senantiasa merangkulnya dan menenangkan Eunhyuk.

Aku menatap Heechul kemudian memeluknya erat. Sahabatku, guru bahasa koreaku dan partner kamarku yang pasti sangat kurindukan nantinya. “Jaga Hyesung untukku Heechul, aku tahu perasaanmu padanya,” bisikku. Heechul hanya mengangguk. “Sering-seringlah mengirimiku email,” katanya. Kini giliranku yang mengangguk.

Aku melepas pelukannya lalu beralih ke Hyesung. Dia masih menangis dan menunduk. Aku memegang dagunya dan mengangkat wajahnya. “Hyesung-a, kau sudah berjanji tidak akan menangis lagi kan?” tanyaku sambil tersenyum dan menyembunyikan perasaanku yang kacau.

Dia hanya mengangguk. Aku mengusap kepalanya kemudian mencium keningnya. “Aku mencintaimu,” kataku.

Mendengar itu tangisannya semakin mengeras, ia memelukku erat seakan tidak ingin melepaskanku. Panggilan untuk penerbanganku sudah terdengar lagi namun Hyesung belum melepaskan pelukannya.

Heechul membantuku untuk menasehati Hyesung. “Hyesung-a.,” bujuk Heechul untuk kesekian kalinya. Hyesung melepaskan pelukannya dan memandangku.

“Tepati janjimu Oppa,” katanya. Aku mengangguk dan mengelus pipinya. Kukecup bibirnya sebentar kemudiian berjalan menjauh dari mereka semua. Aku sempat berbalik, mencoba melihat Hyesung untuk terakhir kalinya. Dia menangis dipelukan Heechul sekarang. Aku tersenyum kemudian melambaikan tangan pada semuanya.

Saranghaeyo..

**

Hyesung POV.

Aku menuliskan kisah terakhirku dengan Hankyung Oppa pada sebuah buku yang akan kusimpan selamanya. Kututup buku itu dan kulihat foto kami sedang yang sedang tertawa disampulnya. Aku tersenyum. Entah apa akan semudah membalikkan telapak tangan saat aku melupakannya. Aku tidak tahu.

Saat ini aku hanya ingin menjalani hariku dan memikirkannya selagi aku mampu. Aku menaruh dan menyimpan buku itu dilaci meja, sama seperti cintaku yang akan aku simpan untuknya. “Hankyung Oppa, saranghaeyo…

END

0 komentar:

Posting Komentar

Copy Paste hukumannya di penjara 5 tahun lho :). Diberdayakan oleh Blogger.
 

A L T R I S E S I L V E R Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting