Selasa, 18 Oktober 2011

Memories [Part 1]

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 2:58 PM
Author POV

“Sungmin, aku boleh bertanya?” Tanya Yeri kecil pada anak lelaki di hadapannya yang sedang menulis sesuatu di atas kertas. Sungmin menengadah, menatap wajah Yeri yang polos “Ne” katanya. Yeri menarik nafas “apa kau menyukaiku?” tanyanya polos kemudian wajahnya mulai merona. Sungmin menatap gadis kecil di depannya dengan wajahnya yang polos “kenapa wajahmu memerah Yeri?” tanyanya.

Yeri menunduk, ia merasakan wajahnya makin panas “jawab saja Sungmin” katanya lirih sambil terus menunduk. Sungmin ingin tertawa melihat tingkah Yeri seperti itu, lalu ia memberikan kertas yang tadi ia tulis sesuatu pada Yeri. Yeri mengambil kertas itu, membacanya lalu tersenyum kemudian ia melihat wajah Sungmin yg tersenyum padanya. “Sungmin-aah”
Author POV end.



**

Sungmin POV.

7 tahun berlalu setelah kejadian Yeri menanyakan perasaanku padanya. Aku masih tersenyum saat mengingatnya. Umur kami waktu itu masih 10 tahun, masih terlalu kecil untuk mengenal cinta namun sepertinya saat itu aku sangat senang bisa menyukainya. 7 tahun bersama Yeri aku tidak pernah menemukan satu titik kejenuhan, ia periang, selalu tertawa dan sangat susah di buat menangis. Itu yang aku suka darinya.

Dan satu lagi, Yeri selalu mendukung apapun keputusanku. Sekarang aku sedang menjalani training di salah satu Entertainment di Korea, sudah hampir setahun aku menjalani masa training dan Yeri tetap mendukungku. Ia percaya padaku dan aku berharap aku akan segera debut.

Pintu rumahku diketuk seseorang, aku tau itu Yeri. Siang tadi aku menyuruhnya untuk datang malam ini Karena aku ingin mempunyai waktu berdua dengannya setelah hampir setahun aku selalu meninggalkannya sendirian dengan Henry. Sahabatku. “Jagiya!!” teriak Yeri saat aku membuka pintu rumahku, spontan dia memelukku erat.

“Aku merindukanmu Jagi” katanya manja, aku tersenyum lalu melepas pelukannya “aku juga merindukanmu, masuklah, kita makan dulu” kataku. Kami berdua masuk kedalam rumah, Yeri terlihat senang dengan kejutan makan malam yang aku berikan padanya. Kami makan bersama dan berbincang-bincang. Aku sangat merindukan waktu berdua dengannya seperti ini.

“Yeri-aah” panggilku.

Dia sedang tidur dipangkuanku. “Ne” jawabnya.

“Kapan ya aku bisa debut?” tanyaku. Yeri diam, dia sedang berpikir “mungkin lusa? Atau minggu depan? Kamu kan sudah hampir setahun training pasti sebentar lagi akan segera debut jagiya” jawabnya yakin, aku menatap matanya “kamu yakin lusa aku akan debut?” tanyaku. Ia berdehem “lusa terlalu cepat, bagaimana kalau minggu depan?” tawarnya. Aku mendelik.

“Hey! Kamu ini tidak konsisten. Memangnya kenapa kalau lusa aku akan debut?” tanyaku, dia bangun dari pangkuanku dan menatapku lebih dalam “sebenarnya aku belum bisa menerima kenyataan kalau kekasihku menjadi penyanyi” katanya.

Aku terkejut “Waeyo?” tanyaku.

Dia memalingkan wajahnya. Menatap layar televisi.

“Aku tidak mau saja, kamu pikir enak melihat kekasih sendiri akan berdekatan dengan lawan jenisnya” jelasnya. Aku tersenyum. “Jadi, kamu belum percaya padaku?” tanyaku.

Dia menggeleng “Aniyo. Hanya saja aku tidak suka melihatmu berdekatan dengan gadis lain selain aku. Mereka itu tidak baik untukmu”. Aku memperhatikan Yeri yang masih menatap layar televisi sambil menggembungkan pipinya. Aku gemas melihatnya seperti itu, lalu aku memeluknya “percaya padaku Yeri” bisikku.

Sungmin POV end.


Yeri POV.

Sepertinya Sungmin ingin buru-buru melakukan debut. Jujur sampai saat ini aku masih belum mau dia debut. Aku takut Sungmin yang aku kenal selama 7 tahun berubah hanya dalam waktu sekejap.

Aku menatap layar televisi namun pikiranku melayang entah kemana. Tiba-tiba saja Sungmin memelukku “percayalah padaku Yeri” bisiknya. Kemudian ia memelukku lebih kencang. Aku melepas pelukannya dan menatapnya “Sungmin-ahh, mau berjanji padaku?” tanyaku. Sungmin mengangguk.

Aku menggigit bibirku lalu mendesah “Berjanjilah untuk menjadi Sungmin yang aku kenal sampai detik ini, jangan menjadi Sungmin yang menjaga image hingga akhirnya menjadi Sungmin yang tidak aku kenal” pintaku. Sungmin masih mencerna pembicaraanku. Kemudian dia mengangguk “Ne Yeri, aku berjanji aku tidak akan berubah seperti itu” katanya.

Aku tersenyum bahagia, setidaknya Sungmin membuatku yakin kalau ia akan tetap menjadi dirinya sendiri sampai kapanpun.

**

“Jadi bagaimana kencan semalam?” Tanya Henry mengagetkanku. Bagiku Henry itu seperti hantu, gampang sekali menghilang lalu muncul lagi. “Kau bisakan mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar oranglain?” tanyaku kesal. Tanpa berdosa ia menunjuk pintu kamarku yang terbuka lebar “daritadi pintunya terbuka jadi aku pikir tidak masalah kalau aku masuk” jawabnya polos.

Aku memandangnya sinis “Setidaknya kau permisi dulu Mochi tampan!” kataku kesal. Pipinya yang sedikit chabi itu mengingatkanku pada kue Mochi sehingga kadang aku memanggilnya Mochi. Dia hanya tersenyum lebar mendengar kata tampan keluar dari mulutku. Sebenarnya aku berniat membuka buku pelajaranku sebelum Mochi menyebalkan itu datang namun aku mengurungkan niatku.

Kedatangannya akan merusak konsentrasi belajarku. Dia duduk di kasurku “aku lapar” gumamnya. Aku menjitak kepalanya “jadi kau kerumahku hanya untuk meminta makan?” tanyaku kesal. Dia tidak menjawab, hanya merintih kesakitan sambil mengusap kepalanya. “Yeri-aah, aku ini siapa? Aku ini sedang dimana?” racaunya tak jelas, aku lemas. Dia berlagak amnesia tapi menyebut namaku.

“Baiklah, ikut aku kedapur” kataku. Henry yang sedang berakting langsung mengikutiku kearah dapur. Kebetulan sekali Oemma sedang memasak makan malam, tanpa malu Henry menghampiri Oemmaku dan bertanya apa ia boleh makan disini atau tidak. Aku tidak perlu tau Oemma menjawab apa, tanpa di tanya sebenarnya Henry pasti diperbolehkan namun ia masih saja suka bertanya seperti itu.

Kadang aku prihatin dengan keadaan Henry yang selalu ditinggal orangtuanya berpergian. Namun sifatnya yang aneh bin ajaib itu kadang membuatku lupa kalau dia sebenarnya kesepian. Dia sudah duduk manis di tempatnya saat makanan sudah siap. Tersenyum manis kepada Oemma seperti anak berumur 5 tahun. “Henry-aah, senyummu itu seperti anak kecil saja” kataku.

Dia melihatku “biar saja, daripada senyummu. seperti Ahjumma” celanya. Aku bengong. Yang benar saja dia ini berani mencelaku di depan Oemmaku. Mendengar celaan itu Oemma bukan membelaku malah tertawa terkekeh-kekeh “Oemma, kenapa tertawa? Senang sekali anaknya di cela si Mochi ini” kataku memelas sambil menyendokkan nasi ke mulutku.

Henry sepertinya tidak peduli, dia malah melahap makanan yang ia mau “Aniyo Yeri, kalian itu seumuran tapi seperti adik-kakak yang selalu bertengkar” jawab Oemma. Aku tidak menjawab, aku menatap Henry yang masih mengunyah makanannya. Dibalik keanehannya itu aku tau dia sangat membutuhkan sosok keluarga.

**
Seminggu kemudian.

Aku menunggu Sungmin bersama Henry disebuah restoran. Dia bilang dia akan memberi kabar pada kami berdua. Seperti biasa, Henry membuatku kesal dengan ocehannya dan untunglah Sungmin datang sebelum aku menghancurkan seisi Restoran. Oke itu berlebihan maksudnya sebelum dia membuat kegaduhan berlebihan yang membuat kami berdua diusir.

“Jadi apa kabar baiknya?” tanya Henry tidak sabar. Aku mengangguk. Setuju dengan pertanyaan Henry.

Sungmin tersenyum.

Yeri POV end.


Henry POV.

Sungmin akhirnya datang dan ada sedikit kelegaan di wajah Yeri. Aku hanya tersenyum menatap wajah gadis yang aku sayangi itu.

Saat Sungmin baru meletakkan bokongnya di kursi aku langsung bertanya “Jadi apa kabar baiknya?” dan diikuti anggukkan tak sabar Yeri. Sungmin masih tersenyum menatap kami berdua.

“Aku akan debut” jawabnya.

Kami berdua terkejut. Namun aku rasa terkejutnya aku dan terkejutnya Yeri berbeda. Aku senang Sungmin akan segera debut namun sepertinya Yeri belum siap.

“Yeri-aah, doamu itu manjur” lanjut Sungmin sambil menatap Yeri. Yeri mencoba tersenyum walaupun di wajahnya masih terlihat bahwa ia belum mau Sungmin debut. “Cukkhae Sungmin-aah” kataku “Gomawo” jawabnya.

Yeri belum mengeluarkan satu kalimatpun dari bibirnya, tak lama ia berdiri. Lalu meninggalkan Restoran. Sungmin terkejut lalu mengejarnya, meninggalkanku sendirian di dalam Restoran.

**

Kali ini aku ingin bersikap sopan di depan Yeri. Aku mengetuk pintu kamarnya, kata Oemma dia belum makan sehabis kembali dari pertemuan kami tadi siang. “Masuklah” katanya dari dalam kamar. Aku membuka pintu. Yeri sibuk menulis sesuatu. Buku Diarynya. Melihat aku yang masuk kekamarnya ia buru-buru menyimpan diary itu dibalik bantal.

“Mau apa?” tanyanya agak sinis, aku menghampirinya dan duduk disampingnya “Aku tidak akan mengganggumu dengan ulah anehku kali ini” kataku, dia menatapku “Waeyo?”.

“Aku tau kenapa kau pergi dari Restoran tadi siang”.

Yeri terkejut “Sungmin cerita padamu?” tanyanya, aku menggeleng.

“Terlihat dari wajahmu kalau kau belum mau ia debut” jawabku, dia menundukkan kepalanya “Benarkan?” tanyaku meminta kepastian. Dia mengangguk lemas. Selama ini tebakkanku tentang isi hatinya tidak pernah salah kadang aku berpikir harusnya aku yang ada dihatinya bukan Sungmin. Dia mengangkat wajahnya dan menatapku “aku masih takut ia berubah Henry-ahh, aku punya firasat buruk” katanya.

To Be Continue

0 komentar on "Memories [Part 1]"

Posting Komentar

Selasa, 18 Oktober 2011

Memories [Part 1]

Karya : Altha Swita Abrianto di 2:58 PM
Author POV

“Sungmin, aku boleh bertanya?” Tanya Yeri kecil pada anak lelaki di hadapannya yang sedang menulis sesuatu di atas kertas. Sungmin menengadah, menatap wajah Yeri yang polos “Ne” katanya. Yeri menarik nafas “apa kau menyukaiku?” tanyanya polos kemudian wajahnya mulai merona. Sungmin menatap gadis kecil di depannya dengan wajahnya yang polos “kenapa wajahmu memerah Yeri?” tanyanya.

Yeri menunduk, ia merasakan wajahnya makin panas “jawab saja Sungmin” katanya lirih sambil terus menunduk. Sungmin ingin tertawa melihat tingkah Yeri seperti itu, lalu ia memberikan kertas yang tadi ia tulis sesuatu pada Yeri. Yeri mengambil kertas itu, membacanya lalu tersenyum kemudian ia melihat wajah Sungmin yg tersenyum padanya. “Sungmin-aah”
Author POV end.



**

Sungmin POV.

7 tahun berlalu setelah kejadian Yeri menanyakan perasaanku padanya. Aku masih tersenyum saat mengingatnya. Umur kami waktu itu masih 10 tahun, masih terlalu kecil untuk mengenal cinta namun sepertinya saat itu aku sangat senang bisa menyukainya. 7 tahun bersama Yeri aku tidak pernah menemukan satu titik kejenuhan, ia periang, selalu tertawa dan sangat susah di buat menangis. Itu yang aku suka darinya.

Dan satu lagi, Yeri selalu mendukung apapun keputusanku. Sekarang aku sedang menjalani training di salah satu Entertainment di Korea, sudah hampir setahun aku menjalani masa training dan Yeri tetap mendukungku. Ia percaya padaku dan aku berharap aku akan segera debut.

Pintu rumahku diketuk seseorang, aku tau itu Yeri. Siang tadi aku menyuruhnya untuk datang malam ini Karena aku ingin mempunyai waktu berdua dengannya setelah hampir setahun aku selalu meninggalkannya sendirian dengan Henry. Sahabatku. “Jagiya!!” teriak Yeri saat aku membuka pintu rumahku, spontan dia memelukku erat.

“Aku merindukanmu Jagi” katanya manja, aku tersenyum lalu melepas pelukannya “aku juga merindukanmu, masuklah, kita makan dulu” kataku. Kami berdua masuk kedalam rumah, Yeri terlihat senang dengan kejutan makan malam yang aku berikan padanya. Kami makan bersama dan berbincang-bincang. Aku sangat merindukan waktu berdua dengannya seperti ini.

“Yeri-aah” panggilku.

Dia sedang tidur dipangkuanku. “Ne” jawabnya.

“Kapan ya aku bisa debut?” tanyaku. Yeri diam, dia sedang berpikir “mungkin lusa? Atau minggu depan? Kamu kan sudah hampir setahun training pasti sebentar lagi akan segera debut jagiya” jawabnya yakin, aku menatap matanya “kamu yakin lusa aku akan debut?” tanyaku. Ia berdehem “lusa terlalu cepat, bagaimana kalau minggu depan?” tawarnya. Aku mendelik.

“Hey! Kamu ini tidak konsisten. Memangnya kenapa kalau lusa aku akan debut?” tanyaku, dia bangun dari pangkuanku dan menatapku lebih dalam “sebenarnya aku belum bisa menerima kenyataan kalau kekasihku menjadi penyanyi” katanya.

Aku terkejut “Waeyo?” tanyaku.

Dia memalingkan wajahnya. Menatap layar televisi.

“Aku tidak mau saja, kamu pikir enak melihat kekasih sendiri akan berdekatan dengan lawan jenisnya” jelasnya. Aku tersenyum. “Jadi, kamu belum percaya padaku?” tanyaku.

Dia menggeleng “Aniyo. Hanya saja aku tidak suka melihatmu berdekatan dengan gadis lain selain aku. Mereka itu tidak baik untukmu”. Aku memperhatikan Yeri yang masih menatap layar televisi sambil menggembungkan pipinya. Aku gemas melihatnya seperti itu, lalu aku memeluknya “percaya padaku Yeri” bisikku.

Sungmin POV end.


Yeri POV.

Sepertinya Sungmin ingin buru-buru melakukan debut. Jujur sampai saat ini aku masih belum mau dia debut. Aku takut Sungmin yang aku kenal selama 7 tahun berubah hanya dalam waktu sekejap.

Aku menatap layar televisi namun pikiranku melayang entah kemana. Tiba-tiba saja Sungmin memelukku “percayalah padaku Yeri” bisiknya. Kemudian ia memelukku lebih kencang. Aku melepas pelukannya dan menatapnya “Sungmin-ahh, mau berjanji padaku?” tanyaku. Sungmin mengangguk.

Aku menggigit bibirku lalu mendesah “Berjanjilah untuk menjadi Sungmin yang aku kenal sampai detik ini, jangan menjadi Sungmin yang menjaga image hingga akhirnya menjadi Sungmin yang tidak aku kenal” pintaku. Sungmin masih mencerna pembicaraanku. Kemudian dia mengangguk “Ne Yeri, aku berjanji aku tidak akan berubah seperti itu” katanya.

Aku tersenyum bahagia, setidaknya Sungmin membuatku yakin kalau ia akan tetap menjadi dirinya sendiri sampai kapanpun.

**

“Jadi bagaimana kencan semalam?” Tanya Henry mengagetkanku. Bagiku Henry itu seperti hantu, gampang sekali menghilang lalu muncul lagi. “Kau bisakan mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar oranglain?” tanyaku kesal. Tanpa berdosa ia menunjuk pintu kamarku yang terbuka lebar “daritadi pintunya terbuka jadi aku pikir tidak masalah kalau aku masuk” jawabnya polos.

Aku memandangnya sinis “Setidaknya kau permisi dulu Mochi tampan!” kataku kesal. Pipinya yang sedikit chabi itu mengingatkanku pada kue Mochi sehingga kadang aku memanggilnya Mochi. Dia hanya tersenyum lebar mendengar kata tampan keluar dari mulutku. Sebenarnya aku berniat membuka buku pelajaranku sebelum Mochi menyebalkan itu datang namun aku mengurungkan niatku.

Kedatangannya akan merusak konsentrasi belajarku. Dia duduk di kasurku “aku lapar” gumamnya. Aku menjitak kepalanya “jadi kau kerumahku hanya untuk meminta makan?” tanyaku kesal. Dia tidak menjawab, hanya merintih kesakitan sambil mengusap kepalanya. “Yeri-aah, aku ini siapa? Aku ini sedang dimana?” racaunya tak jelas, aku lemas. Dia berlagak amnesia tapi menyebut namaku.

“Baiklah, ikut aku kedapur” kataku. Henry yang sedang berakting langsung mengikutiku kearah dapur. Kebetulan sekali Oemma sedang memasak makan malam, tanpa malu Henry menghampiri Oemmaku dan bertanya apa ia boleh makan disini atau tidak. Aku tidak perlu tau Oemma menjawab apa, tanpa di tanya sebenarnya Henry pasti diperbolehkan namun ia masih saja suka bertanya seperti itu.

Kadang aku prihatin dengan keadaan Henry yang selalu ditinggal orangtuanya berpergian. Namun sifatnya yang aneh bin ajaib itu kadang membuatku lupa kalau dia sebenarnya kesepian. Dia sudah duduk manis di tempatnya saat makanan sudah siap. Tersenyum manis kepada Oemma seperti anak berumur 5 tahun. “Henry-aah, senyummu itu seperti anak kecil saja” kataku.

Dia melihatku “biar saja, daripada senyummu. seperti Ahjumma” celanya. Aku bengong. Yang benar saja dia ini berani mencelaku di depan Oemmaku. Mendengar celaan itu Oemma bukan membelaku malah tertawa terkekeh-kekeh “Oemma, kenapa tertawa? Senang sekali anaknya di cela si Mochi ini” kataku memelas sambil menyendokkan nasi ke mulutku.

Henry sepertinya tidak peduli, dia malah melahap makanan yang ia mau “Aniyo Yeri, kalian itu seumuran tapi seperti adik-kakak yang selalu bertengkar” jawab Oemma. Aku tidak menjawab, aku menatap Henry yang masih mengunyah makanannya. Dibalik keanehannya itu aku tau dia sangat membutuhkan sosok keluarga.

**
Seminggu kemudian.

Aku menunggu Sungmin bersama Henry disebuah restoran. Dia bilang dia akan memberi kabar pada kami berdua. Seperti biasa, Henry membuatku kesal dengan ocehannya dan untunglah Sungmin datang sebelum aku menghancurkan seisi Restoran. Oke itu berlebihan maksudnya sebelum dia membuat kegaduhan berlebihan yang membuat kami berdua diusir.

“Jadi apa kabar baiknya?” tanya Henry tidak sabar. Aku mengangguk. Setuju dengan pertanyaan Henry.

Sungmin tersenyum.

Yeri POV end.


Henry POV.

Sungmin akhirnya datang dan ada sedikit kelegaan di wajah Yeri. Aku hanya tersenyum menatap wajah gadis yang aku sayangi itu.

Saat Sungmin baru meletakkan bokongnya di kursi aku langsung bertanya “Jadi apa kabar baiknya?” dan diikuti anggukkan tak sabar Yeri. Sungmin masih tersenyum menatap kami berdua.

“Aku akan debut” jawabnya.

Kami berdua terkejut. Namun aku rasa terkejutnya aku dan terkejutnya Yeri berbeda. Aku senang Sungmin akan segera debut namun sepertinya Yeri belum siap.

“Yeri-aah, doamu itu manjur” lanjut Sungmin sambil menatap Yeri. Yeri mencoba tersenyum walaupun di wajahnya masih terlihat bahwa ia belum mau Sungmin debut. “Cukkhae Sungmin-aah” kataku “Gomawo” jawabnya.

Yeri belum mengeluarkan satu kalimatpun dari bibirnya, tak lama ia berdiri. Lalu meninggalkan Restoran. Sungmin terkejut lalu mengejarnya, meninggalkanku sendirian di dalam Restoran.

**

Kali ini aku ingin bersikap sopan di depan Yeri. Aku mengetuk pintu kamarnya, kata Oemma dia belum makan sehabis kembali dari pertemuan kami tadi siang. “Masuklah” katanya dari dalam kamar. Aku membuka pintu. Yeri sibuk menulis sesuatu. Buku Diarynya. Melihat aku yang masuk kekamarnya ia buru-buru menyimpan diary itu dibalik bantal.

“Mau apa?” tanyanya agak sinis, aku menghampirinya dan duduk disampingnya “Aku tidak akan mengganggumu dengan ulah anehku kali ini” kataku, dia menatapku “Waeyo?”.

“Aku tau kenapa kau pergi dari Restoran tadi siang”.

Yeri terkejut “Sungmin cerita padamu?” tanyanya, aku menggeleng.

“Terlihat dari wajahmu kalau kau belum mau ia debut” jawabku, dia menundukkan kepalanya “Benarkan?” tanyaku meminta kepastian. Dia mengangguk lemas. Selama ini tebakkanku tentang isi hatinya tidak pernah salah kadang aku berpikir harusnya aku yang ada dihatinya bukan Sungmin. Dia mengangkat wajahnya dan menatapku “aku masih takut ia berubah Henry-ahh, aku punya firasat buruk” katanya.

To Be Continue

0 komentar:

Posting Komentar

Copy Paste hukumannya di penjara 5 tahun lho :). Diberdayakan oleh Blogger.
 

A L T R I S E S I L V E R Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting