Senin, 09 Januari 2012

White Christmas (Sequel In My Dream Youre Mine. In Reality Youre My Dream) Part 1

Diposting oleh Altha Swita Abrianto di 6:56 PM
Poster by Kidneypea @ http://www.fanfictionschools.wordpress.com

Geum Nara menginjakkan kakinya di Seoul, kota kelahirannya setelah 5 tahun ia meninggalkan kota ini untuk menjauhi Choi Siwon. Pria yang ia cintai namun tak mendapatkan persetujuan dari Oemmanya.

Nara memandangi sekitarnya, mencoba mencari taksi untuk mengantarnya pulang. Tangan Nara menjulur kedepan untuk menyetop taksi yang sedang berjalan kearahnya, saat ia akan membuka pintu taksi tersebut ada tangan lain yang ingin membuka pintu tersebut.

Nara menoleh, mencoba melihat tangan siapa yang berani merebut taksinya. Seorang pria bertubuh tegap dengan rambut kemerah-merahan tengah memandangnya dengan penuh aneh “Ada apa nona?” tanyanya tanpa merasa bersalah, Nara mendengus kesal. Apa-apaan pria ini, sudah jelas dia membuat masalah.

“Maaf tapi aku yang menyetop taksi ini” katanya, pria tersebut mengerutkan keningnya “Tapi aku yang memesan taksi ini duluan” jawabnya sombong sambil membuka pintu lalu masuk kedalamnya tanpa permisi. Taksi melaju cepat dan meninggalkan Nara yang masih melongo mengingat kejadian tadi.

Belum sempat Nara mengingat kejadian tadi, dia sekarang sudah berada di depan rumahnya. “Oemma Annyeong” sapanya sambil masuk kedalam rumah “Annyeong” jawab Oemmanya.

Nara menjatuhkan badannya diatas sofa yang empuk “Kenapa pulang telat?” tanya Oemma, Nara mendengus kesal mengingat kejadian di airport tadi. “Susah mendapatkan taksi Oemma” jawab Nara.

Oemmanya yang sedang sibuk membuat makanan tidak menyahut lagi, Nara bangun dari duduknya lalu masuk kedalam kamarnya yang sangat ia rindukan. “Nara” panggil Oemma, Nara yang sudah masuk ke kamar, melongokkan kepalanya “Ne Oemma?”



“Bukan karena pria itu kan kau masuk Kristen?” tanyanya. Nara tersentak, sudah berulang kali dia menjelaskan alasan kenapa ia berpindah keyakinan namun Oemma selalu tidak percaya “Oemma, percayalah, bukan dia faktor utama aku menganut agama kriten” jawab Nara seadanya. Dipandanginya Oemma yang sedang membelakanginya, wanita paruh baya tersebut tidak mengeluarkan sepatah katapun mendengar jawaban Nara.

Nara masuk lagi kedalam kamarnya, menutup pintu dan mengunci pintunya rapat-rapat. Dikeluarkannya alkitab dari dalam tasnya dan dibukanya perlahan, memang semenjak kepergian Nara ke Amsterdam alkitab ini memberikan banyak pelajaran baginya dan itulah alasan mengapa Nara bertekad untuk berpindah keyakinan bukan karena ia ingin mendapatkan kembali cinta Siwon.

Yah, mungkin memang ada sedikit keinginan untuk kembali menjalin hubungan dengannya setelah aku menganut Kristen namun Nara tak berani menghubungi Siwon.

**

Nara berjalan memasuki gereja tempat dimana Siwon biasa beribadah 5 tahun yang lalu, ia sedikit berharap akan bertemu dengannya. Ia duduk di salah satu barisan dan mencari-cari sosok Siwon disekitarnya. Nihil. Sosok yang ia cari tidak ditemukannya.

“Ehm” terdengar suara deheman dari orang yang duduk disampingnya, Nara menoleh “Kau?” kata Nara saat melihat pria yang berebut taksi di airport dengannya kemarin “BINGO!” serunya senang. Nara mendelik dan berdiri, mencari tempat duduk kosong untuk menjauhi pria ini. Telat! Semua bangku telah terpenuhi, dengan lemas ia duduk kembali di tempat tadi.

Pria itu tersenyum menatap Nara lalu ia menjulurkan tangannya “Lee Donghae” katanya memperkenalkan diri, Nara hanya menatap tangan yang sekarang berada dihadapannya, ragu untuk menjabat.

Diacuhkannya tangan Donghae tanpa mengatakan apa-apa, Donghae menarik lagi tangannya dan mengalihkan pandangannya dari Nara “Sombong sekali” kata Donghae lirih hampir tak terdengar. Mendengar kalimat Donghae, Nara menoleh “Apa yang kau katakan barusan?” tanya Nara sinis, Donghae menggeleng. Nara bisa saja memperpanjang perdebatannya dengan pria disampingnya ini namun ia tahu kondisinya tidak memungkinkan saat ini.

Akhirnya dengan segala kesabaran yang Nara punya ia tetap melanjutkan ibadahnya hingga selesai. Sesekali Nara melirik kearah Donghae yang tengah serius berdoa dan mendengarkan khutbah dengan seksama, wajahnya memang tampan namun Nara masih kesal dengan sikapnya kemarin di bandara.

Selesai beribadah, Nara keluar gereja sendirian. Tanpa ia sadari, Donghae mengejarnya “Hai nona tunggu!” teriak Donghae setengah berlari menghampiri Nara yang terus berjalan tanpa memperdulikan Donghae yang terus memanggilnya. Tangan Nara dicengkram kuat dari belakang, membuatnya menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Dilihatnya Donghae yang tengah mengatur nafasnya dengan susah payah.

“Mau apa lagi?” tanya Nara ketus.

“Kau ini memang sedikit ketus ya” kata Donghae tanpa memperdulikan pertanyaan Nara, mendengar ucapan pria tersebut Nara melepas cengkraman tangan Donghae dan berniat berjalan acuh lagi namun Donghae berhasil memegang tangannya “Aku belum tahu namamu” kata Donghae cepat.

“Kau mau tahu sekali namaku?” tanya Nara sedikit sombong, tak dijawabnya pertanyaan Nara yang menurut Donghae memang tidak perlu dijawab lagi. Nara menatap binar mata Donghae yang mengharapkan dirinya memberitahu namanya, dia menyerah, mata itu terlalu tulus baginya “Geum Nara” kata Nara sekilas kemudian berlalu.

Donghae tak lagi mengejarnya, ia hanya tersenyum simpul di tempatnya dan memandang Nara sampai menghilang dari pandangan matanya.

**

“Terimakasih kunjungannya, silahkan datang kembali” sapa Nara sopan pada dua orang tamunya yang baru saja pulang sehabis berkunjung di coffee shopnya. Kedai kopi yang ia buka sebulan yang lalu terbilang cukup ramai dan terkenal, baru saja Nara ingin menutup sementara kedai kopinya karena jam makan siang seseorang datang.

“Nara-yaa?” panggil orang tersebut pelan. Nara menoleh, ia membelalakkan matanya tak percaya.


“Sejak kapan berada di Korea?” tanya Siwon langsung saat mereka duduk disebuah restoran makanan kesukaan Nara dulu. Nara tersenyum “Sekitar sebulan yang lalu” jawabnya.

“Kenapa tidak menghubungiku?” tanya Siwon sedikit tersinggung, Nara diam dan menunduk. Dia sendiri bingung kenapa ia tidak menghubungi Siwon walaupun dia ingin, Nara mengangkat bahunya “Akupun tidak mengerti Oppa” jawab Nara.

Keduanya langsung bungkam, tak ada yang mau membuka topik pembicaraan lagi sampai makanan tiba. “Sudah punya kekasih?” tanya Siwon tiba-tiba. Nara menggeleng “Oppa sendiri?” tanya Nara, lama Siwon tidak menjawab sampai akhirnya ia mengeluarkan sebuah kartu undangan dan menyerahkannya pada Nara “Sebenarnya ini maksud pertemuanku hari ini Nara-yaa” jawab Siwon.

Nara menatap kartu tersebut lalu meraihnya, dibacanya tulisan yang tertera di kartu tersebut “Undangan pernikahan?” tanya Nara sambil tetap tersenyum walau sebenarnya ia sangat ingin menangis, Siwon hanya mengangguk “Cukkhae Oppa!” kata Nara memberi selamat namun Siwon tak menunjukkan rasa bahagianya “Aku hanya mencintaimu Nara” kata Siwon.

Ditatapnya Nara yang terkejut mendengar pernyataannya barusan “Aku hanya mencintaimu sampai detik ini, entah mengapa yang ada di otakku hanya namamu namun entah mengapa aku tak mampu menolak perjodohan ini Nara”.

Nara hanya mampu mendengar, ingin ia mengungkapkan perasaannya juga saat ini namun menurutnya seorang yang akan menikah tidak perlu mendengar pengakuan dari seorang mantan kekasihnya, ia takut Siwon berubah pikiran dan masalah baru timbul. “Lupakan aku pelan-pelan Oppa, aku yakin kau pasti mampu melakukannya”.

Siwon mengangguk “5 tahun tanpamu mengajarkanku bertahan hidup dengan cinta yang seharusnya bisa bersatu harus dipisahkan karena agama” ujarnya. Ingin rasanya Nara menumpahkan airmatanya saat ini, dipandangnya lelaki yang selama ini menghantui pikirannya “Cintailah dia seperti kau mencintaiku” kata Nara, Siwon menatap lekat mata Nara, mencoba mencari cinta didalamnya.

“Aku masih menemukan cintaku di binar matamu Nara”.

Nara menggeleng “Tak ada lagi cinta untukmu dari seorang perempuan sepertiku Oppa” jawab Nara miris. Siwon terdiam lagi “Aku takkan bisa mencintainya”.

“Cintai dia Oppa…”. Nara menggantungkan kalimatnya “Untukku” sambungnya.

**

Nara berkutat di depan kaca, pesta pernikahan lelaki yang dicintainya akan segera dimulai. Walau sakit Nara harus menghadirinya dengan perasaan tegar, dipakainya gaun berwarna putih yang ia beli sehari sebelum pesta.

Setelah berpamitan dengan Oemma, ia berangkat menggunakan taksi. Suasana sakrar tampak terasa saat Nara memasuki Gereja tempat pernikahan Siwon dan kekasihnya, nuansa putih menambah kesucian suasana pernikahan. Nara sengaja mengambil bangku belakang karena ia tahu bahwa pasti ia tak akan mampu menahan airmata kesedihannya.

Tak lama, acarapun dimulai. Dilihatnya pengantin wanita dan ayahnya masuk ke dalam gereja bak bidadari yang mengenakan gaun berwarna putih dan menuju altar, disana Siwon berdiri tegap dengan jas warna senada dengan pengantin wanita tersenyum bahagia. Nara menundukkan matanya, mencoba menahan airmata yang akan merusak dandanannya.

Nara merasakan bahunya dirangkul seseorang dari samping, Nara menoleh. Donghae. Mata gadis mungil tersebut menyiratkan keheranan mendalam tentang keberadaan Donghae disampingnya. Donghae hanya tersenyum dan tetap merengkuh pundak Nara.


Nara menghembuskan nafasnya keras, setelah upacara pernikahan selesai Donghae menarik tangannya menuju sebuah taman dipusat kota dan entah mengapa Nara mau saja diajak lelaki yang tidak ia sukai itu.

“Mau apa kau mengajakku kemari?” tanya Nara langsung saat Donghae baru saja datang dan membawa dua buah minuman. Dia tak langsung menjawab, diserahkannya minuman itu pada Nara setelah gadis itu mengambilnya dia baru duduk dan menghela nafasnya. “Dingin sekali udara disini” katanya tanpa menggubris pertanyaannya.

“Mau apa kau mengajakku kemari?” Nara mengulang pertanyaannya, Donghae hanya memandang Nara lalu balik bertanya “Menurutmu untuk apa?”

Nara mendengus kesal “NAMJA PABBOYA!! Aku yang bertanya malah kau balik tanya, kalau aku tahu jawabanmu tentu tidak akan aku pertanyakan!!” teriak Nara kesal. Melihat emosi Yeoja dihadapannya itu membuat Donghae malah tertawa “YA!! Kenapa kau tertawa? Apa aku terlihat seperti badut dihadapanmu?” tanya Nara semakin emosi.

Donghae belum menghentikan tawanya “Kau memang tidak seperti badut namun wajahmu yang sedang memerah karena marah itu yang terlihat lucu” jawab Donghae sambil terus memegangi perutnya dan tertawa keras. Nara yang merasa malu diperlakukan seperti itu bangkit dari duduknya dan beranjak dari hadapan lelaki yang masih menertawakan dirinya.

Namun, Donghae dengan cepat menangkap pergelangan tangan Nara dan menghalangi langkahnya. “Mau kemana? Kita baru saja sampai kan?” tanya Donghae tanpa merasa bersalah, Nara mendengus kesal. Lelaki dihadapannya ini benar-benar sangat menjengkelkan “Aku mau pulang, lagipula disini dingin dan aku hanya mengenakan gaun ini tanpa membawa baju penghangat” sungut Nara.

Donghae menatapnya dari atas sampai bawah “Salah sendiri mengapa tidak bawa baju penghangat”. Nara tercengang mendengar jawaban Donghae, seandainya saja ia bisa memukul kepala lelaki ini agar bisa berpikir layaknya manusia biasa.

Melihat Nara tak berkutik dari tempatnya Donghae menarik tangan Nara agar ia bisa duduk disamping Donghae lagi. “Kau ini bisa tidak pelan sedikit menarik tangan seorang gadis?!” tanya Nara ketus. Donghae diam saja, ia hanya menikmati minuman hangatnya dengan santai.

Nara merasakan dingin, ia memeluk dirinya sendiri sekarang dan menyesali kebodohannya yang tidak membawa baju penghangat. Sebuah jas mendarat di tubuhnya dan mulai menghangatkan tubuhnya, Nara menoleh. Donghae telah memandangnya terlebih dahulu dan tersenyum “Pakailah, kita akan berjalan-jalan setelah ini, aku tak mau kau jatuh pingsan dijalan dan menyusahkanku” katanya. Nara mendengus lagi, benar-benar laki-laki menyebalkan!.

**

Nara masih mendekapkan dirinya sendiri dengan jas Donghae, sepertinya salju-salju putih akan turun di Kota Seoul beberapa minggu lagi dan hampir satu jam Nara dan Donghae hanya berjalan-jalan tidak jelas mengelilingi pusat kota.

“Jadi ini yang kau sebut berjalan-jalan?” tanya Nara pedas karena kondisinya yang mulai mati beku.

Donghae tak menjawab, dia terus berjalan dan bahkan tidak memperdulikan Nara yang tidak lagi mengimbangi jalannya. Menyadari Nara tak disampingnya Donghae menoleh “Sedang apa kau disana?” tanyanya tanpa perasaan bersalah.

Nara menghampirinya dengan kesal “Jelaskan padaku apa maumu?” tanya Nara.

“Tidak ada”.

“Lalu apa maksudmu menculikku dari acara pernikahan pria yang kucintai hanya untuk mengajakku berjalan-jalan di cuaca seperti ini?!” bentak Nara, suaranya yang tinggi membuat beberapa orang menatap mereka berdua.

“Pelankan suaramu” kata Donghae.

Dia menggandeng tangan Nara namun dihempaskannya tangan Donghae “Aku mau pulang” katanya mencoba berlalu namun Donghae menahannya “Jadi kau mencintai Choi Siwon?”.

Pertanyaan Donghae membuat Nara mengurungkan niatnya untuk pergi, ia kembali menatap Donghae “Cinta lamaku” jawabnya pelan. Pandangan matanya meredup lalu ia menunduk, Donghae mengangkat dagu Nara dengan tangannya “Jangan ingat dia lagi kalau begitu”.

Nara mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud Donghae yang sekarang sudah menggandeng tangannya dan entah akan membawanya kemana hari ini.

**

Nara POV

Lee Donghae.
Perkenalanku dengannya memang tidak terlalu berkesan namun caranya mengajariku tentang arti kehidupan sangatlah berkesan. Ia pernah bilang hidup paling bahagia bukanlah menemukan apa yang kita cari melainkan menemukan sesuatu yang luar biasa. Ya, untuk saat ini sesuatu yang luar biasa bagiku telah hilang dan entah apa aku bisa menemukan sesuatu yang luar biasa itu lagi dalam hidupku nanti.

Beberapa minggu setelah pernikahan Siwon, hujan salju benar-benar turun seperti perkiraanku. Natal akan segera tiba, aku tidak tahu harus merayakannya dengan siapa. Masih kupandangi salju-salju yang turun perlahan dari jendela coffee shop-ku sampai tiba-tiba aku melihat tangan seseorang dikibas-kibaskan dihadapanku.

Aku tersadar dari lamunanku lalu menatap pemilik tangan yang mengganggu pemandanganku “Kau lagi” kataku saat melihat wujud asli orang tersebut.

Donghae cengengesan, menampakkan gigi putihnya padaku.

“Sedang melamuniku ya?” tanyanya percaya diri.

“Cih! Aku mana sudi memikirkanmu” jawabku.

Donghae tertawa keras. Melihatnya tertawa seperti itu mau tak mau aku juga ikut tertawa.

“Suatu saat kau pasti akan merindukanku” jawabnya masih percaya diri, aku hanya menggelengkan kepalaku tanda tak setuju. Dia tertawa.

“Malam natal ada acara?” tanya Donghae, aku menggeleng pelan. Melihatku menggeleng, Donghae tersenyum cerah “Bagaimana kalau kita kencan?” tanyanya, aku memandangnya heran, yang benar saja aku baru kenal beberapa minggu dengannya tapi dia mudah saja mengajakku kencan, dia pikir aku perempuan seperti apa.

“Berani sekali kau mengajakku kencan” ujarku seperti menolak ajakannya.

“Ayolah, aku ingin berkencan denganmu Nara-yaa” rengek pria ini. Aku menghembuskan nafas “Memangnya ingin sekali?” tanyaku. Dia mengangguk semangat sambil mengeluarkan senyuman mautnya yang aku yakin semua wanita pasti akan bertekuk lutut namun tidak untukku.

“Baiklah, jemput aku malam natal. Kau mau menjemputku jam berapa?” tanyaku, Donghae memutar bola matanya “Jam 7 pagi bagaimana?” tanyanya.

“HAH!!”

To Be Continue..

0 komentar on "White Christmas (Sequel In My Dream Youre Mine. In Reality Youre My Dream) Part 1"

Posting Komentar

Senin, 09 Januari 2012

White Christmas (Sequel In My Dream Youre Mine. In Reality Youre My Dream) Part 1

Karya : Altha Swita Abrianto di 6:56 PM
Poster by Kidneypea @ http://www.fanfictionschools.wordpress.com

Geum Nara menginjakkan kakinya di Seoul, kota kelahirannya setelah 5 tahun ia meninggalkan kota ini untuk menjauhi Choi Siwon. Pria yang ia cintai namun tak mendapatkan persetujuan dari Oemmanya.

Nara memandangi sekitarnya, mencoba mencari taksi untuk mengantarnya pulang. Tangan Nara menjulur kedepan untuk menyetop taksi yang sedang berjalan kearahnya, saat ia akan membuka pintu taksi tersebut ada tangan lain yang ingin membuka pintu tersebut.

Nara menoleh, mencoba melihat tangan siapa yang berani merebut taksinya. Seorang pria bertubuh tegap dengan rambut kemerah-merahan tengah memandangnya dengan penuh aneh “Ada apa nona?” tanyanya tanpa merasa bersalah, Nara mendengus kesal. Apa-apaan pria ini, sudah jelas dia membuat masalah.

“Maaf tapi aku yang menyetop taksi ini” katanya, pria tersebut mengerutkan keningnya “Tapi aku yang memesan taksi ini duluan” jawabnya sombong sambil membuka pintu lalu masuk kedalamnya tanpa permisi. Taksi melaju cepat dan meninggalkan Nara yang masih melongo mengingat kejadian tadi.

Belum sempat Nara mengingat kejadian tadi, dia sekarang sudah berada di depan rumahnya. “Oemma Annyeong” sapanya sambil masuk kedalam rumah “Annyeong” jawab Oemmanya.

Nara menjatuhkan badannya diatas sofa yang empuk “Kenapa pulang telat?” tanya Oemma, Nara mendengus kesal mengingat kejadian di airport tadi. “Susah mendapatkan taksi Oemma” jawab Nara.

Oemmanya yang sedang sibuk membuat makanan tidak menyahut lagi, Nara bangun dari duduknya lalu masuk kedalam kamarnya yang sangat ia rindukan. “Nara” panggil Oemma, Nara yang sudah masuk ke kamar, melongokkan kepalanya “Ne Oemma?”



“Bukan karena pria itu kan kau masuk Kristen?” tanyanya. Nara tersentak, sudah berulang kali dia menjelaskan alasan kenapa ia berpindah keyakinan namun Oemma selalu tidak percaya “Oemma, percayalah, bukan dia faktor utama aku menganut agama kriten” jawab Nara seadanya. Dipandanginya Oemma yang sedang membelakanginya, wanita paruh baya tersebut tidak mengeluarkan sepatah katapun mendengar jawaban Nara.

Nara masuk lagi kedalam kamarnya, menutup pintu dan mengunci pintunya rapat-rapat. Dikeluarkannya alkitab dari dalam tasnya dan dibukanya perlahan, memang semenjak kepergian Nara ke Amsterdam alkitab ini memberikan banyak pelajaran baginya dan itulah alasan mengapa Nara bertekad untuk berpindah keyakinan bukan karena ia ingin mendapatkan kembali cinta Siwon.

Yah, mungkin memang ada sedikit keinginan untuk kembali menjalin hubungan dengannya setelah aku menganut Kristen namun Nara tak berani menghubungi Siwon.

**

Nara berjalan memasuki gereja tempat dimana Siwon biasa beribadah 5 tahun yang lalu, ia sedikit berharap akan bertemu dengannya. Ia duduk di salah satu barisan dan mencari-cari sosok Siwon disekitarnya. Nihil. Sosok yang ia cari tidak ditemukannya.

“Ehm” terdengar suara deheman dari orang yang duduk disampingnya, Nara menoleh “Kau?” kata Nara saat melihat pria yang berebut taksi di airport dengannya kemarin “BINGO!” serunya senang. Nara mendelik dan berdiri, mencari tempat duduk kosong untuk menjauhi pria ini. Telat! Semua bangku telah terpenuhi, dengan lemas ia duduk kembali di tempat tadi.

Pria itu tersenyum menatap Nara lalu ia menjulurkan tangannya “Lee Donghae” katanya memperkenalkan diri, Nara hanya menatap tangan yang sekarang berada dihadapannya, ragu untuk menjabat.

Diacuhkannya tangan Donghae tanpa mengatakan apa-apa, Donghae menarik lagi tangannya dan mengalihkan pandangannya dari Nara “Sombong sekali” kata Donghae lirih hampir tak terdengar. Mendengar kalimat Donghae, Nara menoleh “Apa yang kau katakan barusan?” tanya Nara sinis, Donghae menggeleng. Nara bisa saja memperpanjang perdebatannya dengan pria disampingnya ini namun ia tahu kondisinya tidak memungkinkan saat ini.

Akhirnya dengan segala kesabaran yang Nara punya ia tetap melanjutkan ibadahnya hingga selesai. Sesekali Nara melirik kearah Donghae yang tengah serius berdoa dan mendengarkan khutbah dengan seksama, wajahnya memang tampan namun Nara masih kesal dengan sikapnya kemarin di bandara.

Selesai beribadah, Nara keluar gereja sendirian. Tanpa ia sadari, Donghae mengejarnya “Hai nona tunggu!” teriak Donghae setengah berlari menghampiri Nara yang terus berjalan tanpa memperdulikan Donghae yang terus memanggilnya. Tangan Nara dicengkram kuat dari belakang, membuatnya menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Dilihatnya Donghae yang tengah mengatur nafasnya dengan susah payah.

“Mau apa lagi?” tanya Nara ketus.

“Kau ini memang sedikit ketus ya” kata Donghae tanpa memperdulikan pertanyaan Nara, mendengar ucapan pria tersebut Nara melepas cengkraman tangan Donghae dan berniat berjalan acuh lagi namun Donghae berhasil memegang tangannya “Aku belum tahu namamu” kata Donghae cepat.

“Kau mau tahu sekali namaku?” tanya Nara sedikit sombong, tak dijawabnya pertanyaan Nara yang menurut Donghae memang tidak perlu dijawab lagi. Nara menatap binar mata Donghae yang mengharapkan dirinya memberitahu namanya, dia menyerah, mata itu terlalu tulus baginya “Geum Nara” kata Nara sekilas kemudian berlalu.

Donghae tak lagi mengejarnya, ia hanya tersenyum simpul di tempatnya dan memandang Nara sampai menghilang dari pandangan matanya.

**

“Terimakasih kunjungannya, silahkan datang kembali” sapa Nara sopan pada dua orang tamunya yang baru saja pulang sehabis berkunjung di coffee shopnya. Kedai kopi yang ia buka sebulan yang lalu terbilang cukup ramai dan terkenal, baru saja Nara ingin menutup sementara kedai kopinya karena jam makan siang seseorang datang.

“Nara-yaa?” panggil orang tersebut pelan. Nara menoleh, ia membelalakkan matanya tak percaya.


“Sejak kapan berada di Korea?” tanya Siwon langsung saat mereka duduk disebuah restoran makanan kesukaan Nara dulu. Nara tersenyum “Sekitar sebulan yang lalu” jawabnya.

“Kenapa tidak menghubungiku?” tanya Siwon sedikit tersinggung, Nara diam dan menunduk. Dia sendiri bingung kenapa ia tidak menghubungi Siwon walaupun dia ingin, Nara mengangkat bahunya “Akupun tidak mengerti Oppa” jawab Nara.

Keduanya langsung bungkam, tak ada yang mau membuka topik pembicaraan lagi sampai makanan tiba. “Sudah punya kekasih?” tanya Siwon tiba-tiba. Nara menggeleng “Oppa sendiri?” tanya Nara, lama Siwon tidak menjawab sampai akhirnya ia mengeluarkan sebuah kartu undangan dan menyerahkannya pada Nara “Sebenarnya ini maksud pertemuanku hari ini Nara-yaa” jawab Siwon.

Nara menatap kartu tersebut lalu meraihnya, dibacanya tulisan yang tertera di kartu tersebut “Undangan pernikahan?” tanya Nara sambil tetap tersenyum walau sebenarnya ia sangat ingin menangis, Siwon hanya mengangguk “Cukkhae Oppa!” kata Nara memberi selamat namun Siwon tak menunjukkan rasa bahagianya “Aku hanya mencintaimu Nara” kata Siwon.

Ditatapnya Nara yang terkejut mendengar pernyataannya barusan “Aku hanya mencintaimu sampai detik ini, entah mengapa yang ada di otakku hanya namamu namun entah mengapa aku tak mampu menolak perjodohan ini Nara”.

Nara hanya mampu mendengar, ingin ia mengungkapkan perasaannya juga saat ini namun menurutnya seorang yang akan menikah tidak perlu mendengar pengakuan dari seorang mantan kekasihnya, ia takut Siwon berubah pikiran dan masalah baru timbul. “Lupakan aku pelan-pelan Oppa, aku yakin kau pasti mampu melakukannya”.

Siwon mengangguk “5 tahun tanpamu mengajarkanku bertahan hidup dengan cinta yang seharusnya bisa bersatu harus dipisahkan karena agama” ujarnya. Ingin rasanya Nara menumpahkan airmatanya saat ini, dipandangnya lelaki yang selama ini menghantui pikirannya “Cintailah dia seperti kau mencintaiku” kata Nara, Siwon menatap lekat mata Nara, mencoba mencari cinta didalamnya.

“Aku masih menemukan cintaku di binar matamu Nara”.

Nara menggeleng “Tak ada lagi cinta untukmu dari seorang perempuan sepertiku Oppa” jawab Nara miris. Siwon terdiam lagi “Aku takkan bisa mencintainya”.

“Cintai dia Oppa…”. Nara menggantungkan kalimatnya “Untukku” sambungnya.

**

Nara berkutat di depan kaca, pesta pernikahan lelaki yang dicintainya akan segera dimulai. Walau sakit Nara harus menghadirinya dengan perasaan tegar, dipakainya gaun berwarna putih yang ia beli sehari sebelum pesta.

Setelah berpamitan dengan Oemma, ia berangkat menggunakan taksi. Suasana sakrar tampak terasa saat Nara memasuki Gereja tempat pernikahan Siwon dan kekasihnya, nuansa putih menambah kesucian suasana pernikahan. Nara sengaja mengambil bangku belakang karena ia tahu bahwa pasti ia tak akan mampu menahan airmata kesedihannya.

Tak lama, acarapun dimulai. Dilihatnya pengantin wanita dan ayahnya masuk ke dalam gereja bak bidadari yang mengenakan gaun berwarna putih dan menuju altar, disana Siwon berdiri tegap dengan jas warna senada dengan pengantin wanita tersenyum bahagia. Nara menundukkan matanya, mencoba menahan airmata yang akan merusak dandanannya.

Nara merasakan bahunya dirangkul seseorang dari samping, Nara menoleh. Donghae. Mata gadis mungil tersebut menyiratkan keheranan mendalam tentang keberadaan Donghae disampingnya. Donghae hanya tersenyum dan tetap merengkuh pundak Nara.


Nara menghembuskan nafasnya keras, setelah upacara pernikahan selesai Donghae menarik tangannya menuju sebuah taman dipusat kota dan entah mengapa Nara mau saja diajak lelaki yang tidak ia sukai itu.

“Mau apa kau mengajakku kemari?” tanya Nara langsung saat Donghae baru saja datang dan membawa dua buah minuman. Dia tak langsung menjawab, diserahkannya minuman itu pada Nara setelah gadis itu mengambilnya dia baru duduk dan menghela nafasnya. “Dingin sekali udara disini” katanya tanpa menggubris pertanyaannya.

“Mau apa kau mengajakku kemari?” Nara mengulang pertanyaannya, Donghae hanya memandang Nara lalu balik bertanya “Menurutmu untuk apa?”

Nara mendengus kesal “NAMJA PABBOYA!! Aku yang bertanya malah kau balik tanya, kalau aku tahu jawabanmu tentu tidak akan aku pertanyakan!!” teriak Nara kesal. Melihat emosi Yeoja dihadapannya itu membuat Donghae malah tertawa “YA!! Kenapa kau tertawa? Apa aku terlihat seperti badut dihadapanmu?” tanya Nara semakin emosi.

Donghae belum menghentikan tawanya “Kau memang tidak seperti badut namun wajahmu yang sedang memerah karena marah itu yang terlihat lucu” jawab Donghae sambil terus memegangi perutnya dan tertawa keras. Nara yang merasa malu diperlakukan seperti itu bangkit dari duduknya dan beranjak dari hadapan lelaki yang masih menertawakan dirinya.

Namun, Donghae dengan cepat menangkap pergelangan tangan Nara dan menghalangi langkahnya. “Mau kemana? Kita baru saja sampai kan?” tanya Donghae tanpa merasa bersalah, Nara mendengus kesal. Lelaki dihadapannya ini benar-benar sangat menjengkelkan “Aku mau pulang, lagipula disini dingin dan aku hanya mengenakan gaun ini tanpa membawa baju penghangat” sungut Nara.

Donghae menatapnya dari atas sampai bawah “Salah sendiri mengapa tidak bawa baju penghangat”. Nara tercengang mendengar jawaban Donghae, seandainya saja ia bisa memukul kepala lelaki ini agar bisa berpikir layaknya manusia biasa.

Melihat Nara tak berkutik dari tempatnya Donghae menarik tangan Nara agar ia bisa duduk disamping Donghae lagi. “Kau ini bisa tidak pelan sedikit menarik tangan seorang gadis?!” tanya Nara ketus. Donghae diam saja, ia hanya menikmati minuman hangatnya dengan santai.

Nara merasakan dingin, ia memeluk dirinya sendiri sekarang dan menyesali kebodohannya yang tidak membawa baju penghangat. Sebuah jas mendarat di tubuhnya dan mulai menghangatkan tubuhnya, Nara menoleh. Donghae telah memandangnya terlebih dahulu dan tersenyum “Pakailah, kita akan berjalan-jalan setelah ini, aku tak mau kau jatuh pingsan dijalan dan menyusahkanku” katanya. Nara mendengus lagi, benar-benar laki-laki menyebalkan!.

**

Nara masih mendekapkan dirinya sendiri dengan jas Donghae, sepertinya salju-salju putih akan turun di Kota Seoul beberapa minggu lagi dan hampir satu jam Nara dan Donghae hanya berjalan-jalan tidak jelas mengelilingi pusat kota.

“Jadi ini yang kau sebut berjalan-jalan?” tanya Nara pedas karena kondisinya yang mulai mati beku.

Donghae tak menjawab, dia terus berjalan dan bahkan tidak memperdulikan Nara yang tidak lagi mengimbangi jalannya. Menyadari Nara tak disampingnya Donghae menoleh “Sedang apa kau disana?” tanyanya tanpa perasaan bersalah.

Nara menghampirinya dengan kesal “Jelaskan padaku apa maumu?” tanya Nara.

“Tidak ada”.

“Lalu apa maksudmu menculikku dari acara pernikahan pria yang kucintai hanya untuk mengajakku berjalan-jalan di cuaca seperti ini?!” bentak Nara, suaranya yang tinggi membuat beberapa orang menatap mereka berdua.

“Pelankan suaramu” kata Donghae.

Dia menggandeng tangan Nara namun dihempaskannya tangan Donghae “Aku mau pulang” katanya mencoba berlalu namun Donghae menahannya “Jadi kau mencintai Choi Siwon?”.

Pertanyaan Donghae membuat Nara mengurungkan niatnya untuk pergi, ia kembali menatap Donghae “Cinta lamaku” jawabnya pelan. Pandangan matanya meredup lalu ia menunduk, Donghae mengangkat dagu Nara dengan tangannya “Jangan ingat dia lagi kalau begitu”.

Nara mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud Donghae yang sekarang sudah menggandeng tangannya dan entah akan membawanya kemana hari ini.

**

Nara POV

Lee Donghae.
Perkenalanku dengannya memang tidak terlalu berkesan namun caranya mengajariku tentang arti kehidupan sangatlah berkesan. Ia pernah bilang hidup paling bahagia bukanlah menemukan apa yang kita cari melainkan menemukan sesuatu yang luar biasa. Ya, untuk saat ini sesuatu yang luar biasa bagiku telah hilang dan entah apa aku bisa menemukan sesuatu yang luar biasa itu lagi dalam hidupku nanti.

Beberapa minggu setelah pernikahan Siwon, hujan salju benar-benar turun seperti perkiraanku. Natal akan segera tiba, aku tidak tahu harus merayakannya dengan siapa. Masih kupandangi salju-salju yang turun perlahan dari jendela coffee shop-ku sampai tiba-tiba aku melihat tangan seseorang dikibas-kibaskan dihadapanku.

Aku tersadar dari lamunanku lalu menatap pemilik tangan yang mengganggu pemandanganku “Kau lagi” kataku saat melihat wujud asli orang tersebut.

Donghae cengengesan, menampakkan gigi putihnya padaku.

“Sedang melamuniku ya?” tanyanya percaya diri.

“Cih! Aku mana sudi memikirkanmu” jawabku.

Donghae tertawa keras. Melihatnya tertawa seperti itu mau tak mau aku juga ikut tertawa.

“Suatu saat kau pasti akan merindukanku” jawabnya masih percaya diri, aku hanya menggelengkan kepalaku tanda tak setuju. Dia tertawa.

“Malam natal ada acara?” tanya Donghae, aku menggeleng pelan. Melihatku menggeleng, Donghae tersenyum cerah “Bagaimana kalau kita kencan?” tanyanya, aku memandangnya heran, yang benar saja aku baru kenal beberapa minggu dengannya tapi dia mudah saja mengajakku kencan, dia pikir aku perempuan seperti apa.

“Berani sekali kau mengajakku kencan” ujarku seperti menolak ajakannya.

“Ayolah, aku ingin berkencan denganmu Nara-yaa” rengek pria ini. Aku menghembuskan nafas “Memangnya ingin sekali?” tanyaku. Dia mengangguk semangat sambil mengeluarkan senyuman mautnya yang aku yakin semua wanita pasti akan bertekuk lutut namun tidak untukku.

“Baiklah, jemput aku malam natal. Kau mau menjemputku jam berapa?” tanyaku, Donghae memutar bola matanya “Jam 7 pagi bagaimana?” tanyanya.

“HAH!!”

To Be Continue..

0 komentar:

Posting Komentar

Copy Paste hukumannya di penjara 5 tahun lho :). Diberdayakan oleh Blogger.
 

A L T R I S E S I L V E R Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting