Selasa, 18 Oktober 2011

Reset

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 2:56 PM
Aku mencintai Park Jungsoo sepenuh hatiku, tak pernah aku mencintai seorang namja seperti ini sebelumnya. Dia yang membuatku bernafas kembali bahkan saat jati dirinya berubah aku tetap mencintai dirinya.
Namaku Choi Soora. Seorang mahasiswi fakultas psikolog yang sedang mencintai seorang namja bernama Park Jungsoo. Namja yang aku kenal 5 tahun terakhir yang membuatku mengerti arti kehidupanku sendiri, yaa aku pernah mengalami depresi berat karena ditinggal mantan kekasihku sendiri atau lebih tepatnya aku pernah hampir bunuh diri.





Kalau saja saat itu Jungsoo tidak menolongku mungkin sekarang aku tidak bisa merasakan cinta yang begitu indah dan hari yang indah.

Pagi ini sama seperti biasanya, aku menyempatkan untuk datang ke apartement Jungsoo. Saat aku sampai disana aku menemukannya masih tertidur pulas dibawah selimut hangatnya, aku memandangi wajahnya yang polos lalu mengecup keningnya dan membenarkan selimutnya. Saat ingin menuju dapur Jungsoo memanggilku “Soora, kau selalu saja datang diam-diam” katanya seraya bangun dari tidurnya.

Aku tersenyum lalu duduk di hadapannya “Wae? Kau terganggu?” tanyaku merasa tidak enak “Ani~ aku senang melihatmu setiap pagi” jawabnya lalu mengecup bibirku. Aku tersenyum “Kau mencoba merayuku?” tanyaku sambil tersenyum jahil, Jungsoo hanya tertawa mendengarnya. Aku beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Setelah hampir 15 menit ia duduk diatas meja makan dengan wajah yang segar dan pakaian yang rapi, aku mencium aroma tubuhnya yang khas “Aku suka aroma tubuhmu” kataku disela sarapannya, dia memandangiku “Jinjja? Seberapa suka?” tanyanya tersenyum, aku mengangkat bahu tanda tak tahu, aku memang tidak tahu seberapa aku suka aroma tubuhnya yang aku tahu aku sudah menyukainya sejak lama.

Aku masih memandanginya saat ia menyudahi makannya dan mengelap bibirnya “Mau sampai kapan kau memandangiku seperti itu Jagi?” tanyanya terkekeh, aku mencubit mesra tangannya “Baiklah aku tidak akan memandangimu lagi” kataku sambil mengambil tasku. Dia menggandeng tanganku hingga keluar apartementnya. Kami akhirnya berpisah di penghujung jalan karena tujuan kami yang berlawanan.

***

“Baiklah, aku tunggu” kataku mengakhiri teleponku. Aku berjalan menuju gerbang kampusku menuju sebuah café untuk makan siang bersama Jungsoo namun seseorang memanggil namaku dari arah belakang, aku menoleh. Kim Youngwoon. Teman sekelasku yang memanggilku barusan.

“Waeyo?” tanyaku saat ia sudah ada dihadapanku “Jalanmu cepat sekali ya, kau mau kemana memangnya?” tanyanya, aku tertawa “Aku ingin menemui Jungsoo, ada apa memanggilku?” tanyaku ulang karena dia belum menjawab pertanyaanku.

“Ahh kau ingin bertemu dengannya ya, aku tadinya ingin mengajakmu makan siang tapi aku rasa kau lebih baik menemui kekasihmu itu” kata Younwoon sedikit kecewa, aku yang merasa tidak enak mencoba mengajaknya untuk makan siang bersama. Walaupun awalnya menolak akhirnya Youngwoon mau aku ajak pergi bersama.

Jungsoo terkejut melihat kehadiran Youngwoon di café tempat kami janjian. Dia sempat menarik tanganku keluar café dan memarahiku dengan berbagai cacian, yah walaupun ia sangat mencintaiku bukan berarti tidak ada kalimat cacian yang keluar dari mulutnya kala ia sedang marah besar “Kenapa kau mengajak oranglain?! Kau tidak mengerti ya kalau aku hanya ingin berdua denganmu?!” bentaknya keras.

Aku mencoba menjelaskan dengan perlahan walaupun hampir semua orang menatap kami yang sedang bertengkar hebat tak lama Youngwoon keluar dari café dan menghampiri kami “Mianhe Jungsoo Hyung, aku tidak berniat mengganggu acara makan siangmu dengan Soora. Aku pamit Jungsoo Hyung, Choi Soora, Jaljayo” katanya sambil berjalan menjauhi kami.

Aku menatap punggung Youngwoon yang perlahan menghilang, merasa tidak enak padanya karena aku yang mengajaknya datang kemari “Kenapa kau memandanginya?! Kau menyukainya?” Bentak Jungsoo didepan wajahku. Aku menghela nafasku lalu menggeleng “Aku hanya mencintaimu” jawabku, Jungsoo menarik nafas “Dasar wanita jalang” bisiknya hampir tak terdengar namun aku bisa mendengarnya dengan jelas.

“Apa katamu?” tanyaku memintanya mengulangi perkataannya tadi “Tidak ada, ayo masuk kedalam, aku lapar” jawabnya ketus lalu masuk kedalam café, aku hanya mengikuti perkataannya.

***

Aku merebahkan tubuhku diatas kasur lembut milikku dan memikirkan sikap Jungsoo padaku hari ini. Sebenarnya bukan sekali dia seperti ini, hampir sebulan terakhir Jungsoo selalu cemburu pada teman lelakiku padahal dulu ia selalu menghargaiku dan membiarkanku berteman kepada siapa saja yang aku mau asal aku masih menjaga perasaanku padanya.

Entah apa yang membuat ia berubah sebulan terakhir ini, namun bagiku dia tetap Jungsoo yang aku kenal dan aku cintai. Tanpa sadar aku menutup mataku, lelah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang membuat Jungsoo-ku berubah.


Aku menangis terisak di pojok ruangan yang diterangi sedikit cahaya. Aku memeluk kakiku sendiri, meratapi nasib yang sedang menimpaku. Lee Donghae, kekasih yang selama ini aku banggakan didepan teman-temanku mencampakkanku, mengkhianatiku demi seorang Yeojja yang memang terlihat jauh lebih cantik dariku.

Dalam keadaan yang kacau, aku keluar dari apartementku dan menuju puncak gedung. Aku yakin tidak akan bisa menghadapi hidupku yang penuh kekacauan ini, hatiku terlalu sakit jika harus mengingat Lee Donghae, aku lebih memilih mati daripada harus hidup menderita dibayangi perasaan cinta pada Donghae.

Aku menatap kebawah, gedung 12 lantai mampu membuatku mati ditempat. “Donghae-sshi, aku mencintaimu” kataku lirih sambil mencoba menaiki sebuah palang. Tepat saat aku berhasil menaikinya seseorang memelukku dari belakang dan menurunkanku dari atas palang. Aku meronta, tak suka usahaku digagalkan seenaknya. Aku menangis menjerit namun aku tau tak akan ada yang mendengarnya.

Aku masih mencoba melepaskan pelukanku namun tubuhnya yang kuat mampu menahan rontaanku. Pada akhirnya aku kehabisan tenaga untuk meronta, ia masih memelukku dengan erat, takut melepaskanku mungkin.

Namanya Jungsoo. Dia memperkenalkan dirinya saat aku sudah merasa tenang, saat ini aku sudah berada di apartementku sendiri, meminum cokelat panas yang Jungsoo buatkan untukku. Dia menasihatiku habis-habisan tentang tindakanku barusan, aku berterima kasih padanya yang telah menyelamatkan nyawaku. Dimataku sekarang ia layaknya malaikat tanpa sayap yang diutus Tuhan untuk menolongku.


Aku mengerjapkan mataku, tersadar dari mimpiku tentang masalaluku yang tak seharusnya aku ingat lagi. Aku melihat jam di dinding dan segera bergegas bersiap untuk menuju tempat Jungsoo. Hari ini aku sengaja mengenakan kaus berwarna putih warna favorit Jungsoo.

***

“Untuk apa datang kemari?” tanya Jungsoo ketus saat aku memasuki apartementnya, ternyata dia sudah bangun dan sedang memasak sarapannya. Aku menghampirinya “Masih marah?” tanyaku hati-hati, Jungsoo meninggalkanku didapur dan masuk kedalam kamar mandi ‘Aku yakin dia masih marah’ batinku.

Jungsoo masih diam seribu bahasa saat ia keluar dari kamar mandi, ia menatapku sinis. “Kenapa kau masih marah?” tanyaku memberanikan diri saat ia baru saja duduk dimeja makan, mendengar pertanyaanku dia langsung berdiri, mengambil tas kerjanya dan berjalan menuju pintu “Kau mau kemana? Kau belum menjawab pertanyaanku?” tanyaku. Terlambat, ia sudah keluar dari rumahnya dan membanting pintu.

Aku menghela napas, ku pandangi pintu dengan tatapan hambar. Tak pernah Jungsoo memperlakukanku sekasar itu. Sepanjang mata kuliahpun aku tidak bisa mendengar apapun yang dikatakan dosen, aku memikirkan Jungsoo.

Aku memendamkan kepalaku didalam buku yang tidak minat untuk aku baca, sampai seseorang menyentuh pundakku. Aku bangun, kulihat Youngwoon tengah tersenyum menatapku “Youngwoon-ahh” sapaku, dia duduk disampingku “Mianhe Soora, kemarin aku membuat Jungsoo marah padamu” katanya. Aku menggeleng “Aniya, itu bukan salahmu Youngwoon” kataku meralat.

Kami berbincang lama sekali, aku memang paling dekat dengannya di kampus dan sebenarnya Jungsoo tau kalau Youngwoon adalah pria yang paling dekat denganku namun melihat sikapnya kemarin pada Youngwoon dia tidak terlihat seperti tau hubungan kami.

Sengaja aku mampir ke tempat Jungsoo dulu sebelum pulang kerumahku. Ia membuka pintu apartemetnya dan menatapku sinis, aku bingung, dosa apalagi yang aku perbuat padanya hari ini. “Untuk apa kau kemari?” tanyanya, lalu masuk ke dalam apartementnya “Memang aku tidak boleh kemari?” tanyaku balik.

Dia mendekatiku, bau nafasnya yang harum dapat kucium dengan jelasnya. Dia mencengkram tanganku “Jungsoo-ahh!” Teriakku, betapa sakitnya cengkraman kuatnya di lenganku “Untuk apa kau kesini? Hah? Masih pentingkah aku untukmu?!” tanyanya dengan garang, aku meringis kesakitan.

“Jawab aku ?!” pekiknya. Aku mencoba melepaskan cengkraman tangannya, bingung akan dosa apa yang aku perbuat hingga ia seperti ini “Jungsoo-ahh kau ini kenapa?” tanyaku tak memperdulikan pertanyaannya. PLAK!!.

Kupegang pipi kananku yang berdenyut dan memerah, aku tak berani menatap Jungsoo. Airmataku perlahan menetes, belum sempat rasa sakit di pipiku hilang, lelaki itu menarik tanganku lalu mendorongku ke dinding. Dikuncinya pergerakkanku “Seberapa penting aku untukmu Soora? Hah?!” tanyanya garang lagi. Aku pejamkan mataku, masih tak berani menatap wajah Jungsoo.

“TATAP AKU SOORA!!” Teriaknya di kupingku, kubuka mataku dan kutatap matanya “Harusnya aku yang bertanya seperti itu Jungsoo!!” Teriakku tak mau kalah. Dia geram. Dicekiknya leherku, aku ingin berteriak namun suaraku tercekat di tenggorakkan. Tak ku temukan lagi binar-binar cinta yang biasanya terpancar indah dari matanya.

Airmataku terus mengalir. Tangannya masih mencekik leherku, kali ini bukan hanya suaraku yang tercekat tapi nafasku. Perlahan, aku tak mampu lagi melihat sekelilingku.

***

Jungsoo POV
Tubuh mungil Soora melemah. Kulepas cekikkanku, badannya terhuyung jatuh ke lantai. Kuperiksa nafasnya, tak ada. Aku mencari denyut nadinya, tak kurasakan sedikitpun berdetak dari denyut nadinya. Aku merangkak menjauh, memandang tubuh Soora yang perlahan mendingin seperti lantai apartementku.

Aku membunuhnya, membunuh kekasihku sendiri. Ku hampiri lagi tubuhnya, menggendongnya lalu kurebahkan di ranjangku. Bekas cekikanku masih bisa kulihat dilehernya, memerah. Ponsel Soora bordering, kucari asal suara tersebut dan membaca nama pengirim smsnya. Youngwoon. Aku menatap sinis, dialah orang yang membuatku membunuh kekasihku sendiri.
Soora-ahh, aku sudah memesan cake yang kau inginkan
Semoga Jungsoo mau memaafkanmu 
Aku tercekat. Soora ingin memberi kejutan untukku?

Aku mengutak-atik ponselnya, kutemukan memo yang dibuatnya 2 hari yang lalu. “Aku mencintai Park Jungsoo sepenuh hatiku, tak pernah aku mencintai seorang namja seperti ini sebelumnya. Dia yang membuatku bernafas kembali bahkan saat jati dirinya berubah aku tetap mencintai dirinya.”

Dadaku sesak, aku memeluk tubuh Soora yang dingin. Menangis menyesali kecemburuanku yang berlebihan. Aku cuma berharap, aku bisa mengulang hari ini. Mencoba melupakan masalah kemarin dan tidak membunuh kekasihku sendiri.

***

Aku membuka mataku, panas matahari pagi menyusup melalui jendela kamar. Kulihat Soora dengan kaus putihnya sedang berjalan keluar kamarku. Aku heran. “Soora” panggilku, dia menoleh “Ne Jagiya?”.

Dia menghampiriku, ku sentuh wajahnya dan memperhatikan kaus yang ia kenakan. Sama seperti kaus yang ia kenakan saat aku mencekiknya. “Kau bukannya..” aku menggantungkan kalimatku, dia menatapku dan menunggu kalimat selanjutnya. Kulihat calendar, Hari Kamis, ya masih hari kamis.

Jadi, tadi hanyalah mimpiku saja? Aku tersenyum, kupeluk Soora bahagia “Jagiya, kau kenapa” tanyanya heran.

“Aniyo~ aku hanya senang melihatmu pagi ini” kataku sambil mengencangkan pelukanku.

0 komentar on "Reset"

Posting Komentar

Selasa, 18 Oktober 2011

Reset

Karya : Altha Swita Abrianto di 2:56 PM
Aku mencintai Park Jungsoo sepenuh hatiku, tak pernah aku mencintai seorang namja seperti ini sebelumnya. Dia yang membuatku bernafas kembali bahkan saat jati dirinya berubah aku tetap mencintai dirinya.
Namaku Choi Soora. Seorang mahasiswi fakultas psikolog yang sedang mencintai seorang namja bernama Park Jungsoo. Namja yang aku kenal 5 tahun terakhir yang membuatku mengerti arti kehidupanku sendiri, yaa aku pernah mengalami depresi berat karena ditinggal mantan kekasihku sendiri atau lebih tepatnya aku pernah hampir bunuh diri.





Kalau saja saat itu Jungsoo tidak menolongku mungkin sekarang aku tidak bisa merasakan cinta yang begitu indah dan hari yang indah.

Pagi ini sama seperti biasanya, aku menyempatkan untuk datang ke apartement Jungsoo. Saat aku sampai disana aku menemukannya masih tertidur pulas dibawah selimut hangatnya, aku memandangi wajahnya yang polos lalu mengecup keningnya dan membenarkan selimutnya. Saat ingin menuju dapur Jungsoo memanggilku “Soora, kau selalu saja datang diam-diam” katanya seraya bangun dari tidurnya.

Aku tersenyum lalu duduk di hadapannya “Wae? Kau terganggu?” tanyaku merasa tidak enak “Ani~ aku senang melihatmu setiap pagi” jawabnya lalu mengecup bibirku. Aku tersenyum “Kau mencoba merayuku?” tanyaku sambil tersenyum jahil, Jungsoo hanya tertawa mendengarnya. Aku beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Setelah hampir 15 menit ia duduk diatas meja makan dengan wajah yang segar dan pakaian yang rapi, aku mencium aroma tubuhnya yang khas “Aku suka aroma tubuhmu” kataku disela sarapannya, dia memandangiku “Jinjja? Seberapa suka?” tanyanya tersenyum, aku mengangkat bahu tanda tak tahu, aku memang tidak tahu seberapa aku suka aroma tubuhnya yang aku tahu aku sudah menyukainya sejak lama.

Aku masih memandanginya saat ia menyudahi makannya dan mengelap bibirnya “Mau sampai kapan kau memandangiku seperti itu Jagi?” tanyanya terkekeh, aku mencubit mesra tangannya “Baiklah aku tidak akan memandangimu lagi” kataku sambil mengambil tasku. Dia menggandeng tanganku hingga keluar apartementnya. Kami akhirnya berpisah di penghujung jalan karena tujuan kami yang berlawanan.

***

“Baiklah, aku tunggu” kataku mengakhiri teleponku. Aku berjalan menuju gerbang kampusku menuju sebuah café untuk makan siang bersama Jungsoo namun seseorang memanggil namaku dari arah belakang, aku menoleh. Kim Youngwoon. Teman sekelasku yang memanggilku barusan.

“Waeyo?” tanyaku saat ia sudah ada dihadapanku “Jalanmu cepat sekali ya, kau mau kemana memangnya?” tanyanya, aku tertawa “Aku ingin menemui Jungsoo, ada apa memanggilku?” tanyaku ulang karena dia belum menjawab pertanyaanku.

“Ahh kau ingin bertemu dengannya ya, aku tadinya ingin mengajakmu makan siang tapi aku rasa kau lebih baik menemui kekasihmu itu” kata Younwoon sedikit kecewa, aku yang merasa tidak enak mencoba mengajaknya untuk makan siang bersama. Walaupun awalnya menolak akhirnya Youngwoon mau aku ajak pergi bersama.

Jungsoo terkejut melihat kehadiran Youngwoon di café tempat kami janjian. Dia sempat menarik tanganku keluar café dan memarahiku dengan berbagai cacian, yah walaupun ia sangat mencintaiku bukan berarti tidak ada kalimat cacian yang keluar dari mulutnya kala ia sedang marah besar “Kenapa kau mengajak oranglain?! Kau tidak mengerti ya kalau aku hanya ingin berdua denganmu?!” bentaknya keras.

Aku mencoba menjelaskan dengan perlahan walaupun hampir semua orang menatap kami yang sedang bertengkar hebat tak lama Youngwoon keluar dari café dan menghampiri kami “Mianhe Jungsoo Hyung, aku tidak berniat mengganggu acara makan siangmu dengan Soora. Aku pamit Jungsoo Hyung, Choi Soora, Jaljayo” katanya sambil berjalan menjauhi kami.

Aku menatap punggung Youngwoon yang perlahan menghilang, merasa tidak enak padanya karena aku yang mengajaknya datang kemari “Kenapa kau memandanginya?! Kau menyukainya?” Bentak Jungsoo didepan wajahku. Aku menghela nafasku lalu menggeleng “Aku hanya mencintaimu” jawabku, Jungsoo menarik nafas “Dasar wanita jalang” bisiknya hampir tak terdengar namun aku bisa mendengarnya dengan jelas.

“Apa katamu?” tanyaku memintanya mengulangi perkataannya tadi “Tidak ada, ayo masuk kedalam, aku lapar” jawabnya ketus lalu masuk kedalam café, aku hanya mengikuti perkataannya.

***

Aku merebahkan tubuhku diatas kasur lembut milikku dan memikirkan sikap Jungsoo padaku hari ini. Sebenarnya bukan sekali dia seperti ini, hampir sebulan terakhir Jungsoo selalu cemburu pada teman lelakiku padahal dulu ia selalu menghargaiku dan membiarkanku berteman kepada siapa saja yang aku mau asal aku masih menjaga perasaanku padanya.

Entah apa yang membuat ia berubah sebulan terakhir ini, namun bagiku dia tetap Jungsoo yang aku kenal dan aku cintai. Tanpa sadar aku menutup mataku, lelah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang membuat Jungsoo-ku berubah.


Aku menangis terisak di pojok ruangan yang diterangi sedikit cahaya. Aku memeluk kakiku sendiri, meratapi nasib yang sedang menimpaku. Lee Donghae, kekasih yang selama ini aku banggakan didepan teman-temanku mencampakkanku, mengkhianatiku demi seorang Yeojja yang memang terlihat jauh lebih cantik dariku.

Dalam keadaan yang kacau, aku keluar dari apartementku dan menuju puncak gedung. Aku yakin tidak akan bisa menghadapi hidupku yang penuh kekacauan ini, hatiku terlalu sakit jika harus mengingat Lee Donghae, aku lebih memilih mati daripada harus hidup menderita dibayangi perasaan cinta pada Donghae.

Aku menatap kebawah, gedung 12 lantai mampu membuatku mati ditempat. “Donghae-sshi, aku mencintaimu” kataku lirih sambil mencoba menaiki sebuah palang. Tepat saat aku berhasil menaikinya seseorang memelukku dari belakang dan menurunkanku dari atas palang. Aku meronta, tak suka usahaku digagalkan seenaknya. Aku menangis menjerit namun aku tau tak akan ada yang mendengarnya.

Aku masih mencoba melepaskan pelukanku namun tubuhnya yang kuat mampu menahan rontaanku. Pada akhirnya aku kehabisan tenaga untuk meronta, ia masih memelukku dengan erat, takut melepaskanku mungkin.

Namanya Jungsoo. Dia memperkenalkan dirinya saat aku sudah merasa tenang, saat ini aku sudah berada di apartementku sendiri, meminum cokelat panas yang Jungsoo buatkan untukku. Dia menasihatiku habis-habisan tentang tindakanku barusan, aku berterima kasih padanya yang telah menyelamatkan nyawaku. Dimataku sekarang ia layaknya malaikat tanpa sayap yang diutus Tuhan untuk menolongku.


Aku mengerjapkan mataku, tersadar dari mimpiku tentang masalaluku yang tak seharusnya aku ingat lagi. Aku melihat jam di dinding dan segera bergegas bersiap untuk menuju tempat Jungsoo. Hari ini aku sengaja mengenakan kaus berwarna putih warna favorit Jungsoo.

***

“Untuk apa datang kemari?” tanya Jungsoo ketus saat aku memasuki apartementnya, ternyata dia sudah bangun dan sedang memasak sarapannya. Aku menghampirinya “Masih marah?” tanyaku hati-hati, Jungsoo meninggalkanku didapur dan masuk kedalam kamar mandi ‘Aku yakin dia masih marah’ batinku.

Jungsoo masih diam seribu bahasa saat ia keluar dari kamar mandi, ia menatapku sinis. “Kenapa kau masih marah?” tanyaku memberanikan diri saat ia baru saja duduk dimeja makan, mendengar pertanyaanku dia langsung berdiri, mengambil tas kerjanya dan berjalan menuju pintu “Kau mau kemana? Kau belum menjawab pertanyaanku?” tanyaku. Terlambat, ia sudah keluar dari rumahnya dan membanting pintu.

Aku menghela napas, ku pandangi pintu dengan tatapan hambar. Tak pernah Jungsoo memperlakukanku sekasar itu. Sepanjang mata kuliahpun aku tidak bisa mendengar apapun yang dikatakan dosen, aku memikirkan Jungsoo.

Aku memendamkan kepalaku didalam buku yang tidak minat untuk aku baca, sampai seseorang menyentuh pundakku. Aku bangun, kulihat Youngwoon tengah tersenyum menatapku “Youngwoon-ahh” sapaku, dia duduk disampingku “Mianhe Soora, kemarin aku membuat Jungsoo marah padamu” katanya. Aku menggeleng “Aniya, itu bukan salahmu Youngwoon” kataku meralat.

Kami berbincang lama sekali, aku memang paling dekat dengannya di kampus dan sebenarnya Jungsoo tau kalau Youngwoon adalah pria yang paling dekat denganku namun melihat sikapnya kemarin pada Youngwoon dia tidak terlihat seperti tau hubungan kami.

Sengaja aku mampir ke tempat Jungsoo dulu sebelum pulang kerumahku. Ia membuka pintu apartemetnya dan menatapku sinis, aku bingung, dosa apalagi yang aku perbuat padanya hari ini. “Untuk apa kau kemari?” tanyanya, lalu masuk ke dalam apartementnya “Memang aku tidak boleh kemari?” tanyaku balik.

Dia mendekatiku, bau nafasnya yang harum dapat kucium dengan jelasnya. Dia mencengkram tanganku “Jungsoo-ahh!” Teriakku, betapa sakitnya cengkraman kuatnya di lenganku “Untuk apa kau kesini? Hah? Masih pentingkah aku untukmu?!” tanyanya dengan garang, aku meringis kesakitan.

“Jawab aku ?!” pekiknya. Aku mencoba melepaskan cengkraman tangannya, bingung akan dosa apa yang aku perbuat hingga ia seperti ini “Jungsoo-ahh kau ini kenapa?” tanyaku tak memperdulikan pertanyaannya. PLAK!!.

Kupegang pipi kananku yang berdenyut dan memerah, aku tak berani menatap Jungsoo. Airmataku perlahan menetes, belum sempat rasa sakit di pipiku hilang, lelaki itu menarik tanganku lalu mendorongku ke dinding. Dikuncinya pergerakkanku “Seberapa penting aku untukmu Soora? Hah?!” tanyanya garang lagi. Aku pejamkan mataku, masih tak berani menatap wajah Jungsoo.

“TATAP AKU SOORA!!” Teriaknya di kupingku, kubuka mataku dan kutatap matanya “Harusnya aku yang bertanya seperti itu Jungsoo!!” Teriakku tak mau kalah. Dia geram. Dicekiknya leherku, aku ingin berteriak namun suaraku tercekat di tenggorakkan. Tak ku temukan lagi binar-binar cinta yang biasanya terpancar indah dari matanya.

Airmataku terus mengalir. Tangannya masih mencekik leherku, kali ini bukan hanya suaraku yang tercekat tapi nafasku. Perlahan, aku tak mampu lagi melihat sekelilingku.

***

Jungsoo POV
Tubuh mungil Soora melemah. Kulepas cekikkanku, badannya terhuyung jatuh ke lantai. Kuperiksa nafasnya, tak ada. Aku mencari denyut nadinya, tak kurasakan sedikitpun berdetak dari denyut nadinya. Aku merangkak menjauh, memandang tubuh Soora yang perlahan mendingin seperti lantai apartementku.

Aku membunuhnya, membunuh kekasihku sendiri. Ku hampiri lagi tubuhnya, menggendongnya lalu kurebahkan di ranjangku. Bekas cekikanku masih bisa kulihat dilehernya, memerah. Ponsel Soora bordering, kucari asal suara tersebut dan membaca nama pengirim smsnya. Youngwoon. Aku menatap sinis, dialah orang yang membuatku membunuh kekasihku sendiri.
Soora-ahh, aku sudah memesan cake yang kau inginkan
Semoga Jungsoo mau memaafkanmu 
Aku tercekat. Soora ingin memberi kejutan untukku?

Aku mengutak-atik ponselnya, kutemukan memo yang dibuatnya 2 hari yang lalu. “Aku mencintai Park Jungsoo sepenuh hatiku, tak pernah aku mencintai seorang namja seperti ini sebelumnya. Dia yang membuatku bernafas kembali bahkan saat jati dirinya berubah aku tetap mencintai dirinya.”

Dadaku sesak, aku memeluk tubuh Soora yang dingin. Menangis menyesali kecemburuanku yang berlebihan. Aku cuma berharap, aku bisa mengulang hari ini. Mencoba melupakan masalah kemarin dan tidak membunuh kekasihku sendiri.

***

Aku membuka mataku, panas matahari pagi menyusup melalui jendela kamar. Kulihat Soora dengan kaus putihnya sedang berjalan keluar kamarku. Aku heran. “Soora” panggilku, dia menoleh “Ne Jagiya?”.

Dia menghampiriku, ku sentuh wajahnya dan memperhatikan kaus yang ia kenakan. Sama seperti kaus yang ia kenakan saat aku mencekiknya. “Kau bukannya..” aku menggantungkan kalimatku, dia menatapku dan menunggu kalimat selanjutnya. Kulihat calendar, Hari Kamis, ya masih hari kamis.

Jadi, tadi hanyalah mimpiku saja? Aku tersenyum, kupeluk Soora bahagia “Jagiya, kau kenapa” tanyanya heran.

“Aniyo~ aku hanya senang melihatmu pagi ini” kataku sambil mengencangkan pelukanku.

0 komentar:

Posting Komentar

Copy Paste hukumannya di penjara 5 tahun lho :). Diberdayakan oleh Blogger.
 

A L T R I S E S I L V E R Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting